InspirasI

Jumat, 28 Juni 2019

PESAN NABI MUSA KEPADA MALAIKAT JIBRIL


Suatu hari nabi Musa alaihissalam berpesan pada Jibril.
Wahai Jibril,  tolong sampaikan pada Allah,  saya ingin melihat keadilan Allah.
Jibril menyampaikan dan kemudian berkata pada Musa "engkau tak akan sabar melihat keadilan Allah ya Musa"
Musa berkata " saya akan bersabar.  Saya ingin sekali melihatnya"
Kemudian Jibril membawa Musa ke sebuah mata air yang deras .  Musa diminta untuk diam dan menunggu disitu. Hanya melihat apa yang terjadi,  tak boleh berbuat apa2.
Tak berapa lama datang penunggang kuda yang membawa sekantong uang dinar di pinggangnya.  Ia berhenti dan minum dari mata air.  Tanpa sengaja, kantong dinarnya terjatuh.  Tanpa menyadari itu, si penunggang pergi meninggalkan mata air.
Beberapa waktu kemudian, datang seorang anak yang juga minum dari mata air tersebut. Tanpa sengaja,  ia menemukan kantong dinar yang jatuh tadi.  Ia pun mengambilnya dan pergi.
Selang kemudian,  datang seorang kakek tua yang lemah dan buta.  Dengan tertatih ia juga meminum air di tempat itu.  Tiba-tiba si penunggang kuda datang dan bertanya pada sang kakek,  apakah dia menemukan kantong dinarnya.  Sang kakek tentu saja tidak tau apa2. Si penunggang kuda tak percaya,  karena belum lama ia meninggalkan tempat itu. Ia yakin si kakek yang mengambilnya.  Karena si kakek tetap ngotot tak mengambilnya,  kakek itu pun dibunuh oleh penunggang kuda.
Di mata Musa,  rangkaian kisah itu tentu saja tidak adil. Yang mengambil uang  si penunggang adalah si anak ,  tapi kakek tua yang akhirnya mati menjadi korbannya.   Ia kemudian bertanya, seperti apa keadilan Allah.
Jibril pun menjawab. Bahwa anak yang dianggap paling bersalah oleh Musa,  justru adalah yang paling benar.   Beginilah  kisah sesungguhnya  tiga orang ini...
Ayah dari anak itu dulunya adalah pegawai dari si penunggang kuda. Si ayah mati dibunuh oleh seorang yang zalim.
Penunggang kuda ini dulunya lalai dalam membayar hak gaji si ayah, dan tak kunjung membayar hingga kematian si ayah. Qadarullah jumlah uang yang tak dibayarkan sama persis dengan jumlah dinar yang ada di kantongnya. Allah membuat sang ayah akhirnya menerima haknya,  melalui ahli warisnya,  yaitu si anak itu. Jadi apesnya si penunggang kuda itu,   sebenarny adalah "bayaran" dari apa yang dilakukannya dulu.
Lalu,  bagaimana dengan kakek itu?
Kakek ini adalah orang yang sudah membunuh ayah si anak.... Allah membalaskannya dengan membuat ia terbunuh juga.
See..?  Keadilan Allah tak akan terlihat di mata manusia dengan cepat. Untuk melihatnya,  kita hanya butuh kesabaran yang luar biasa, karena adilnya Allah mungkin tak terlihat adil di mata manusia.
Tetaplah menjaga sabar sebagai penolong. Kekuasaan tidak selamanya jadi anugrah.  Mungkin itu justru ujian terberat yang diberikan oleh Allah.  Saat penguasa bisa mengembannya dengan amanah,  ia ditinggikan.  Sebaliknya saat lalai,  ia dihinakan serendah2nya.  Dibiarkan terlena dalam kekuasaan yang khianat hingga semakin berat pertanggungjawabannya, adalah sehancur-hancurnya keadaan.
Sebaliknya mereka yang tak diamanahi kekuasaan, bisa jadi karena belum dianggap mampu,  tapi bisa jadi juga karena sedang diselamatkan dari kehancuran dan keterpurukan.
Percayakan saja pada Yang Maha Adil.  Bahkan daun jatuh pun atas campur tangan-Nya.  Kita fokus aja memperbaiki diri.  Dan tetap sabar menanti keadilan yang hakiki dari-Nya.
Allahu ...Aamiin.


Selasa, 25 Juni 2019

ZONASI RABI

BUDI : "Pak, saya mau melamar anak bapak".
CAMER : "Rumah kamu mana?"
BUDI : "Sawojajar bapak...."
CAMER : "Emang di sawojajar gak ada wanita apa, kok kamu menikah sampe ke pakisaji ?"
BUDI : "Ada pak, banyak juga sih."
CAMER : "Lha trus, kenapa melamar anak sy yg rumahnya pakisaji?"
BUDI : "Ya karena saya cinta dan suka sama anak bapak..!"
CAMER : "Gini ya nak, bukannya saya menolak lamaranmu, tapi sekarang sudah berlaku zonasi pernikahan..!"
BUDI : "Lho, maksudnya pak?"
CAMER : "Gini loh, kamu tidak boleh langsung melamar gadis yang jauh dari domisilimu, tapi harus melamar gadis di sekitar tempat tinggalmu..!"
BUDI : "Apa alasannya pak? Kan melamar gadis itu bebas dari mana saja asalnya?"
CAMER : "Mulai tahun ini sudah tidak boleh nak, karena Kongres Ikatan Calon Mertua Indonesia (ICMI) sudah memutuskan bahwa saat ini menerima atau mencari menantu sdh diberlakukan zonasi".
BUDI : "Trus gimana ini pak, berarti lamaran saya ditolak?"
CAMER : "Nak, kamu melamar dulu gadis di wilayah zonasi sawojajar ".
BUDI : "Kalo gadis sawojajar gak ada yang menarik pak?"
CAMER : "Ya berarti gadis sawojajar harus meningkatkan kecantikan dan akhlaknya biar menarik?"
BUDI : "Kalo di sawojajar gadis yang cantik dan akhlaknya baik sudah habis pak?"
CAMER : "Ya kamu harus cari gadis yg rumahnya lbh dekat dg sawojajar di banding ke pakisaji"
BUDI : "Kalo di sawojajar dan sekitar sawojajar sdh tidak ada pilihan lagi pak?"
CAMER : "Ya kamu minta Surat Keterangan ke Ikatan Calon Mertua Indonesia (ICMI), bahwa di sawojajar dan sekitar sawojajar, stock gadis sdh habis, baru kamu bisa ke pakisaji melamar anak saya"
BUDI : "Apa ada pilihan lain pak selain itu?"
CAMER : "Ada, kamu bisa lewat jalur prestasi kalo bener2 mau menikah dg anak saya?"
BUDI : "Caranya pak?"
CAMER : "Kalo kamu punya sertifikat/piagam kejuaraan/perlombaan, verifikasikan ke Ikatan Calon Mertua Indonesia, nanti akan dpt skor yg bisa menentukan gadis mana yg akan kau lamar".
BUDI : "Kalo begitu saya melamar anak bapak lewat jalur prestasi saja pak, kebetulan saya punya sertifikat juara 1 lomba memikul beban hidup".
CAMER : "Ya sudah, segera kamu urusi nak, biar bisa menjadi menantu saya...."
BUDI : "Gussttiiiiiiii....mau berkembangbiak saja begini ribetnya...!?!"
Wkwk..


Senin, 10 Juni 2019

SEPELE tapi memang BENAR


SEPELE tapi memang BENAR
Kata Miliarder Hongkong "Li Ka-shing":
"Hal Apa yang Tersulit? Pinjam Uang!".
Kalau Ada Orang Ingin Meminjam Uang Padamu,
Jawablah Seperti Ini…!
Orang yang mau meminjamimu uang, adalah pahlawanmu.
Apabila orang tersebut memberimu pinjaman tanpa syarat, maka  ia adalah pahlawan tertinggi di antara pahlawan- pahlawanmu yang lain.
Sampai saat ini, pahlawan seperti ini tidak banyak.
Jika  kamu sampai menemukan mereka, hargailah seumur hidupmu!
Orang yang bisa bersedia meminjamkan uang ketika kamu kesulitan, bukanlah karena ia punya banyak uang, tapi karena ia ingin menarikmu saat jatuh.
Yang dipinjamkannya kepadamu juga bukanlah uang, melainkan ketulusan, kepercayaan, dukungan dan kesempatan untuk kamu berinvestasi di masa depan.
Saya sangat berharap sobat- sobat sekalian jangan sekali- kali menginjak "kepercayaan", sekali orang lain kehilangan kepercayaan padamu, maka hidupmu pasti hancur!
Ingat, kepercayaan orang lain adalah harta seumur hidup!
Selain itu, tolong kamu catat perkataan di bawah ini:
1. Orang yang suka inisiatif mentraktir, bukanlah karena ia punya banyak uang, tapi karena ia memandang "pertemanan lebih penting" dari pada hartanya.
2. Orang yang suka mengalah saat bekerja sama, bukanlah karena ia takut, melainkan tahu apa artinya "berbagi".
3. Orang yang bersedia bekerja lebih keras dari orang lain, bukanlah karena ia bodoh, tapi karena mengerti apa artinya "bertanggung jawab".
4. Orang yang terlebih dulu minta maaf saat berdebat, bukanlah karena mengaku salah, melainkan tahu artinya "menghargai".
5. Orang bersedia membantumu, bukan karena berhutang, tapi karena menganggapmu sebagai "teman".
Sudah berapa banyak orang yang tidak memperhatikan logika ini? Sudah berapa banyak orang yang menganggap pengorbanan orang lain adalah "hal yang semestinya"?
Bila orang tulus berjalan, ia akan jalan sampai ke dalam hati.
Bila orang munafik berjalan, cepat atau lambat ia akan ditendang sampai keluar dari pandangan orang lain!
Bila pertemuan di antara manusia adalah jodoh, maka hal yang diandalkan hanyalah ketulusan dan kepercayaan!
Kamu mau menjadi orang seperti apa, semuanya adalah pilihanmu.
Percayalah, hubungan antar manusia harus mengandalkan kepercayaan!
Terserah kamu mau pinjam uang atau tidak, yang terpenting kamu harus memberikan kepercayaan!
Salam Sukses Hebat Luar biasa..



Senin, 03 Juni 2019

    SITI MUTI'AH "WANITA YANG PERTAMA MASUK SURGA"

         Suatu ketika, Siti fatimah bertanya kepada Rosulullah. Siapakah Perempuan yang kelak pertama kali masuk surga? Rosulullah menjawab:” Dia adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah”.
Siti Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa justru orang lain, padahal dia adalah putri Rosulullah sendiri? Maka timbullah einginann fatimah untuk mengetahui siapakan gerangan permpuan itu? Dan apakah yang telah di perbuatnya hingga dia mendapat kehormatan yang begitu tinggi?
Setelah minta izin kepada suaminya, Ali Bin Abi Thalib, Siti Fatimah berngkat mencari rumah kediaman Muti’ah. Putranya yang masih kecil yang bernama Hasan diajak ikut serta.
Ketika tiba di rumah Muti’ah, Siti Fatimah mengetuk pintu seraya memberi salam, “Assalamu’alaikum…!”
“Wa’alaikumussalaam! Siapa di luar?” terdengar jawaban yang lemah lembut dari dalam rumah. Suaranya cerah dan merdu.
“Saya Fatimah, Putri Rosulullah,” sahut Fatimah kembali.
“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini Fatimah, putri Rosululah, sudi berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam. Suara itu terdengar ceria dan semakin mendekat ke pintu.
“Sendirian, Fatimah?” tanya seorang perempuan sebaya dengan Fatimah, Yaitu Muti’ah seraya membukakan pintu.
“Aku ditemani Hasan,” jawab Fatimah.
“Aduh maaf ya,” kata Muti’ah, suaranya terdengar menyesal. Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”
“Tapi Hasan kan masih kecil?” jelas Fatimah.
“Meskipun kecil, Hasan adalah seorang laki-laki. Besok saja Anda datang lagi, ya? saya akan minta izin dulu kepada auami saya,” kata Mutiah dengan menyesal.
Sambil menggeleng-gelengkan kepala , Fatimah pamit dan kembali pulang.
Besoknya, Fatimah dating lagi ke rumah Muti’ah, kali ini a ditemani oleh Hasan dan Husain. Beritga mereka mendatangi rumah Muti’ah. Setelah memberi salam dan dijawab gembira, masih dari dalam rumah Muti’ah bertanya:
“Kau masih ditemani oleh Hasan, Fatimah? Suami saya sudah memberi izin.” “Ha? Kenapa kemarin tidak bilang? Yang dapat izin cuma Hasan, dan Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerimanya juga, “ dengan perasaan menyesal, Muti’ah kai ini juga menolak.
Hari itu Fatimah gagal lagi untuk bertemu dengan Muti’ah. Dan keesokan harinya Fatimah kembali lagi, mereka disambut baik oleh perempuan itu dirumahnya.
Keadaan rumah Mutiah sangat sederhana, tak ada satupun perabot mewah yang menghiasi rumah itu. Namun, semuanya teratur rapi. Tempat tidur yang terbuat dengan kasar juga terlihat bersih, alasnya yang putih, dan baru dicuci. Bau dalam ruangan itu harum dan sangat segar, membuat orang betah tinggal di rumah.
Fatimah sangat kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu, sehngga Hasan dan Husain yang biasanya tak begitu betah betah berada di rumah orang, kali ini nampak asyik bermain-main.
“Maaf ya, saya tak bisa menemani Fatimah duduk dengan tenang, sebab saya harus menyiapkan makan buat suami saya,” kata Mutiah sambil mondar mandir dari dapur ke ruang tamu.
Mendekati tengah hari , maskan itu sudah siap semuanya, kemudian ditaruh di atas nampan. Mutiah mengambil cambuk, yang juga ditaruh di atas nampan.
“Suamimu bekerja dimana?” Tanya Fatimah
“Di ladang,” jawab Muti’ah.
“Pengembala?” Tanya Fatimah lagi.
“Bukan. Bercocok tanam.”
“Tapi, mengapa kau bawakan cambuk?”
“Oh, itu?” sahut Mutiah denga tersenyu.” Cambuk itu kusediakan untuk keperluan lain. Maksudnya begini, kalau suami saya sedang makan, lalu kutanyakan apakah maskan saya cocok atau tidak? Kalau dia mengatakan cocok, maka tak akan terjadi apa-apa. Tetapi kalau dia bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya, agar punggung saya dicambuknya, sebab berarti saya tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya.”
“Apakah itu kehendak suamimu?” Tanya Fatimah keheranan.
“Oh, bukan! Suami saya adalah seorang penuh kasih sayang. Ini semua adalah kehendakku sendiri, agar aku jangan sampai menjadi istri yang durhaka kepada suami.”
Mendengar penjelasan itu, Fatimah menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia meminta diri, pamit pulang.
“Pantas kalau Muti’ah kelak menjadi seorang perempuan yang pertama kali masuk surga,” kata Fatimah dalam hati, di tengah perjalannya pulang, “Dia sangat berbakti kepada suami dengan tulus. Prilaku kesetiaan semacam itu bukanlah lambing perbudadakan wanita oleh kaum lelaki, Tapi merupakan cermin bagi citra ketulusan dan pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai dengan prilaku yang sama.”
tak hanya itu, saat itu masih ada benda kipas dan kain kecil.
“Buat apa benda ini Muthi’ah?” Siti Muthi’ah tersenyam malu. Namun setelah didesak iapun bercerita. “Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Kubuka bajunya, kulap tubuhnya dengan kain kecil ini hingga kering keringatnya. Ia-pun berbaring ditempat tidur melepas lelah, lalu aku kipasi beliau hingga lelahnya hilang atau tertidur pulas”
Sungguh mulia Siti Muthi’ah, wanita yang taat kepada suaminya. maka tidaklah salah jika dia wanita pertama yang masuk surga..

Minggu, 02 Juni 2019

SEPARUH JIWA PERGI

                                                   By. Satria hadi lubis

Saya terharu melihat foto-foto dan video yang beredar di medsos tentang Pak SBY yang sangat sedih kehilangan istri tercintanya, Ibu Ani Yudhoyono. Seakan separuh jiwanya pergi bersama dengan pulangnya ibu Ani ke haribaan-Nya (Allahummaghfirlaha...).
Kejadian serupa juga saya lihat ketika Bapak Habibie ditinggal pergi istrinya, ibu Ainun Habibie. Bahkan beliau sampai membuat buku yang kemudian difilmkan dan menjadi box office beberapa tahun yang lalu untuk mengabadikan kisah cinta sejatinya dengan Ibu Ainun.
Panutan kita, Nabi Muhammad saw juga sangat sedih ketika ditinggalkan istri tercintanya, Khadijah ra. Beliau selalu mengenang kebaikan Khadijah jauh setelah istrinya itu meninggal, sampai-sampai istri beliau yang lain, Aisyah ra menjadi cemburu. "Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia membenarkanku ketika orang-orang  mendustakanku. Dia menyokongku dengan hartanya ketika orang-orang memboikotku. Dan Allah mengaruniakan anak bagiku dari (rahim)-nya. Padahal dengan (istri-istriku) yang lain, aku tak mendapatkannya”(HR. Ahmad), ujar beliau saw mengenang kebaikan Khadijah ra.
Beberapa orang yang saya kenal juga mengalami hal serupa, sangat sedih ketika kehilangan istri atau suaminya. Diantara mereka ada yang tak kuat dengan kesendiriannya. Lalu dalam waktu berdekatan meninggal dunia juga menyusul separuh jiwanya yang telah pergi lebih dulu.
Walau kita mengetahui takdir kematian adalah hal yang pasti dan cepat atau lambat kita akan berpisah dengan pasangan kita, namun jika mengalaminya sendiri belum tentu kita bisa setegar mereka yang belum mengalaminya.
Disini kita bisa mengambil hikmah, betapa penting dan berharganya waktu-waktu yang kita lalui bersama pasangan kita. Seringkali ketika pasangan masih hidup dan ada di sisi kita, yang kita lihat darinya hanya hal yang biasa-biasa saja, yang rutin, bahkan menjemukan.
Bahkan sebagian suami atau istri malah teliti melihat dan MEMBESAR-BESARKAN kekurangan pasangan. Lupa untuk bersyukur dengan kebaikan dan kelebihan pasangannya.
Padahal boleh jadi kekurangannya yang "kecil" itulah yang nanti akan membuat kita kangen ketika suami atau istri kita pergi. Seorang suami mungkin akan kangen dengan kecerewetan istrinya yang selalu mengingatkannya tentang berbagai hal-hal kecil, misalnya. Rumah terasa sepi tanpa suara istrinya yang cerewet yang kini telah tiada.
Sebaliknya, boleh jadi seorang istri akan rindu dengan bau "gas" atau bau badan suaminya yang telah tiada. Yang sewaktu hidupnya selalu dikeluhkannya karena baunya yang luar biasa. Saya pernah mendengar ada seorang istri yang suka tidur sambil memeluk dan menciumi baju suaminya yang telah tiada saking kangennya dengan suaminya.
Akhirnya, kematian adalah pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Sebelum separuh jiwa kita pergi selamanya, mari kita nikmati dan syukuri kebersamaan kita dengan pasangan. Jadilah pecinta sejati yang pandai melihat kelebihan pasangan, bukan kekurangannya.
"Ketidaksempurnaan (kecil) pasangan yang justru membuat ia menjadi sempurna di mata kita".