Maulid atau Kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Muhammad dilahirkan pada
tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah atau sekitar tahun 570 Masehi, yang di
kalangan umat islam lebih dikenal dengan Maulid Nabi. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang
berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara
substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada
Rasulullah Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW sendiri
tidak pernah merayakan maulid beliau, maka sebagian umat Islam menganggap
perayaan Maulid ini bid’ah. Namun demikian, sebagian besar Muslim Indonesia,
merayakan Maulid Nabi setiap tahun, termasuk Maulid Nabi yang dilaksanakan
secara Nasioanal, yang selalu dihadiri oleh Kepala Negara, para pejabat tinggi
dan duta besar negara-negara Islam.
Maka, suatu hal yang Esensial atau sangat
penting dan utama dalam peringtan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, adalah
hendaknya kita dapat meneladani atau mencontoh cara hidup beliau,
berdasarkan apa yang diajarkan dan dicontohkan Nabi SAW. Karena, hanya dengan mencontoh kehidupan Rasulullah
SAW itu, kita akan menjadi orang yang beruntung, sebagaimana firman Allah:”(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raa 7:157)
Pribadi Yang Mulia
Nabi Muhammad SAW adalah
seorang manusia yang sangat sempurna, yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Dia-lah Kekasih Allah. Nama Nabi Muhammad SAW selalu ”digandengkan” dengan Nama
Allah. Nama Muhammad Saw sendiri sudah ada sejak Nabi Adam diciptakan. Allah
sendiri memuji akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad SAW sebagaimana
firman-Nya:”Sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS.
Al-Qalam:4).
Jangankan kita, para sahabat saja tak sanggup melukiskan keindahan akhlak Rasulullah SAW. Apabila mereka ditanya tentang bagaimana akhlak Rasulullah SAW, mereka hanya bisa menangis. Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi SAW. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu peristiwa yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.
Jangankan kita, para sahabat saja tak sanggup melukiskan keindahan akhlak Rasulullah SAW. Apabila mereka ditanya tentang bagaimana akhlak Rasulullah SAW, mereka hanya bisa menangis. Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi SAW. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu peristiwa yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.
Ketika Siti Aisyah r.a, istri Nabi SAW ditanya oleh
seorang Badui tentang akhlak Nabi SAW, beliau hanya menjawab: ”Akhlak Muhammad
itu Al-Qur’an”. Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi SAW itu bagaikan
Al-Qur’an berjalan. Badui itu tidak puas, bagaimana mungkin ia segera mengetahu
akhlak Nabi kalau ia harus membaca seluruh kandungan Al Qur’an. Aisyah akhirnya
menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak Surat Al-Mu’minun ayat 1-11,
yaitu: ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang khusuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari perbuuatan dan perkataan yang tidak berguna, dan
orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang
selain itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan janjinya, dan
orang-orang yang menjaga shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang mewarisi,
mewarisi surga Firadaus. Mereka kekal di dalamnya”
Adab Rasulullah tehadap
Istrinya Aisyah
Dan ketika didesak pertanyaan
tentang kesan beliau terhadap suaminya, Nabi Muhammad SAW, Aisyah menjawab, “Ah
semua perilakunya indah.” Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat
terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di tempat
tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan,
suamiku berkata, ”Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih
dahulu.” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam
sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan
rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.
Suatu saat, Nabi Muhammad SAW
membuat khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati
suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. Dia terkejut bukan
kepalang melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, “Mengapa engkau
tidur di sini?” Nabi Muhammmad menjawab, “Aku pulang sudah larut malam, aku
khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya
aku tidur di depan pintu.”
Begitulah akhlak Rasulullah
SAW, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan
tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil
sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia?.
Allah pun sangat menghormati
Nabi Muhammad SAW Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan
sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad
SAW Allah menyapanya dengan “Wahai Nabi”. Ternyata Allah saja sangat
menghormati beliau.
Detik-detik Terakhir Kehidupan Rasulullah
SAW
Menjelang akhir hayatnya,
Rasulullah SAW berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan
memanggilku, aku tak ingin di Padang Mahsyar nanti ada diantara kalian yang
ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan
dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!”
Para sahabat terdiam, namun ada seorang
sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa
barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisiku dengan tongkatmu.
Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut balas
hari ini.”
Para sahabat lain terpana,
tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Umar langsung berdiri dan
siap “membereskan” orang itu. Tapi Rasulullah SAW melarangnya. Rasulullah SAW
menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di
rumah Nabi SAW keheranan ketika Nabi Rasulullah SAW meminta tongkat. Setelah
Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada
sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasulullah SAW
berikan pada mereka.
Rasul memberikan tongkat
tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah
tubuh Rasulullah SAW. Nabi SAW berkata, “Lakukanlah!” Detik-detik berikutnya
menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut
malah menciumi perut Nabi Rasulullah SAW dan memeluk Nabi seraya menangis,
“Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku
bersentuhan dengan tubuhmu!.
Aku ikhlas atas semua
perilakumu wahai Rasulullah”. Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu
Akbar” berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi SAW itu tidak
mungkin diucapkan kalau Rasulullah SAW tidak merasa bahwa ajalnya semakin
dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk
Rasulullah SAW sebelum Allah memanggil Rasulullah SAW ke hadirat-Nya.
Nabi Muhammad SAW ketika melaksanakan Haji Wada’, di
Padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri
berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi SAW dengan dibalut sorban dan tubuh yang
menggigil berkata, “Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa
yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti,
apa jawaban kalian?”
Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang
meneteskan air mata. Nabi Rasulullah SAW melanjutkan, “Bukankah
telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh
beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah
bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian
wahyu dari Allah…..?” Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab,
“Benar ya Rasulullah!”
Kemudian, Rasulullah SAW pun mendongakkan kepalanya
ke atas, dan berkata, “Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah…Ya Allah
saksikanlah!”. Nabi SAW meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan
tugasnya.
Rakhmatan Lil Alamin (Rahmat
bagi Seluruh Alam)
Nabi
Muhammad SAW sebenarnya bukan untuk orang Islam saja, atau hanya untuk manusia
saja. Tapi Nabi Muhammad Saw merupakan rakhmat bagi seluruh alam, artinya bagi
seluruh jagat raya ini, baik bumi, langit dan tata surya serta semua makhluk
yang ada di antara keduanya, seperti matahari, bulan, bintang, manusia, hewan,
tumbuh-tumbuahan dlsb. Firman Allah SWT :“Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Surah Al-Anbiya’:107).
Tanamkanlah
cinta sedalamnya kepada Rasulullah SAW dengan mencontoh akhlak, ibadah dan
sunnah beliau. Bersalawatlah selalu kepada Nabi, karena bukti orang yang
mencintai seseorang, ialah sering menyebut-nyebut namanya.
Lihatlah betapa cintanya Bilal bin Rabbah kepada
Nabi SAW. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, beliau menolak untuk menjadi muazzin
di Mesjid Nabawi, karena khawatir dirinya tidak dapat membendung air mata dan
rasa rindu mengenang saat bersama Rasulullah. Beliau akhirnya hijrah ke Syam
untuk berjihad mengikuti jejak langkah para sahabat Nabi, meninggalkan Madinah,
kota dimana dia selalu bersama orang yang sangat dikasihinya.
Setelah
sekian lama berada di kota Damascus, Bilal didatangi Rasulullah SAW di dalam
mimpi. Rasul bersabda: “Wahai Bilal, apakah yang menahanmu? Sudah lama engkau
tidak datang menjengukku?.” Lalu Bilal pun bergegas menziarahi Madinah. Di
Madinah, Bilal dibujuk oleh cucunda Nabi, yakni Hassan dan Hussein untuk
mengumandangkan azan. Bilal akhirnya setuju.
Saat
mendengar suara emas Bilal, sayup-sayup di Madinah terdengar dengan ratapan dan
tangisan. Banyak orang melihat melalui jendela dan keluar dari rumah menuju ke
jalanan. Sambil menahan rasa rindu kepada Rasulullah SAW, mereka bertanya, “Apakah
Rasulullah SAW telah dihidupkan kembali?” Ada pula yang berbisik dengan
linangan air mata, “Marhaban ya Rasulullah, Marhaban ya Rasulullah.”
AllahummaSolli ala Muhammad.
Uswatun Khasanah (Contoh
Kehidupan Yang Baik)
Secara fisik, Muhammad
merupakan manusia sempurna yang patut menjadi Uswatun Hasanah, suri tauladan
bagi seluruh umat manusia, sesuai dengan firman-Nya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab: 21).
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab: 21).
Secara batiniah Rasulullah mempunyai sifat-sifat yang terpuji, yang
telah dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Tetapi sayang, tidak semua
manusia menyadari keberadaan unsur tersebut, apalagi mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga tidak mengherankan bila banyak orang yang
mengaku umat Nabi Muhammad SAW. umat yang sangat terpuji, justru banyak
melakukan perbuatan tercela.
Hal ini karena mereka belum
dapat menghayati Muhammad dalam nilai-nilai terpuji, di setiap aktivitas
hidupnya dalam bermasyarakat. Padahal setiap hari mereka selalu mengatakan
dalam shalat: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”. Kalimat Syahadat tersebut mempunyai makna
yang sangat dalam sekali, yaitu saksinya seorang yang menyaksikan kepada siapa
dia bersaksi. Secara hakikat, makna simbolis dari “wa asyhadu an la Muhammad
Rasulullah” adalah sebuah pengakuan bahwa setiap diri telah ditempati oleh
unsur terpuji yaitu Nur Muhammad, yang harus diimani dan diikuti sesuai dengan
firman Allah dalam Al Qur’an: ”Katakanlah : “Jika kamu benar-benar mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” QS Ali
Imran: 31).
Rasulullah SAW Sangat
Mencintai Ummatnya
Rasulullah SAW adalah orang
yang sangat cinta dan peduli dengan umatnya, sehingga digambarkan Allah SWT: ”Sungguh
telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian sendiri. Ia merasakan
beratnya penderitaan kalian, sangat mendambakan (keimanan dan keselamatan)
kalian, dan amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman’ (QS
At Taubah:128)
Begitu cintanya Rasul terhadap
umatnya sehingga ucapan terakhir beliau sesaat sebelum menghembuskan nafas
terakhir adalah: ”umatti… umatti … ummatti..’. Annisa,….annisa , annisa dan As-shalat, ….
as-shalat, as shalat…. Karena Rasulullah SAW telah menyaksikan, bahwa di akhir
zaman, umat Islam semakin banyak jumlahnya, tapi cuma KTP saja. Tidak
menjalankan perintah-perintah Allah, terutama shalat, padahal amal yang paling
utama setelah iman kepada Allah, adalah shalat. Apabila shalat kita baik, maka
amal-amal yang lain akan menjadi baik. Tapi bila shalatnya amburadul, apalagi
bila tidak shalat sama sekali, maka amal-amal yang lain seperti puasa, zakat,
haji dlsb, tidak akan ”diperhitungkan” sama sekali.
Bila Kita Mengaku Cinta
Rasulullah SAW
Bila kita
benar-benar cinta kepada Rasulullah SAW, tidak cukup hanya dengan pujian dan
salawat saja. Bukti cinta kita kepada Rasulullah SAW adalah dengan mengamalkan
seluruh hadist-hadistnya. Hadist Nabi ini ada tiga bagian besar, yaitu 1.
Penampilan (termasuk cara berpakaian dan pelihara jenggot), 2. Cara hidup
sehari hari (mulai bangun tidur sampai tidur kembali) seperti makan, minum,
mandi, buang air, tidur, ibadah shalat, puasa, pernikahan, hubungan
suami-istri, perdagangan, dlsb), dan 3. Fikir Rasulullah, bagaimana agar semua
umat Rasulullah SAW masuk surga.
1. Mengamalkan hadist-hadist
dan ajaran Rasulullah SAW.
Banyak sekali hadist-hadist
Rasulullah sebagai kecintaan Rasul kepada umatnya.Tentu bukti cinta kita adalah
dengan mengamalkan hadist-hadist tersebut. ‘Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu’
(QS Ali Imran:31)
2. Memperbanyak shalawat dan pujian untuk Nabi SAW
Allah SWT berfirman: ”Sesungguhnya Allah dan
para Malaikat bershalawat kepada Nabi . Wahai orang-orang beriman,
bershalawatlah kepadanya dan ucapkanlahsalam
3. Dakwah Amar Makruf Nahi
Munkar
Allah berfirman: ”Kalian
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah yang mungkar, dan kalian beriman kepada Allah….(QS Ali
Imran:110)
Selama 23 tahun Nabi Muhammad
SAW sejak diangkat sebagai Rasulullah SAW, beliau dan para sahabat bukan hanya
menjalankan ibadah, tapi berdakwah. Karena dakwah, Islam tersebar ke seluruh
dunia, sehingga sampai ke negara kita Indonesia. Islam masuk ke Indonesia bukan
karena dibawa oleh burung atau diterbangkan oleh angin, tapi oleh manusia, juru
dakwah.
Indonesia saat ini merupakan
”negara Islam” terbesar, tapi hanya dalam jumlah, tidak dalam kualitas. Islam tersebar di Indonesia
bukan dengan cara kekerasan atau perang, tapi dengan akhlak yang indah, yang
dibawa oleh para da’i terdahulu, yang lebih dikenal sebagai ”pedagang” sehingga
orang dengan sukarela masuk Islam.
Tapi kehidupan kebanyakan kaum Muslimin dan Muslimat
saat ini sangat menyedihkan, jauh dari ajaran agama Islam. Mesjid
tidak terhitung jumlahnya dan megah-megah tapi umumnya kosong. Yang shalat
paling banyak 1-2 saf saja. Banyak Muslim Indonesia tidak shalat, terutama anak-anak muda. Mesjid hanya
diisi jamaah yang sudah tua, kemanakah yang muda-muda?.
Umat Islam Indonesia saat ini tingkah laku dan cara
hidupnya, tidak lagi Islami, baik cara berpakaian, berdandan, berdagang, acara
pernikahan, dan sebagainya.
Marilah kita kembali kepada
ajaran Agama Islam yang sesungguhnya dengan menjalankan segala perintah Allah
dan menjauhi segala larangnnya, sebagaimana yang telah dicontohkan dalam
kehidupan Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Ref.Dari berbagai sumber.