InspirasI

Rabu, 30 Oktober 2019


"KHADIJAH ISTRI TERKASIH RASUL"

Khadijah Memang Wanita Istimewa

DUA PERTIGA (2/3) wilayah Makkah adalah milik Siti Khadijah binti khuwailid, istri pertama Rasulullah SAW. Ia wanita bangsawan yang menyandang kemuliaan dan kelimpahan harta kekayaan. Namun ketika wafat, tak selembar kafan pun dia miliki. Bahkan baju yang dikenakannya di saat menjelang ajal adalah pakaian kumuh dengan 83 tambalan.
“Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba,” bisik Khadijah kepada Fatimah sesaat menjelang ajal. “Yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa digunakan menerima wahyu untuk dijadikan kain kafanku. Aku malu dan takut memintanya sendiri”.
Mendengar itu Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga”.
Siti Khadijah, Ummul Mu’minin (ibu kaum mukmin), pun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah. Didekapnya sang istri itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah dan semua orang yang ada di situ.
Dalam suasana seperti itu, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan.
Rasulullah menjawab salam Jibril, kemudian bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”

“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril yang tiba-tiba berhenti berkata, kemudian menangis.
Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”
“Cucumu yang satu, Husain, tidak memiliki kafan. Dia akan dibantai, tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” jawab Jibril.
Rasulullah berkata di dekat jasad Khadijah, “Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku tak kan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Mahamengetahui semua amalanmu. Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban!?”
Tersedu Rasulullah mengenang istrinya semasa hidup.

Khadijah
Dikisahkan, suatu hari, ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambut, dan hendak berdiri di depan pintu, kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Khadijah, tetaplah kamu di tempatmu”.

Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak punya, sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah r.a.

Kemudian Rasulullah mengambil Fatimah dari gendongan istrinya, dan diletakkan di tempat tidur. Rasulullah yang lelah sepulang berdakwah dan menghadapi segala caci-maki serta fitnah manusia itu, lalu berbaring di pangkuan Khadijah hingga tertidur.

Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah hingga membuat beliau terjaga.

“Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku?” tanya Rasulullah dengan lembut.

Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal, wahai Khadijah, bersuamikan aku, ?" lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.

“Wahai suamiku, wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan," jawab Khadijah.
"Dahulu aku memiliki kemuliaan, Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku adalah bangsawan, Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”.

"Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai namun engkau tidak memperoleh rakit atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburku, ambillah tulang-belulangku, jadikanlah sebagai jembatan bagimu untuk menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu”.

"Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah, Ingatkan mereka kepada yang hak, Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah”.

Rasulullah pun tampak sedih. “Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”
“Aku, ya Rasulullah!” sahut Ali bin Abi Thalib. jawab, menantu Rasullulah...

Di samping jasad Siti Khadijah, Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah.
“Ya Allah, ya ILahi Rabbiy, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam, Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku, Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku, Menenteramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah”.

Semoga bermanfaat .


Selasa, 22 Oktober 2019


SANTRI

TINTA emas sejarah mencatat kaum santri selalu tampil memberi sumbangsih dan mencurahkan darma baktinya bagi eksistensi Negara dan Bangsa, baik pada periode Pra Kolonial, Zaman Kolonial, Era Kemerdekaan, Orde Baru, dan Reformasi. Banyak penelitian dan buku sejarah ‘merekam’ semua ini. Dan menjadi sebuah fakta sejarah bahwa santri senantiasa memberikan sumbangan maha penting dan berharga bagi masyarakat bangsa, bukan hanya dalam pembentukan karakter positif nan luhur bagi individu-individu anak bangsa, melainkan juga bagi utuhnya sistem Negara Bangsa dengan seluruh pilarnya.

Santri sebagai out put pesantren terbukti tidak hanya mempunyai intelektualitas yang tinggi, tapi juga sosok yang memiliki kecerdasan spiritual di atas rata-rata. Santri hidup dan digembleng tentang arti solidaritas, tenggang rasa, dan kebersamaan, memperoleh piwulang integral dari soal moral sampai ketrampilan hidup (life skill). Santri diajari soal keduniaan sampai keakhiratan. Inilah karakter pendidikan pesantren yang komunal, integral, dan futuristik.

Kekecualian Santri

Pertama, penjelajah intelektual yang kritis. Karena keahlian dan penguasaan ilmu alat (nahwu) dan bahasa santri terbiasa membaca sendiri khazanah kitab-kitab klasik maupun modern. Santri adalah sosok pembelajar mandiri, otodidak, dan ‘luas ilmu dan referensinya’. Santri terbiasa berdiskusi, berdebat ilmiah, membaca secara mendalam, meresume, dan mengulang-ulang pelajaran (takrar). Semua aktifitas tersebut men-drill santri untuk berani mengemukakan pemikiran, membangun argumentasi dan mempertahankan, melatih santri berpikir kritis dan analisis, melecut santri untuk menulis, dan menguatkan daya ingatnya.

Kedua, moderat dan toleran. Dalam melihat, memahami, lalu menghukumi sesuatu, santri memiliki kesadaran diri bahwa sesungguhnya setiap orang tidak memiliki hak  mengatakan yang paling benar. Santri tidak mudah menyalahkan orang lain dan mengafirkan sesama. Sikap toleran santri berupa akhlak terpuji dalam pergaulan, saling menghargai antara sesama manusia. Sikap moderat dan toleran berjalan berkelindan dengan laku lampah santri sehari-hari. Artinya, jika ada santri ekstrim dan tidak toleran, ia telah mengabaikan ajaran substantif dari nilai-nilai dasar pesantren. Pribadi santri diasosiasikan sebagai sosok yang mempunyai kepribadian saleh (baik ritual maupun sosial), berawawasan inklusif, toleran, humanis, kritis dan berorientasi pada komitmen kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan (al-musawah).

Ketiga, mencintai Tanah Air. Cinta tanah air bagian dari iman. Santri harus setia pada NKRI, mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. Jika ada santri yang menyerukan penggantian dasar dan bentuk negara, dipastikan ia adalah santri abal-abal. Di dalam tubuh santri mengalir darah nasionalisme.

Keempat, mandiri, sederhana, ikhlas, asketis, rendah hati, dan selalu istikamah menjaga marwah diri. Kemandirian adalah merupakan elemen esensial dari moralitas yang dimiliki kaum santri. Kemandirian adalah sebuah kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan ketika di pesantren. Selepas dari pesantren, setiap santri mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup, pandai memanfaatkan kesempatan dan peluang,  senantiasa optimis dan melihat peluang, menyesuaikan diri dalam segala peran.

Santri jebolan pesantren biasanya memiliki kemandirian aman (secure autonomy), sebuah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya diri terhadap kehidupan. Kekuatan ini digunakan untuk mencintai kehidupan dan membantu orang lain. Berapa banyak kita mendengar success stories para alumni pesantren. Meraka bisa berdarma dan berkarier di semua matra kehidupan, dari guru ngaji, politisi, seniman, entrepreuneur, aktifis, sampai praktisi IT dengan bisnis rintisannya (start up).

Kelima, visioner. Santri dididik untuk berpandangan jauh ke depan tentang bagaimana membangun masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam universal, seperti keadilan, kesejahteraan, kemajuan, kearifan, kesetaraan, kebahagiaan, dan kerjasama dalam membangun kebaikan dan meminimalisir hal-hal negatif. Santri harus siap kembali ke masyarakat, berproses ditengah-tengah masyarakat, membimbing dan mengajarkan agama, membangun perekonomian rakyat kecil, mengembangkan kualitas pendidikan, memberikan keteladan moral dan dedikasi, serta aktif melakukan kaderisasi demi menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Seseorang tidak memperoleh predikat ‘muslim yang baik’ karena ia tidak pernah memikirkan masa depan Islam. Sedangkan santri yang kurang sempurna dalam menjalankan ajaran agama dianggap sebagai ‘muslim yang baik’, karena ia memikirkan masa depan Islam.

Sebagai mahluk sosial dalam komunitas berbangsa, santri dituntut memberikan manfaat kepada orang lain dalam kerangka ibadah sosial. Sebagai pembangun bumi (imaratul ardhi), santri harus mampu mengelola, mengembangkan, dan melestarikan sumber daya alam. Santri harus menjadi pelopor gerakan hijau (go green) dan mengejawantahkan fikih lingkungan (fiqh biah) yang mereka pelajari.

Pendek kata, di pesantren, santri dididik soal: karakter (character), rasa ingin tahu (curiosity), kreatifitas (creativity), ilmu dakwah/komunikasi (communication), berpikir kritis (critical thinking), bekerjasama (collaboration), tanggung jawab kultural dan sosial (cultural and social responsibility), penyesuian diri (adaptibility), melek media dan digital (digital and media literacy), penyelesain masalah dan membuat keputusan (decision making and problem solving), sehingga melahirkan pribadi-pribadi beretika luhur (strong ethic), terpercaya dan bertanggung jawab (dependability and responsibility), berakhlak mulia (possesing a positive attitude), lentur (adaptibility), jujur dan berintegritas (honesty and integrity), memiliki motivasi untuk tumbuh dan belajar (motivated to grow and learn), tangguh dan percaya diri (strong self anf confidence).

Santri di Zaman Millenial

Kapital sosial santri sungguh luar biasa yang senantiasa menyatukan diri secara integral bersama masyarakat, memiliki basis dan jejaring sosial yang sungguh dahsyat. Potensi yang dimiliki oleh santri selama ini dinilai masih belum tereksplorasi dan termanfaatkan dengan baik dalam membangun bangsa, padahal santri merupakan individu-individu pilihan masyarakat yang diharapkan mampu berbuat sesuatu demi kebangsaan dan kesejahteraan umat.

Santri harus terus mengembangkan diri untuk meneruskan estafet perjuangan para pendahulunya. Perlu dipikirkan bagaimana menciptakan santri agar memiliki kemampuan diferensial dan distinctive dalam menghadapi perkembangan perubahan mondial (global) dan dapat berkiprah dalam wilayah-wilayah sosial, ekonomi, politik maupun pemerintahan. Santri bukan hanya menguasai kitab-kitab kuning saja tapi juga mampu survive dan memberikan warna tersendiri dalam berbagai sektor kehidupan. Santri meski mempunyai bidang "keahlian dunia", di bidang kedokteran, kimia, IT dan desain komunikasi visual, astronomi, nuklir, dan lain-lain sehingga mandiri, tak tergantung ‘angin politik’ dan ‘tidak tegoda’ untuk sibuk ‘menyusun proposal’.

Di era millineal, santri fardhu ain melakukan jihad-jihad kekinian di zaman kacau (mess age) ini. Santri harus menjadi generasi langgas yang moderat dan toleran di dunia maya. Santri harus aktif dan berani mentransfer, mengkampanyekan sekaligus mensosialisasikan doktrin Islam yang toleran dan anti kekerasan di dunia maya. Santri adalah garda terdepan yang  mendakwahkan Islam yang teduh, bukan rusuh. Santri harus menjadi ‘promotor’ persatuan, perdamaian, dan ketertiban. Bukan malah menjadi ‘buzzer’ kemunkaran, permusuhan, fitnah dan ujaran kebencian.

Santri itu harus serba guna, serba bisa, multitalenta. Santi tidak boleh kudet (kurang update). Santri harus berpikir konstruktif,  reflektif, aktif, efektif, kreatif, inovatif. Santri harus terus menjadi pelaku sejarah, bukan beban sejarah. Santi harus menjadi paku bumi sebagaimana amanat Alm. K.H. Abdul Aziz Mansur. Santri harus mampu mengambil peran sebagai lokomotif perubahan sosial demi kemaslahatan umat, bukan sekadar pendorong. Selamat merayakan Hari Santri Nasional!


Sabtu, 19 Oktober 2019

Pujian


MONGGO SHOLAT

Allahumma sholli 'ala Muhammad
Ya robbi sholli 'alaihi wasallim
Li hubbi sayyidina Muhammad
Nurul li badri huda muktama

Monggo poro sederek sami berjamaah sholat
Kangge sangune mbenjang wonten akherat
Menyang sumur nuli wudhu terus dandan
Nunggu imam sinambi puji-pujian
Pitulikur ganjarane wong jama'ah
Sholat dewe lamon bisa maca fatehah

Abu Bakar sohabat nabi
Umar, Usman, Sayyidina Ali
Panutan kito gusti kanjeng nabi
Allahu ta'ala ingkang Moho Suci
Nabi Muhammad utusan Allah
Putro jalere sayyid Abdullah



Minggu, 13 Oktober 2019

Kontrak hidup kita sudah berkurang di dunia ini suamiku sayang. Bertambah usiamu menjadi pengingat bagiku bahwa waktu berjalan dengan cepat.

Semoga disisa hidup ini kita selalu diberi keberkahan hidup oleh Allah. Barakallah fii umrik sayangku, kamu yang terbaik untukku.....

Kamis, 10 Oktober 2019

BELAJAR dari SUMUR

Jika sebuah sumur ditimba airnya, maka setiap hari airnya jernih dan tidak akan pernah kering, selalu ada air di dalam nya...
Namun anehnya, kalau dalam satu hari saja airnya tidak ditimba, ketinggian air yang ada di dalam sumur itu tidak meningkat, sama seperti semula.
Sumur yang tak pernah lagi diambil airnya, bahkan akan cenderung airnya kotor dan beracun, tak layak diminum.
Inilah hukum alam..
Di mana di dalam alam terdapat misteri yang bertujuan untuk selalu memberi & keseimbangan..
Sesungguhnya kehidupan kita juga sama & serupa dengan sumur ini...
Pada umumnya orang berpikir bahwa jika kita memberi apa yang kita miliki pasti akan berkurang dari apa yang di miliki semula...
Tapi kalau kita mau belajar dari sumur ini, semakin banyak dan sering kita memberi akan semakin banyak air yang mengalir kepadanya.
Dalam hal memberi tidak harus dalam bentuk uang atau materi.
Kita bisa saja memberi dalam bentuk apa saja yang kita miliki.
Saat kita mengajarkan dan memberi ilmu, maka dengan sendirinya kemampuan kita akan semakin meningkat.
Yang perlu diperhatikan adalah jangan memberi karena terpaksa, jangan memberi karena ingin dipuji, jangan memberi untuk menunjukkan bahwa kita kaya & jangan memberi karena kebiasaan.
Sebaiknya kita memberi karena menginginkan orang lain agar bisa bahagia, bisa hidup lebih baik dan layak.
Dengan mengembangkan sikap mental memberi yang murni, kita yakin setiap orang bisa melakukannya.
Pilihan terserah pada diri kita.
Sedangkan manfaat langsung yang bisa kita rasakan saat memberi adalah perasaan kepuasan batin.
Dan inilah sebenarnya kebahagiaan sejati..


Rabu, 09 Oktober 2019

WOLAK WALI ING JAMAN

Wolak walik ing jaman,
Wong jaman biyen luru ngelmu
direwangi poso, prihatin
lan meper howo nepsu.
Hasile atine menep, pikirane wening,
tindak tanduke nyenengke.
Jaman sak iki sing akeh mung sewates
iso ngomong ora iso ngelakoni,
sing banter mung suworone,
sing pinter mung pangucape,
rumongso paling bener lan suci dewe,
mulo akeh wong kumalungkung,
di kandani salahe ora trimo,
di jarno sansoyo ndondro.
Kudu eling lan waspodo.
Ojo edan mburu pujian
yen nyatane durung pantes
dadi pepujan.



SORE

Keteduan perlahan datang
Seiring berlalunya siang
Senja menyeruak,,,
Panaspun menghilang
Kemilau jingga nampak menawan
Di antara awan terbang berkejaran
Lantuman ayatpun mengema
Wajah-wajah riang tersungging senyum
Senyum ceria menyambut gelap datang bersama petang iringi malam.
Petang....


Minggu, 06 Oktober 2019

Ahli Kubur Duduk Berdampingan
 Bersama Rasulullah SAW

      Berita alam kubur malam dengan kisah ahli kubur yang telah mendapat syafaat dari Rasulullah SAW. Apa gerangan yang dilakukan hingga menyebabkan ahli kubur ini mendapat syafaat Nabi SAW. Seorang ulama bermimpi bertemu Rasulullah SAW bersama seorang pemuda.
        Kemudian ulama itu diberitahu Nabi Muhammad SAW bahwa si pemuda ini selalu membaca shalawat kepadanya ketika masih hidup.
Kisahnya.Pada zaman dahulu ada seorang sudagar kaya raya. Ia memiliki dua orang anak, sedangkan ibunya telah meninggal dunia terlebih dahulu. Pada suatu saat, saudagar kaya ini sakit keras,
hingga menjelang sakaratul maut,
ia mewariskan harta benda yang melimpah dan tiga helai rambut milik Rasulullah SAW kepada dua anaknya.
       Setelah ayahnya meninggal dunia, maka dua putra kakak beradik itu membagi harta warisan peninggalan orang tuanya menjadi dua bagian sama persis besarnya. Setelah itu, mereka hendak membagi rata tiga helai rambut Rasulullah SAW itu.
"Bagaimana dik jika kita potong satu helai rambut ini sehingga masing-masing dari kita mendapatkan satu setengah helai rambut Rasulullah SAW," ujar sang kakak.
Mendapat tawaran dari sang kakak itu, adiknya merasa sayang jika harus memotong rambut Rasulullah SAW.
Ia ingin menghormati kedudukan Rasululah SAW sebagai Rasul panutan yang baik.
"Aku keberatan dengan ajakan itu," ujar adiknya.
"Kalau begitu, maukah engkau mengambil seluruh rambut Rasulullah SAW dan seluruh harta
warisan peninggalan ayah aku ambil semua sehingga aku tidak akan memberi sedikitpun kepadamu?"
ujar sang kakak yang mulai rakus.
Si Adik Selalu Membaca Shalawat. Setelah berpikir sejenak, sang adik menyetujui pendapat kakaknya. "Baiklah, aku setuju dengan usulanmu itu. Ambillah semua harta peninggalan ayah ini," ujar adiknya yang dikenal sebagai anak saleh tersebut.
       Setelah itu, adiknya memasukkan tiga helai rambut Rasulullah SAW
ke dalam saku bajunya. Rambut itu selalu dibawanya kemana saja ia pergi. Sekali waktu, rambut itu dikeluarkan dari sakunya lalu diciumnya dengan membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.
Dalam waktu yang relatif singkat saja, ternyata bacaan shalawat itu membawa berkah sehingga usaha yang dirintisnya sukses. Ia pun menjadi kaya dengan harta yang melimpah, sedangkan kakaknya yang memilih seluruh harta warisan akhirnya habis dan menjadi miskin.
Syafaat Rasulullah SAW. Pada suatu saat, banyak warga yang bersedih ahti karena adiknya meninggal dunia.
        Pada suatu malam, salah seorang ulama di negeri itu mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW.
Dalam mimpi itu, ulama tersebut melihat pemuda yang meninggal dunia tersebut duduk berdampingan bersama Nabi SAW.
"Wahai Rasululah SAW, siapakah pemuda itu?" tanya ulama dalam mimpinya.
"Ia adalah hamba Allah SWT yang telah mendapat syafaatku," jawab Rasulullah SAW
"Kenapa bisa demikian, aku juga ingin syafaatmu," tanya ulama itu.
"Selama hidupnya, pemuda ini sering mengirimkan shalawat kepadaku," jawab Nabi SAW.
        Akhirnya ulama tersebut terbangun. Mimpi tersebut telah membuat sang ulama tak henti-hentinya mengajak para muslimin muslimat untuk membaca shalawat setiap harinya agar mendapat syafaat seperti pemuda tersebut..



Sabtu, 05 Oktober 2019

Habib Luthfi : Bertemu Nabi Muhammad Lebih Mudah
daripada Bertemu Para Wali

Ada seorang tamu yang bertanya kepada Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, “Habib saya minta diceritakan kisah Rasulullah Saw walaupun sedikit saja”. Maulana Habib Luthfi terdiam.
Kemudian tamu bertanya kembali, Apakah perasaan rindu kepada Rasulullah Saw nyata atau halusinasi? Maulana Habib Luthfi menjawab, perasaan itu nyata, itu hubungan antara Rasulullah saw dengan umatnya. Bukan halusinasi.
Kemudian sambil terisak menahan tangis, bertanya kepada Habib Luthfi bin Yahya, Apakah Rasulullah saw tahu dinamika dan detail kehidupan yang dijalani oleh umatnya?

Maulana Habib Luthfi bin Yahya menjawab : “Kalau tidak tahu dunia ini akan hancur. Rasulullah saw dengan ijin Allah menjaga kehidupan umat manusia, menjaga bumi ini. Jangankan Nabi saw, para walipun tahu. Oleh sebab itu para wali senantiasa memohon kepada Allah untuk menghindarkan musibah dari manusia dan memberikan segala kebaikan bagi kehidupan manusia di bumi”.
Maulana Habib Luthfi bin Yahya melanjutkan, “karena kasih sayang Nabi kepada umatnya, umat mudah sekali bertemu dengan Rasulullah saw (melalui mimpi maupun secara langsung). Bahkan, lebih mudah bertemu Nabi saw daripada bertemu para wali, wakil-wakil Nabi di bumi ini”.
Kemudian Maulana Habib Luthfi bin Yahya membaca beberapa bagian dari kitab Sa’adat darain, yang disusun oleh Syeikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani.
“Diantara manfaat terbesar membaca Shalawat kepada Nabi Saw adalah dapat melihat Nabi saw dalam mimpi. Dan akan terus meningkat kualitas mimpinya seiring semakin banyaknya shalawat yang dibaca, sampai bisa melihat Nabi saw dalam keadaan terjaga.
Nabi saw bersabda, “ " ﻣﻦ ﺭﺍﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﻓﻘﺪ ﺭﺃﻧﻲ ﺣﻘﺎ
“Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia telah melihatku secara nyata (hak)”. Jika ingin bertemu Nabi Saw maka hidupkanlah waktumu dengan memperbanyak shalawat. Dalam ada beberapa hadis lain tentang mimpi bertemu Nabi, yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
ﻣﻦ ﺭﺃﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﻓﻘﺪ ﺭﺃﻧﻰ ﻓﺄﻥ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻻ ﻳﺘﻤﺜﻞ ﺑﻲ
“Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia telah melihatku secara nyata, karena sesungguhnya syaithan tidak dapat menyerupaiku”.
Dalam hadis lain riwayat Abu Hurairah,
ﻣﻦ ﺭﺍﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﻓﻘﺪ ﺭﺃﻧﻰ ﻓﺎﻥ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻻﻳﺘﺼﻮﺭ ﺃﻭ ﻗﺎﻝ ﻻ ﻳﺘﺸﺒﻪ ﺑﻲ .
“Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia telah melihatku secara nyata, karena sesungguhnya syaithan tidak dapat menyerupaiku”.
Hadis ketiga diriwayatkan oleh Thariq bin Asyim RA, Rasulullah saw bersabda,
ﻣﻦ ﺭﺃﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﻓﻘﺪ ﺭﺃﻧﻰ
Dalam hadis lain disebutkan, ﻣﻦ ﺭﺃﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﻡ ﻓﺴﻴﺮﺍﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻴﻘﻈﺔ ﻭﻻ ﻳﺘﻤﺜﻞ ﺑﻲ
“Siapa saja yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga, dan Syaithan tidak dapat menyerupaiku.
Menurut ulama, hadis ini berlaku secara umum, baik dahulu ketika Rasulullah saw masih hidup, maupun saat ini, ketika Rasulullah saw sudah wafat. Lalu apakah ini berlaku bagi mukmin ahli maksiat yang bermimpi melihat Nabi Saw? Menurut ulama, berlaku secara umum baik yang bermimpi orang yang taat maupun mukmin yang tidak taat. Mukmin yang tidak taat yang bermimpi bertemu Nabi saw menjadi pertanda ia akan mendapatkan petunjuk untuk melakukan ketaatan. Nabi saw bersabda, “kalian yang akan dimasukan kedalam surga, akan diberi taufiq untuk beramal baik, meskipun hanya tinggal selangkah lagi ke neraka.
Hadis-hadis ini menjadi kabar baik dari Nabi saw untuk umatnya diakhir zaman.
Sebagaimana disampaikan Nabi saw, diakhir zaman kelak ada umatnya yang secara suka cita mengeluarkan sedekah, dan beramal kebaikan dengan harapan bisa bertemu Nabi saw. Nah, hadis-hadis tadi menjadi pelipur lara bagi umat yang ingin melihat Nabi. Dan Nabi menyatakan, bahwa mereka yang melihat Nabi dalam mimpi, akan berjumpa dengan Nabi dalam keadaan terjaga.
Dikisahkan suatu ketika, Ibn Abbas bermimpi bertemu Nabi, Ibn Abbas ingat sabda Nabi tentang orang yang melihat Nabi dalam mimpi. Kemudian Ibn Abbas menceritakan mimpinya kepada Shafiyah istri Nabi saw. Shafiyah memberikan jubah dan cermin yang pernah digunakan Nabi saw. Pada saat Ibn Abbas bercermin, yang Nampak dalam cermin adalah wajah Nabi saw, bukan wajahnya”.
Habib Luthfi menambahkan, melihat Nabi secara langsung bisa dengan dua kondisi, bisa dengan yaqdztan, bisa dengan thariq kasyf.
Melihat Nabi dengan thariq kasyf, terjadi seketika, seperti saat berhadapan dengan orang lain, saudara, guru, atau orang lainnya, tiba-tiba yang tampak dari wajah orang lain itu adalah wajah mulia Nabi saw. Seperti kasus, Ibn Abbas bercermin dengan cermin Nabi saw, akan tetapi yang tampak dalam cermin bukan wajah ibn Abbas melainkan wajah mulia Nabi Muhammad saw.
Terakhir Maulana Habib Luthfi mengatakan, untuk menjaga hubungan dengan Nabi saw adalah dengan memperbanyak shalawat kepada Nabi. Dan shalawat adalah tali silaturahim kita kepada Rasulullah saw..