ISLAM DAN SEMANGAT KEBANGSAAN
Oleh : Marsudi Tri
Sampurno
Semangat
kebangsaan disebut juga sebagai nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme
adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap
pribadi harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme dibagi menjadi
dua, yaitu nasionalisme dalam arti sempit, juga disebut dengan nasionalisme
yang negatif karena mengandung makna perasaan kebangsaan atau cinta terhadap
bangsanya yang sangat tinggi dan berlebihan, sebaliknya memandang rendah
terhadap bangsa lain. Dan nasionalisme arti luas atau yang berarti positif.
Nasionalisme dalam pengertian inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia
karena mengandung makna perasaan cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah
air dan tidak memandang rendah bangsa lain.
Nasionalisme menurut Soekarno adalah
bukan yang berwatak chauvinisme, tapi bersifat toleran, bercorak ketimuran
hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Pandangan Soekarno tentang
Pancasila merupakan gagasannya untuk mewadahi beragam aliran pemikiran dan
kelompok pergerakan nasional pada waktu itu dengan didasari semangat
mempersatukan Indonesia yang luas dan majemuk tentu saja tidak hanya disatu
pihak namun dibanyak pihak. Beliau menyatakan “toleransi itu bersifat ketimuran”
dengan maksud bahwa kita adalah bangsa timur dengan ciri atau identitas diri
kita adalah bangsa timur yang besar akan toleransi ditengah banyaknya
bermacam-macam aliran dan pendapat ditampung dalam sebuah wadah sehingga timbul
persatuan dan kesepakatan untuk membentuk semangat demokrasi.
Nasionalisme
ditengah terjangan Globalisasi
Dewasa ini tantangan terhadap
keberadaan bangsa kita Indonesia semakin besar. Ancaman territorial menjadi
salah satu sorotan diantara sekian banyak masalah yang menyelimuti bangsa kita.
Masalah bangsa seakan-akan terus terjadi dan terus bertumpuk yang akhirnya
membuat lemah bangsa ini karena hanya fokus mengurus keadaan didalamnya dan
lupa keluar lingkup masalah. Kesungguhan pemerintah dalam
melindungi aset yang dimiliki baik laut, darat harus diperbesar lagi. Menjual
sesuatu yang menyangkut kepentingan rakyat banyak dan merugikan rakyat bisa
dikatakan mendegradasi semangat nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme harus
tetap ada dan menjadi pondasi dalam menjaga kedaulatan dan aset yang dimiliki
bangsa ini.
Nasionalisme ketika dikaitkan
dengan kehidupan warga negara adalah perwujudan sikap dan aksi yang proaktif
dan dinamis dalam rangka mempertahankan identitas diri sebagai warga suatu
negara. maka menurut saya, nasionalisme itu bukan hanya soal pengetahuan
semata, tapi soal menyikapi dan menghayatinya dalam kehidupan. Kita sebagai warga negara harus bangga sebagai warga Negara
Indonesia dan wajib mengisi kemerdekaan dengan pembangunan sesuai dengan
kemampuan dan peran kita saat ini, tetapi kebanggaan yang ditonjolkan haruslah
kebanggaan yang dapat dirasakan oleh seluruh bangsa. Jangan sekali-sekali
menonjolkan prestasi suku ataupun golongan secara berlebih-lebihan agar tidak
memperlemah persatuan nasional. Menggunakan bahasa daerah kepada golongan yang
tidak mengerti bahasa tersebut adalah perbuatan yang sangat tidak bijaksana.
Maka dari itu, sifat tenggang rasa demi kesetiakawanan nasional harus dipupuk
terus-menerus khususnya kepada generasi muda, dengan cara membangun bangsa dan
negara dengan wawasan nusantara.
Dewasa ini hubungan antar bangsa sangat erat, untuk itu
masyarakat utamanya generasi muda harus membuka diri dengan kebudayaan lain.
Bangsa yang menutup rapat-rapat dirinya akan ditinggal oleh kemajuan zaman,
akan ditinggal oleh kemajuan bangsa-bangsa lain. Dalam meletakkan masyarakat
modern, usaha untuk menyerap masuknya modal asing, teknologi, ilmu pengetahuan,
dan ketrampilan dari luar, akan terbawa pula nilai-nilai sosial dan politik
yang berasal dari kebudayaan lain. Masuknya nilai-nilai kebudayaan lain ini
akan makin deras mengalir sejalan dengan kebebasan dan keterbukaan.
Nasionalisme sangat penting bagi
suatu bangsa agar bisa survive dalam percaturan
global.Nasionalisme akan menjaga kedaulatan dalam satu identitas bersama.Nasionalisme
juga berperan sebagai inspirasi yang menjadi motivasi bagi individu bangsa
secara kolektif untuk berprestasi. Dalam iklim persaingan kapitalistik
ditingkat global nasionalisme merupakan modal untuk membangun harga diri yang
pada gilirannya akan membangun bargaining
position yang kuat dalam persaingan. Membangun rasa nasionalisme
menjadi mendesak ditengah persaingan global yang datang menjamah dari kiri dan
kanan,depan dan belakang serta ditengah identitas nasional yang semakin
tergerus.
Terkikisnya semangat nasionalisme dalam diri setiap
individu warga Indonesia bukan suatu hal yang tidak mungin. Arus Globalisasi
yang begitu deras akan menerpa siapapun dan dimanapun. Semua butuh penguat agar
Nasionalisme tidak hilang. Beruntunglah Indonesia punya Ideologi Pancasila
dengan slogannya Bhineka Tunggal Ika. Dengan slogan tersebut perbedaan suku,
ras, agama, bahasa dan yang lainnya bukan suatu ancaman melainkan potensi yang
perlu dikembangkan agar tumbuh dan
lestari.
Nasionalisme
dalam Islam
Suatu hari Soekarno
bertanya pada KH. Abdul Wahab Hasbullah – Rais Aam Nahdotul Ulama(NU) setelah
KH. Hasyim Asyari mengenai nasionalisme
dalam ajaran Islam. Sangkiyai kemudian mengatakan, “Kalau Islam dilaksanakan
dengan benar pasti umat Islam akan nasionalis.”
Apa salah kalau kita
mencintai tanah di mana kita lahir di sana? tentunya tidak,dan itu salah satu
fitrah yang Tuhan tanamkan di lubuk hati setiap manusia. Contoh kecilnya,
ketika kita berjumpa di kota Kabupaten dengan seseorang yang berasal dari
Kecamatan yang sama kita merasa ada kedekatan tersendiri, walaupun sebelumnya
kita belum pernah bertemu. Begitu pun ketika berjumpa di ibu kota Provinsi dengan
seseorang dari Kabupaten yang sama, di ibu Kota negara dari Provinsi yang sama,
atau bahkan di luar negeri dari negara yang sama.
Islam sangat
mengapresiasi seseorang yang mencintai tanah airnya, karena itu bersesuaian
dengan fitrah kemanusiaan. “Demi Allah,” ujar nabi bersumpah ketika berangkat
hijrah meninggalkan kota Makkah, “Sesungguhnya engkau adalah negeri Allah yang
paling dicintai-Nya. Dan seseungguhnya aku juga sangat mencintaimu. Kalaulah
pendudukmu tidak mengusirku, maka aku tidak akan pernah meninggalkanmu.” Islam sangat menantang
penjajahan yang dilakukan kaum imperialis, karena itu kita lihat bagaimana
dalam upaya mencapai kemerdekaan republik tercinta ini para ulama dan santrinya
bahu membahu untuk mengusir mereka. Islam juga mengajarkan untuk saling
mencintai, mempererat hubungan kemanusiaan, seperti halnya yang pernah terjadi di kota
Madinah di masa-masa Rasulullah memimpin. Tinggal kalau ada orang-orang yang
mengklaim bahwa nasionalisme itu mestilah membela negara dalam kondisi
menzolimi negara lain, atau membela kelompok yang menzolimi kelompok lain, maka
Islam berlepas diri dari defenisi seperti ini. Tentunya Islam juga menolak
kalau ada pemimpin yang mengatakan nasionalisme di mulut, tetapi di belakang
satu persatu aset bangsa ini diserahkan ke tangan asing. Harus konsisten antara
perkataan dan perbuatan dalam mengelola negara sebesar Indonesia
ini.
Berbicara
masalah nasionalisme pemikiran
kita
pasti
terbatas hanya pada batas geografis suatu wilayah saja. Namun
kalau dilihat dari sudut agama Islam
justru mengatakan bahwa batas nasionalisme-nya adalah aqidah (kesamaan keyakinan).
Di mana ada muslimnya maka itu adalah tanah air Islam, dan hubungan dengan
muslim di tanah tersebut melebihi hubungan darah yang berbeda keyakinan.Di
sinilah konsep ukhuwah(persaudaraan dalam Islam) berlaku seperti satu
batang tubuh, yang satu merasakan sakit maka yang lain ikut merintih, yang satu
sejahtera maka yang lain merasakan ketentramannya. Inilah konsep Nasionalisme
bila dilihat dari sisi agama Islam sebagai agama mayoritas di negeri Nusantara
ini.
Peran
Organisasi Massa di Indonesia
Dua Ormas Islam terbesar di bangsa ini
NU-Muhammadiyah menggunakan legitimasi sejarah untuk mempertahankan Pancasila
sebagai dasar negara dan NKRI sebagai konsepsi ideal-kontekstual. Kedua Ormas
Islam dengan penganut mayoritas itu terlibat langsung dalam pergulatan
memformulasikan konsep bernegara pasca penjajahan yang mewariskan catatan hitam
sejarah Indonesia dan mengamini Pancasila sebagai ideologi negara, dengan
keyakinan bahwa Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam,
bahkan lima nilai yang terkandung di dalamnya merupakan satu bentuk penjabaran
ajaran agama Islam yang universal (rahmatan lil alamin).Bagi umat Islam tidak
ada alasan lagi untuk menolak Pancasila
sebagai dasar Negara.
NU dan Muhammadiyah adalah benteng
pluralisme dan NKRI dalam balutan Islam rahmatan lil alamin. Tak sadar ternyata
semua presiden berasal dari keluarga besar dan bersentuhan dengan NU dan
Muhammadiyah. Setiap saat terjadi peristiwa politik, setiap terjadi kasus
sosial dan keagamaan, maka saat itu pula mata tertuju ke NU dan Muhammadiyah. NU
dan Muhammadiyah sejak lama, sejak berdirinya dua organisasi ini, maka kedua
organisasi ini menjadi rujukan. NU dan Muhammadiyah adalah penjaga pluralisme
bangsa Indonesia.
Nahdhatul ‘Ulama
(NU) dan Muhammadiyah. Dua organisasi masa (ormas) Islam yang lahir di bumi
Indonesia sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hitung saja berapa jumlah
putra-putri kader mereka yang di setiap orde dan periode kepemimpinan Indonesia
pasti muncul menjadi bagian dari pemegang amanah penderitaan rakyat. Kelahiran
kedua ormas Islam sama-sama dibidani oleh Kyai, oleh ‘Ulama Besar (Kubara’)
Indonesia pada masanya. Keduanya sama-sama memiliki jumlah anggota 30-an juta,satu
jumlah yang cukup besar. Maka semua sepakat jika kedua ormas Islam ini adalah
terbesar di Indonesia.
Ajaran NU dan Muhammadiyah
Ormas Muhammadiyah didirikan
langsung oleh KH Ahmad Dahlan, sedangkan NU (Nahdatul Ulama) didirikan oleh KH
Hasyim Asy’arie. jika diurutkan silsilah kedua ulama tersebut, maka beliau
berdua akan bertemu pada Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. KH
Ahmad Dahlan dari Maulana Ainul Yakin (Sunan Giri) anak Maulana Ishak dan KH
Hasyim Asy’arie dari Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang, Guru Sunan Kalijaga)
anak Raden Rahmatullah (Sunan Ampel).Walisongo mempunyai peran dalam perintisan
awal cikal bakal kedua ormas di negeri ini lewat para penerusnya.
Ajaran Islam NU dan Muhammadiyah
adalah ajaran Islam yang kaffah. Ajaran Islam yang menghargai setiap perbedaan.
Islam dimaknai oleh NU dan Muhammadiyah sebagai ahlussunnah wal jamaah, berjalan
dan pengamal sunnah dalam kelompok jamaah Islam penganut ajaran Rasullullah
Muhammad SAW. Islam pun diajarkan untuk hidup berdampingan secara damai. Di
kalangan kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu diajarkan berbagai
ajaran tentang cara hidup Rasullullah SAW di Madinah. NU dan Muhammadiyah mengajarkan
Islam sebagai rahmat. Islam sebagai hadiah bagi seluruh umat Islam, bagi umat
non Islam, dan bahkan bagi alam semesta. Al Qur’an dan Hadits tetap menjadi
pedoman utama umat Islam dalam kehidupan ini.
Bung Karno adalah anak didik
Muhammadiyah. Pengaruh Muhammadiyah dalam diri Bung Karno menyebabkan Bung
Karno menjadi pribadi yang terbuka terkait keberagaman. Bahkan persentuhan
dengan Muhammadiyah tampak sekali dalam diri Bung Karno berupa rumusan
Pancasila yang sangat berbau Islam. Setiap isi sila dalam pancasila adalah
representasi dan pengaruh ajaran Islam yang kental. Tidak ada satu pun
sila-sila Pancasila keluar dari ajaran Islam.
Negara
menjamin kebebasan beragama
Seiring dengan semakin
dewasanya bangsa ini nampaknya Islam menjadi suatu kekuatan tersendiri yang
kemudian pada babak awal didirikannya bangsa ini terjadi perdebatan yang cukup
alot mengenai pijakan dasar dari Negara ini. Walau Islam bisa dibilang sangat
dominan ketika itu, tetapi sejarah masa
lalu tidak bisa diabaikan begitu saja, kebhinnekaan bangsa ini tidak bisa
dihilangkan begitu saja dengan memihak pada kubu tertentu yang kuat secara
politis dan massa. Untuk menjawab semua itu akhirnya negeri ini secara khusus
mendirikan suatu lembaga khusus yang membidangi hubungan Negara dan agama yang
kemudian dikenal dengan Depertemen agama (sekarang kementerian agama). Namun
maksud dari adanya kementrian agama tersebut bukan berarti Negara ikut campur
dalam keberagamaan penduduknya, tetapi Negara tetap berpegang teguh pada dasar
Negara yang memberikan kebebasan dalam memeluk agama yaitu bunyi sila pertama
dari Pancasila dan pasal 29 ayat (2) UUD’ 45 yang berisi tentang kebebasan
beragama dan jaminan tidak ada diskriminasi agama di Indonesia. Negara peduli
kepada rakyatnya untuk memilih suatu agama yang diyakininya. Kepedulian Negara terhadap
adanya agama sangat penting agar masyarakat bisa tertata akan akhlak budi
pekertinya.
Menumbuhkan Semangat Nasionalisme
Membangun semangat nasionalisme memang
tidak mudah. Beruntung bangsa ini sudah mempunyai lambang Negara yaitu Burung Garuda Pancasila
yang diakui sebagai salah satu pilar pemersatu bangsa ini. Pancasila sama
sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan. Pancasila bukan dasar
falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam dokumen pembukaan UUD,
melainkan Pancasila harus diamalkan. Tanpa diamalkan, apapun dasar falsafah
yang dipakai, apapun konsepsi yang dibuat tidak akan berguna dan tidak ada
artinya.
Satu lagi pilar yang penting adalah
bahasa Indonesia karena bahasa merupakan alat komunikasi yang menyatakan segala
sesuatu yang tersirat dalam diri kita. Bahasa sebagai suatu sistem ketetapan
hubungan pengertian memungkinkan manusia melakukan hubungan di antara sesamanya
dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai fungsi yang menjadi
sangat dominan, yaitu bahasa sebagai alat pemersatu bangsa. Karena pada
kenyataannya, hampir semua penduduk di Indonesia mengerti bahasa Indonesia. Bahasa
ini juga sudah diikrarkan menjadi bahasa nasional ketika sumpah pemuda
dikumandangkan tahun 1928. Kekuatannya dalam mempersatukan bangsa Indonesia
sudah tak bisa diremehkan lagi. Sebagai buktinya, semangat para pejuang pada
saat mengupayakan kemerdekaan Negara Indonesia. Mereka dengan lantang
menyuarakan semboyan “Merdeka atau Mati!”. Semboyan ini secara serta merta
membangkitkan semangat rakyat untuk terus berjuang demi kesatuan bangsa.
Fakta kekiniannya
menunjukkan jika bangsa kita masih mendapat penjajahan dalam bentuk lain yakni
hegemoni bangsa-bangsa maju secara ekonomi maupun industri belum mampu kita
hilangkan seratus persen dari tanah air Indonesia. Benturan globalisasi dan
peradaban belum mampu menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai identitas
bermasyarakat dan berbangsa. Nilai nasionalisme tersebut idealnya harus
menjelma dalam praktik berdemokrasi kita, minimal menegakkan pilar-pilar
demokrasi ala demokrasi pancasila yakni kedaulatan ada ditangan rakyat, bukan
oleh bangsa lain.
Ruh
Islam dalam Sila Pancasila
Praktik berbangsa dan
bernegara harus mencirikan nilai filosofis pancasila. Pancasila adalah sumber
nilai, sumber inspirasi sekaligus menjadi bintang penuntun dalam kehidupan
bernegara yang secara tehnis dijabarkan lebih konkret dalam bentuk norma-norma
hukum seperti yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis.
Pancasila mendapatkan tempat yang tinggi karena ia menjadi sumber inspirasi dan
jadi roh-roh kehidupan bagi setiap manusia Indonesia yang beragama. Dalam UUD 1945
dengan tegas disebut bahwa ‘Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa
dan dengan didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya’, teks tersebut
secara subsatnsial sesuai dengan sila pertama pancasila tentang Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Ruh ke-Islam-an dapat dirasakan jika kita
mengkaji satu persatu sila dalam Pancasila tersebut. Sila pertama ‘Ketuhanan
Yang Maha Esa’ adalah pancaran Tauhid. Sila kedua ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
merupakan salah satu unsur utama dari ajaran ijtima’iyah (nilai-nilai
keadilan masyarakat) menurut ajaran Islam. Sila Ketiga Persatuan merupakan satu
sendi ajaran Islam yakni “umatan wahidatan”. Sila Keempat Kerakyatan dilukiskan dengan kata
musyawarah dalam al-Qur’an. Kemudian sila yang ke lima Keadilan Sosial menjadi
sasaran pembentukan masyarakat marhamah menurut ajaran Islam,
yang dipraktekkan dengan perasaan santun dan kasih sayang. Ada hubungan sangat
erat antara Islam dan negara ini. Kita semua
harus ingat bahwa konseptor-konseptor negara cikal bakalnya, pembuatan
perangkat bernegara adalah para pimpinan tokoh besar organisasi Islam.
Para pahlawan yang telah berjuang dahulu juga
memiliki kontribusi terhadap bangsa ini. Indonesia bisa berdiri tegak sebagai
sebuah negara berdaulat dengan batas-batas teritorial yang jelas, dikelola oleh
pemerintahannya sendiri berdasarkan elemen-elemen perekat bangsa berupa
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Mengguggat nasionalisme
berarti juga menggugat kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang
direkatkan oleh keempat pilar kebangsaan tersebut. Hal ini berarti juga
menggugat Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika yang merupakan nilai-nilai
dasar yang terkristal dari sejarah perjuangan bangsa menuju terbentuknya NKRI
yang berdaulat. Nilai-nilai itu muncul dalam konteks sejarah perjuangan para
bapak bangsa untuk mewujudkan dan menjaga keutuhan NKRI. Semangat
nasionalismelah yang memungkinkan semuanya itu ada dan terjadi.
Bagi seorang siswa atau masyarakat pada umumnya
cara menumbuhkan Nasionalisme adalah dengan aktif utuk upacara bendera setiap
hari senin atau peringatan hari
besar lainnya. Dalam upacara juga ada sesi dimana kita diingatkan dengan para
Pahlawan yang telah gugur membela negeri Indonesia. Upacara adalah salah satu
indikator bagaimana sikap nasionalisme rakyat Indonesia saat ini. Menghormat
bendera itu bukan berarti kita menyembah bendera tersebut maknanya. Namun itu
adalah sebagai bentuk penghormatan, kita bisa menjadi bangga karena dengan
Bendera Merah Putih bangsa ini bisa bersatu untuk terus berjuang bersama meraih kejayaan
bangsa. Nasionalisme
memang tidak bisa hanya diukur sebatas ikut upacara saja namun kegiatan
tersebut salah
satu cara yang dapat
memupuk rasa Nasionalisme terhadap bangsa ini.
Nasionalisme harga mati
Membangun nasionalisme merupakan tugas
yang sangat penting untuk menghadapi persaingan. Pembangunan
nasionalisme substantif diarahkan pada isu-isu strategis dan urgen saat ini
yaitu, membangun ekonomi nasionalisme yang sesuai konstitusi,memecahkan problem
kebinekaan, merevitalisasi Pancasila untuk lebih membangun persatuan bangsa,
mengeliminasi munculnya separatisme dan penjagaan pulau-pulau terluar untuk
menjaga kedaulatan bangsa Indonesia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
berwibawa di tengah-tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia ini.
Bung karno pernah
berpesan bahwa jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Indonesia pernah menjadi negara
besar di zamannya maka tidak cukup kita hanya berbangga diri saja. Maka untuk
menjadi besar perlu semangat dan jiwa nasionalis sejati. Agama Islam telah
memberikan kontribusi sangat banyak bagi berdirinya NKRI ini baik pemikiran,
perjuangan senjata melawan penjajah, harta benda dan yang lainnya. Sebagai
catatan terakhir penulis jangan
sampai agama Islam ini terpinggirkan perannya dalam menjalankan pemerintahan siapapun pemimpinnya. Islam telah
banyak memberikan kontribusi untuk negeri ini jangan sampai dilupakan. Umat
Islam harus
bersatu dan harus pandai dalam bidang apa saja termasuk masuk ke lingkup pemerintahan dan politik. Membangun negara bisa dilakukan lewat
parlemen karena memang itu salah satu jalannya. Parlemen adalah wujud representasi rakyat dalam
ikut serta merumuskan kebijakan negara. Jangan anti kepada parpol lihat dahulu perjuangan
dan hasil yang telah dilakukannya. Islam dan semangat membangun bangsa akan
senantiasa relevan karena memang itu bagian dari ajaran agama Islam. Nasionalisme
adalah harga mati agar NKRI tetap ada dan terjaga keberadaannya. Semoga semangat
Nasionalis ini bisa terpatri di setiap insan
negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar