InspirasI

Rabu, 20 Mei 2015

ISLAM DAN SEMANGAT KEBANGSAAN

Oleh : Marsudi Tri Sampurno
Semangat kebangsaan disebut juga sebagai nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme dibagi menjadi dua, yaitu nasionalisme dalam arti sempit, juga disebut dengan nasionalisme yang negatif karena mengandung makna perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsanya yang sangat tinggi dan berlebihan, sebaliknya memandang rendah terhadap bangsa lain. Dan nasionalisme arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme dalam pengertian inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia karena mengandung makna perasaan cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air dan tidak memandang rendah bangsa lain.
Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, tapi bersifat toleran, bercorak ketimuran hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Pandangan Soekarno tentang Pancasila merupakan gagasannya untuk mewadahi beragam aliran pemikiran dan kelompok pergerakan nasional pada waktu itu dengan didasari semangat mempersatukan Indonesia yang luas dan majemuk tentu saja tidak hanya disatu pihak namun dibanyak pihak. Beliau menyatakan “toleransi itu bersifat ketimuran” dengan maksud bahwa kita adalah bangsa timur dengan ciri atau identitas diri kita adalah bangsa timur yang besar akan toleransi ditengah banyaknya bermacam-macam aliran dan pendapat ditampung dalam sebuah wadah sehingga timbul persatuan dan kesepakatan untuk membentuk semangat demokrasi.
Nasionalisme ditengah terjangan Globalisasi
Dewasa ini tantangan terhadap keberadaan bangsa kita Indonesia semakin besar. Ancaman territorial menjadi salah satu sorotan diantara sekian banyak masalah yang menyelimuti bangsa kita. Masalah bangsa seakan-akan terus terjadi dan terus bertumpuk yang akhirnya membuat lemah bangsa ini karena hanya fokus mengurus keadaan didalamnya dan lupa keluar lingkup masalah. Kesungguhan pemerintah dalam melindungi aset yang dimiliki baik laut, darat harus diperbesar lagi. Menjual sesuatu yang menyangkut kepentingan rakyat banyak dan merugikan rakyat bisa dikatakan mendegradasi semangat nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme harus tetap ada dan menjadi pondasi dalam menjaga kedaulatan dan aset yang dimiliki bangsa ini.
Nasionalisme ketika dikaitkan dengan kehidupan warga negara adalah perwujudan sikap dan aksi yang proaktif dan dinamis dalam rangka mempertahankan identitas diri sebagai warga suatu negara. maka menurut saya, nasionalisme itu bukan hanya soal pengetahuan semata, tapi soal menyikapi dan menghayatinya dalam kehidupan. Kita sebagai warga negara harus bangga sebagai warga Negara Indonesia dan wajib mengisi kemerdekaan dengan pembangunan sesuai dengan kemampuan dan peran kita saat ini, tetapi kebanggaan yang ditonjolkan haruslah kebanggaan yang dapat dirasakan oleh seluruh bangsa. Jangan sekali-sekali menonjolkan prestasi suku ataupun golongan secara berlebih-lebihan agar tidak memperlemah persatuan nasional. Menggunakan bahasa daerah kepada golongan yang tidak mengerti bahasa tersebut adalah perbuatan yang sangat tidak bijaksana. Maka dari itu, sifat tenggang rasa demi kesetiakawanan nasional harus dipupuk terus-menerus khususnya kepada generasi muda, dengan cara membangun bangsa dan negara dengan wawasan nusantara.
Dewasa ini hubungan antar bangsa sangat erat, untuk itu masyarakat utamanya generasi muda harus membuka diri dengan kebudayaan lain. Bangsa yang menutup rapat-rapat dirinya akan ditinggal oleh kemajuan zaman, akan ditinggal oleh kemajuan bangsa-bangsa lain. Dalam meletakkan masyarakat modern, usaha untuk menyerap masuknya modal asing, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan dari luar, akan terbawa pula nilai-nilai sosial dan politik yang berasal dari kebudayaan lain. Masuknya nilai-nilai kebudayaan lain ini akan makin deras mengalir sejalan dengan kebebasan dan keterbukaan.
Nasionalisme sangat penting bagi suatu bangsa agar bisa survive dalam percaturan global.Nasionalisme akan menjaga kedaulatan dalam satu identitas bersama.Nasionalisme juga berperan sebagai inspirasi yang menjadi motivasi bagi individu bangsa secara kolektif untuk berprestasi. Dalam iklim persaingan kapitalistik ditingkat global nasionalisme merupakan modal untuk membangun harga diri yang pada gilirannya akan membangun bargaining position yang kuat dalam persaingan. Membangun rasa nasionalisme menjadi mendesak ditengah persaingan global yang datang menjamah dari kiri dan kanan,depan dan belakang serta ditengah identitas nasional yang semakin tergerus.
Terkikisnya semangat nasionalisme dalam diri setiap individu warga Indonesia bukan suatu hal yang tidak mungin. Arus Globalisasi yang begitu deras akan menerpa siapapun dan dimanapun. Semua butuh penguat agar Nasionalisme tidak hilang. Beruntunglah Indonesia punya Ideologi Pancasila dengan slogannya Bhineka Tunggal Ika. Dengan slogan tersebut perbedaan suku, ras, agama, bahasa dan yang lainnya bukan suatu ancaman melainkan potensi yang perlu dikembangkan agar tumbuh dan lestari.
Nasionalisme dalam Islam   
Suatu hari Soekarno bertanya pada KH. Abdul Wahab Hasbullah – Rais Aam Nahdotul Ulama(NU) setelah KH. Hasyim Asyari  mengenai nasionalisme dalam ajaran Islam. Sangkiyai kemudian mengatakan, “Kalau Islam dilaksanakan dengan benar pasti umat Islam akan nasionalis.”
Apa salah kalau kita mencintai tanah di mana kita lahir di sana? tentunya tidak,dan itu salah satu fitrah yang Tuhan tanamkan di lubuk hati setiap manusia. Contoh kecilnya, ketika kita berjumpa di kota Kabupaten dengan seseorang yang berasal dari Kecamatan yang sama kita merasa ada kedekatan tersendiri, walaupun sebelumnya kita belum pernah bertemu. Begitu pun ketika berjumpa di ibu kota Provinsi dengan seseorang dari Kabupaten yang sama, di ibu Kota negara dari Provinsi yang sama, atau bahkan di luar negeri dari negara yang sama.


Islam sangat mengapresiasi seseorang yang mencintai tanah airnya, karena itu bersesuaian dengan fitrah kemanusiaan. “Demi Allah,” ujar nabi bersumpah ketika berangkat hijrah meninggalkan kota Makkah, “Sesungguhnya engkau adalah negeri Allah yang paling dicintai-Nya. Dan seseungguhnya aku juga sangat mencintaimu. Kalaulah pendudukmu tidak mengusirku, maka aku tidak akan pernah meninggalkanmu.” Islam sangat menantang penjajahan yang dilakukan kaum imperialis, karena itu kita lihat bagaimana dalam upaya mencapai kemerdekaan republik tercinta ini para ulama dan santrinya bahu membahu untuk mengusir mereka. Islam juga mengajarkan untuk saling mencintai, mempererat hubungan kemanusiaan, seperti halnya yang pernah terjadi di kota Madinah di masa-masa Rasulullah memimpin. Tinggal kalau ada orang-orang yang mengklaim bahwa nasionalisme itu mestilah membela negara dalam kondisi menzolimi negara lain, atau membela kelompok yang menzolimi kelompok lain, maka Islam berlepas diri dari defenisi seperti ini. Tentunya Islam juga menolak kalau ada pemimpin yang mengatakan nasionalisme di mulut, tetapi di belakang satu persatu aset bangsa ini diserahkan ke tangan asing. Harus konsisten antara perkataan dan perbuatan dalam mengelola negara sebesar Indonesia ini.
Berbicara masalah nasionalisme pemikiran  kita pasti terbatas hanya pada batas geografis suatu wilayah saja. Namun kalau dilihat dari sudut agama  Islam justru mengatakan bahwa batas nasionalisme-nya adalah aqidah (kesamaan keyakinan). Di mana ada muslimnya maka itu adalah tanah air Islam, dan hubungan dengan muslim di tanah tersebut melebihi hubungan darah yang berbeda keyakinan.Di sinilah konsep ukhuwah(persaudaraan dalam Islam) berlaku seperti satu batang tubuh, yang satu merasakan sakit maka yang lain ikut merintih, yang satu sejahtera maka yang lain merasakan ketentramannya. Inilah konsep Nasionalisme bila dilihat dari sisi agama Islam sebagai agama mayoritas di negeri Nusantara ini.
Peran Organisasi Massa di Indonesia
Dua Ormas Islam terbesar di bangsa ini NU-Muhammadiyah menggunakan legitimasi sejarah untuk mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI sebagai konsepsi ideal-kontekstual. Kedua Ormas Islam dengan penganut mayoritas itu terlibat langsung dalam pergulatan memformulasikan konsep bernegara pasca penjajahan yang mewariskan catatan hitam sejarah Indonesia dan mengamini Pancasila sebagai ideologi negara, dengan keyakinan bahwa Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan lima nilai yang terkandung di dalamnya merupakan satu bentuk penjabaran ajaran agama Islam yang universal (rahmatan lil alamin).Bagi umat Islam tidak ada alasan  lagi untuk menolak Pancasila sebagai dasar Negara.   
NU dan Muhammadiyah adalah benteng pluralisme dan NKRI dalam balutan Islam rahmatan lil alamin. Tak sadar ternyata semua presiden berasal dari keluarga besar dan bersentuhan dengan NU dan Muhammadiyah. Setiap saat terjadi peristiwa politik, setiap terjadi kasus sosial dan keagamaan, maka saat itu pula mata tertuju ke NU dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah sejak lama, sejak berdirinya dua organisasi ini, maka kedua organisasi ini menjadi rujukan. NU dan Muhammadiyah adalah penjaga pluralisme bangsa Indonesia.
Nahdhatul ‘Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dua organisasi masa (ormas) Islam yang lahir di bumi Indonesia sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hitung saja berapa jumlah putra-putri kader mereka yang di setiap orde dan periode kepemimpinan Indonesia pasti muncul menjadi bagian dari pemegang amanah penderitaan rakyat. Kelahiran kedua ormas Islam sama-sama dibidani oleh Kyai, oleh ‘Ulama Besar (Kubara’) Indonesia pada masanya. Keduanya sama-sama memiliki jumlah anggota 30-an juta,satu jumlah yang cukup besar. Maka semua sepakat jika kedua ormas Islam ini adalah terbesar di Indonesia.
Ajaran NU dan Muhammadiyah
Ormas Muhammadiyah didirikan langsung oleh KH Ahmad Dahlan, sedangkan NU (Nahdatul Ulama) didirikan oleh KH Hasyim Asy’arie. jika diurutkan silsilah kedua ulama tersebut, maka beliau berdua akan bertemu pada Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. KH Ahmad Dahlan dari Maulana Ainul Yakin (Sunan Giri) anak Maulana Ishak dan KH Hasyim Asy’arie dari Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang, Guru Sunan Kalijaga) anak Raden Rahmatullah (Sunan Ampel).Walisongo mempunyai peran dalam perintisan awal cikal bakal kedua ormas di negeri ini lewat para penerusnya.
Ajaran Islam NU dan Muhammadiyah adalah ajaran Islam yang kaffah. Ajaran Islam yang menghargai setiap perbedaan. Islam dimaknai oleh NU dan Muhammadiyah sebagai ahlussunnah wal jamaah, berjalan dan pengamal sunnah dalam kelompok jamaah Islam penganut ajaran Rasullullah Muhammad SAW. Islam pun diajarkan untuk hidup berdampingan secara damai. Di kalangan kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu diajarkan berbagai ajaran tentang cara hidup Rasullullah SAW di Madinah. NU dan Muhammadiyah mengajarkan Islam sebagai rahmat. Islam sebagai hadiah bagi seluruh umat Islam, bagi umat non Islam, dan bahkan bagi alam semesta. Al Qur’an dan Hadits tetap menjadi pedoman utama umat Islam dalam kehidupan ini.
Bung Karno adalah anak didik Muhammadiyah. Pengaruh Muhammadiyah dalam diri Bung Karno menyebabkan Bung Karno menjadi pribadi yang terbuka terkait keberagaman. Bahkan persentuhan dengan Muhammadiyah tampak sekali dalam diri Bung Karno berupa rumusan Pancasila yang sangat berbau Islam. Setiap isi sila dalam pancasila adalah representasi dan pengaruh ajaran Islam yang kental. Tidak ada satu pun sila-sila Pancasila keluar dari ajaran Islam.
Negara menjamin kebebasan beragama
Seiring dengan semakin dewasanya bangsa ini nampaknya Islam menjadi suatu kekuatan tersendiri yang kemudian pada babak awal didirikannya bangsa ini terjadi perdebatan yang cukup alot mengenai pijakan dasar dari Negara ini. Walau Islam bisa dibilang sangat dominan ketika itu, tetapi  sejarah masa lalu tidak bisa diabaikan begitu saja, kebhinnekaan bangsa ini tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan memihak pada kubu tertentu yang kuat secara politis dan massa. Untuk menjawab semua itu akhirnya negeri ini secara khusus mendirikan suatu lembaga khusus yang membidangi hubungan Negara dan agama yang kemudian dikenal dengan Depertemen agama (sekarang kementerian agama). Namun maksud dari adanya kementrian agama tersebut bukan berarti Negara ikut campur dalam keberagamaan penduduknya, tetapi Negara tetap berpegang teguh pada dasar Negara yang memberikan kebebasan dalam memeluk agama yaitu bunyi sila pertama dari Pancasila dan pasal 29 ayat (2) UUD’ 45 yang berisi tentang kebebasan beragama dan jaminan tidak ada diskriminasi agama di Indonesia. Negara peduli kepada rakyatnya untuk memilih suatu agama yang diyakininya. Kepedulian Negara terhadap adanya agama sangat penting agar masyarakat bisa tertata akan akhlak budi pekertinya.
 Menumbuhkan Semangat Nasionalisme
Membangun semangat nasionalisme memang tidak mudah. Beruntung bangsa ini sudah mempunyai  lambang Negara yaitu Burung Garuda Pancasila yang diakui sebagai salah satu pilar pemersatu bangsa ini. Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan. Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam dokumen pembukaan UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan. Tanpa diamalkan, apapun dasar falsafah yang dipakai, apapun konsepsi yang dibuat tidak akan berguna dan tidak ada artinya.
Satu lagi pilar yang penting adalah bahasa Indonesia karena bahasa merupakan alat komunikasi yang menyatakan segala sesuatu yang tersirat dalam diri kita. Bahasa sebagai suatu sistem ketetapan hubungan pengertian memungkinkan manusia melakukan hubungan di antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai fungsi yang menjadi sangat dominan, yaitu bahasa sebagai alat pemersatu bangsa. Karena pada kenyataannya, hampir semua penduduk di Indonesia mengerti bahasa Indonesia. Bahasa ini juga sudah diikrarkan menjadi bahasa nasional ketika sumpah pemuda dikumandangkan tahun 1928. Kekuatannya dalam mempersatukan bangsa Indonesia sudah tak bisa diremehkan lagi. Sebagai buktinya, semangat para pejuang pada saat mengupayakan kemerdekaan Negara Indonesia. Mereka dengan lantang menyuarakan semboyan “Merdeka atau Mati!”. Semboyan ini secara serta merta membangkitkan semangat rakyat untuk terus berjuang demi kesatuan bangsa.
Fakta kekiniannya menunjukkan jika bangsa kita masih mendapat penjajahan dalam bentuk lain yakni hegemoni bangsa-bangsa maju secara ekonomi maupun industri belum mampu kita hilangkan seratus persen dari tanah air Indonesia. Benturan globalisasi dan peradaban belum mampu menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai identitas bermasyarakat dan berbangsa. Nilai nasionalisme tersebut idealnya harus menjelma dalam praktik berdemokrasi kita, minimal menegakkan pilar-pilar demokrasi ala demokrasi pancasila yakni kedaulatan ada ditangan rakyat, bukan oleh bangsa lain.
Ruh Islam dalam Sila Pancasila
Praktik berbangsa dan bernegara harus mencirikan nilai filosofis pancasila. Pancasila adalah sumber nilai, sumber inspirasi sekaligus menjadi bintang penuntun dalam kehidupan bernegara yang secara tehnis dijabarkan lebih konkret dalam bentuk norma-norma hukum seperti yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis. Pancasila mendapatkan tempat yang tinggi karena ia menjadi sumber inspirasi dan jadi roh-roh kehidupan bagi setiap manusia Indonesia yang beragama. Dalam UUD 1945 dengan tegas disebut bahwa ‘Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya’, teks tersebut secara subsatnsial sesuai dengan sila pertama pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ruh ke-Islam-an dapat dirasakan jika kita mengkaji satu persatu sila dalam Pancasila tersebut. Sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ adalah pancaran Tauhid. Sila kedua ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan salah satu unsur utama dari ajaran ijtima’iyah (nilai-nilai keadilan masyarakat) menurut ajaran Islam. Sila Ketiga Persatuan merupakan satu sendi ajaran Islam yakni “umatan wahidatan”. Sila Keempat Kerakyatan dilukiskan dengan kata musyawarah dalam al-Qur’an. Kemudian sila yang ke lima Keadilan Sosial menjadi sasaran pembentukan masyarakat marhamah menurut ajaran Islam, yang dipraktekkan dengan perasaan santun dan kasih sayang. Ada hubungan sangat erat antara Islam dan negara ini. Kita semua harus ingat bahwa konseptor-konseptor negara cikal bakalnya, pembuatan perangkat bernegara adalah para pimpinan tokoh besar organisasi Islam.
Para pahlawan yang telah berjuang dahulu juga memiliki kontribusi terhadap bangsa ini. Indonesia bisa berdiri tegak sebagai sebuah negara berdaulat dengan batas-batas teritorial yang jelas, dikelola oleh pemerintahannya sendiri berdasarkan elemen-elemen perekat bangsa berupa Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Mengguggat nasionalisme berarti juga menggugat kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang direkatkan oleh keempat pilar kebangsaan tersebut. Hal ini berarti juga menggugat Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika yang merupakan nilai-nilai dasar yang terkristal dari sejarah perjuangan bangsa menuju terbentuknya NKRI yang berdaulat. Nilai-nilai itu muncul dalam konteks sejarah perjuangan para bapak bangsa untuk mewujudkan dan menjaga keutuhan NKRI. Semangat nasionalismelah yang memungkinkan semuanya itu ada dan terjadi.
Bagi seorang siswa atau masyarakat pada umumnya cara menumbuhkan Nasionalisme adalah dengan aktif utuk upacara bendera setiap hari senin atau peringatan hari besar lainnya. Dalam upacara juga ada sesi dimana kita diingatkan dengan para Pahlawan yang telah gugur membela negeri Indonesia. Upacara adalah salah satu indikator bagaimana sikap nasionalisme rakyat Indonesia saat ini. Menghormat bendera itu bukan berarti kita menyembah bendera tersebut maknanya. Namun itu adalah sebagai bentuk penghormatan, kita bisa menjadi bangga karena dengan Bendera Merah Putih bangsa ini bisa bersatu untuk terus berjuang bersama meraih kejayaan bangsa. Nasionalisme memang tidak bisa hanya diukur sebatas ikut upacara saja namun kegiatan tersebut salah satu cara yang dapat memupuk rasa Nasionalisme terhadap bangsa ini.
Nasionalisme harga mati
Membangun nasionalisme merupakan tugas yang sangat penting untuk menghadapi persaingan. Pembangunan nasionalisme substantif diarahkan pada isu-isu strategis dan urgen saat ini yaitu, membangun ekonomi nasionalisme yang sesuai konstitusi,memecahkan problem kebinekaan, merevitalisasi Pancasila untuk lebih membangun persatuan bangsa, mengeliminasi munculnya separatisme dan penjagaan pulau-pulau terluar untuk menjaga kedaulatan bangsa Indonesia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berwibawa di tengah-tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia ini.
Bung karno pernah berpesan bahwa jangan sekali-sekali meninggalkan  sejarah. Indonesia pernah menjadi negara besar di zamannya maka tidak cukup kita hanya berbangga diri saja. Maka untuk menjadi besar perlu semangat dan jiwa nasionalis sejati. Agama Islam telah memberikan kontribusi sangat banyak bagi berdirinya NKRI ini baik pemikiran, perjuangan senjata melawan penjajah, harta benda dan yang lainnya. Sebagai catatan terakhir penulis jangan sampai agama Islam ini terpinggirkan perannya dalam menjalankan pemerintahan siapapun pemimpinnya. Islam telah banyak memberikan kontribusi untuk negeri ini jangan sampai dilupakan. Umat Islam harus bersatu dan  harus pandai dalam bidang apa saja termasuk masuk ke lingkup pemerintahan dan politik. Membangun negara bisa dilakukan lewat parlemen karena memang itu salah satu jalannya. Parlemen adalah wujud representasi rakyat dalam ikut serta merumuskan kebijakan negara. Jangan anti kepada parpol lihat dahulu perjuangan dan hasil yang telah dilakukannya. Islam dan semangat membangun bangsa akan senantiasa relevan karena memang itu bagian dari ajaran agama Islam. Nasionalisme adalah harga mati agar NKRI tetap ada dan terjaga keberadaannya. Semoga semangat Nasionalis ini bisa terpatri di setiap insan  negeri ini.











Tidak ada komentar: