SANTRI
TINTA emas sejarah mencatat kaum santri selalu tampil memberi
sumbangsih dan mencurahkan darma baktinya bagi eksistensi Negara dan Bangsa,
baik pada periode Pra Kolonial, Zaman Kolonial, Era Kemerdekaan, Orde Baru, dan
Reformasi. Banyak penelitian dan buku sejarah ‘merekam’ semua ini. Dan menjadi
sebuah fakta sejarah bahwa santri senantiasa memberikan sumbangan maha penting
dan berharga bagi masyarakat bangsa, bukan hanya dalam pembentukan karakter
positif nan luhur bagi individu-individu anak bangsa, melainkan juga bagi
utuhnya sistem Negara Bangsa dengan seluruh pilarnya.
Santri sebagai out put pesantren terbukti tidak hanya mempunyai
intelektualitas yang tinggi, tapi juga sosok yang memiliki kecerdasan spiritual
di atas rata-rata. Santri hidup dan digembleng tentang arti solidaritas,
tenggang rasa, dan kebersamaan, memperoleh piwulang integral dari soal moral
sampai ketrampilan hidup (life skill). Santri diajari soal keduniaan sampai
keakhiratan. Inilah karakter pendidikan pesantren yang komunal, integral, dan
futuristik.
Kekecualian Santri
Pertama, penjelajah intelektual yang kritis. Karena keahlian dan
penguasaan ilmu alat (nahwu) dan bahasa santri terbiasa membaca sendiri
khazanah kitab-kitab klasik maupun modern. Santri adalah sosok pembelajar mandiri,
otodidak, dan ‘luas ilmu dan referensinya’. Santri terbiasa berdiskusi,
berdebat ilmiah, membaca secara mendalam, meresume, dan mengulang-ulang
pelajaran (takrar). Semua aktifitas tersebut men-drill santri untuk berani
mengemukakan pemikiran, membangun argumentasi dan mempertahankan, melatih
santri berpikir kritis dan analisis, melecut santri untuk menulis, dan
menguatkan daya ingatnya.
Kedua, moderat dan toleran. Dalam melihat, memahami, lalu menghukumi
sesuatu, santri memiliki kesadaran diri bahwa sesungguhnya setiap orang tidak
memiliki hak mengatakan yang paling benar. Santri tidak mudah menyalahkan
orang lain dan mengafirkan sesama. Sikap toleran santri berupa akhlak terpuji
dalam pergaulan, saling menghargai antara sesama manusia. Sikap moderat dan
toleran berjalan berkelindan dengan laku lampah santri sehari-hari. Artinya,
jika ada santri ekstrim dan tidak toleran, ia telah mengabaikan ajaran
substantif dari nilai-nilai dasar pesantren. Pribadi santri diasosiasikan
sebagai sosok yang mempunyai kepribadian saleh (baik ritual maupun sosial),
berawawasan inklusif, toleran, humanis, kritis dan berorientasi pada komitmen
kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan (al-musawah).
Ketiga, mencintai Tanah Air. Cinta tanah air bagian dari iman. Santri
harus setia pada NKRI, mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. Jika ada santri yang
menyerukan penggantian dasar dan bentuk negara, dipastikan ia adalah santri
abal-abal. Di dalam tubuh santri mengalir darah nasionalisme.
Keempat, mandiri, sederhana, ikhlas, asketis, rendah hati, dan selalu
istikamah menjaga marwah diri. Kemandirian adalah merupakan elemen esensial
dari moralitas yang dimiliki kaum santri. Kemandirian adalah sebuah kekuatan
internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi
kedirian dan proses menuju kesempurnaan ketika di pesantren. Selepas dari
pesantren, setiap santri mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup,
pandai memanfaatkan kesempatan dan peluang, senantiasa optimis dan
melihat peluang, menyesuaikan diri dalam segala peran.
Santri jebolan pesantren biasanya memiliki kemandirian aman
(secure autonomy), sebuah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia,
kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa
percaya diri terhadap kehidupan. Kekuatan ini digunakan untuk mencintai
kehidupan dan membantu orang lain. Berapa banyak kita mendengar success stories
para alumni pesantren. Meraka bisa berdarma dan berkarier di semua matra
kehidupan, dari guru ngaji, politisi, seniman, entrepreuneur, aktifis, sampai
praktisi IT dengan bisnis rintisannya (start up).
Kelima, visioner. Santri dididik untuk berpandangan jauh ke depan
tentang bagaimana membangun masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam
universal, seperti keadilan, kesejahteraan, kemajuan, kearifan, kesetaraan,
kebahagiaan, dan kerjasama dalam membangun kebaikan dan meminimalisir hal-hal
negatif. Santri harus siap kembali ke masyarakat, berproses ditengah-tengah
masyarakat, membimbing dan mengajarkan agama, membangun perekonomian rakyat
kecil, mengembangkan kualitas pendidikan, memberikan keteladan moral dan
dedikasi, serta aktif melakukan kaderisasi demi menghadapi masa depan yang
penuh tantangan. Seseorang tidak memperoleh predikat ‘muslim yang baik’ karena
ia tidak pernah memikirkan masa depan Islam. Sedangkan santri yang kurang
sempurna dalam menjalankan ajaran agama dianggap sebagai ‘muslim yang baik’,
karena ia memikirkan masa depan Islam.
Sebagai mahluk sosial dalam komunitas berbangsa, santri dituntut
memberikan manfaat kepada orang lain dalam kerangka ibadah sosial. Sebagai
pembangun bumi (imaratul ardhi), santri harus mampu mengelola, mengembangkan,
dan melestarikan sumber daya alam. Santri harus menjadi pelopor gerakan hijau
(go green) dan mengejawantahkan fikih lingkungan (fiqh biah) yang mereka
pelajari.
Pendek kata, di pesantren, santri dididik soal: karakter
(character), rasa ingin tahu (curiosity), kreatifitas (creativity), ilmu
dakwah/komunikasi (communication), berpikir kritis (critical thinking),
bekerjasama (collaboration), tanggung jawab kultural dan sosial (cultural and
social responsibility), penyesuian diri (adaptibility), melek media dan digital
(digital and media literacy), penyelesain masalah dan membuat keputusan
(decision making and problem solving), sehingga melahirkan pribadi-pribadi
beretika luhur (strong ethic), terpercaya dan bertanggung jawab (dependability
and responsibility), berakhlak mulia (possesing a positive attitude), lentur
(adaptibility), jujur dan berintegritas (honesty and integrity), memiliki
motivasi untuk tumbuh dan belajar (motivated to grow and learn), tangguh dan
percaya diri (strong self anf confidence).
Santri di Zaman Millenial
Kapital sosial santri sungguh luar biasa yang senantiasa
menyatukan diri secara integral bersama masyarakat, memiliki basis dan jejaring
sosial yang sungguh dahsyat. Potensi yang dimiliki oleh santri selama ini
dinilai masih belum tereksplorasi dan termanfaatkan dengan baik dalam membangun
bangsa, padahal santri merupakan individu-individu pilihan masyarakat yang
diharapkan mampu berbuat sesuatu demi kebangsaan dan kesejahteraan umat.
Santri harus terus mengembangkan diri untuk meneruskan estafet
perjuangan para pendahulunya. Perlu dipikirkan bagaimana menciptakan santri
agar memiliki kemampuan diferensial dan distinctive dalam menghadapi
perkembangan perubahan mondial (global) dan dapat berkiprah dalam
wilayah-wilayah sosial, ekonomi, politik maupun pemerintahan. Santri bukan
hanya menguasai kitab-kitab kuning saja tapi juga mampu survive dan memberikan
warna tersendiri dalam berbagai sektor kehidupan. Santri meski mempunyai bidang
"keahlian dunia", di bidang kedokteran, kimia, IT dan desain
komunikasi visual, astronomi, nuklir, dan lain-lain sehingga mandiri, tak
tergantung ‘angin politik’ dan ‘tidak tegoda’ untuk sibuk ‘menyusun proposal’.
Di era millineal, santri fardhu ain melakukan jihad-jihad kekinian
di zaman kacau (mess age) ini. Santri harus menjadi generasi langgas yang
moderat dan toleran di dunia maya. Santri harus aktif dan berani mentransfer,
mengkampanyekan sekaligus mensosialisasikan doktrin Islam yang toleran dan anti
kekerasan di dunia maya. Santri adalah garda terdepan yang mendakwahkan
Islam yang teduh, bukan rusuh. Santri harus menjadi ‘promotor’ persatuan,
perdamaian, dan ketertiban. Bukan malah menjadi ‘buzzer’ kemunkaran,
permusuhan, fitnah dan ujaran kebencian.
Santri itu harus serba guna, serba bisa, multitalenta. Santi tidak
boleh kudet (kurang update). Santri harus berpikir konstruktif,
reflektif, aktif, efektif, kreatif, inovatif. Santri harus terus menjadi pelaku
sejarah, bukan beban sejarah. Santi harus menjadi paku bumi sebagaimana amanat
Alm. K.H. Abdul Aziz Mansur. Santri harus mampu mengambil peran sebagai
lokomotif perubahan sosial demi kemaslahatan umat, bukan sekadar pendorong.
Selamat merayakan Hari Santri Nasional!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar