InspirasI

Minggu, 12 Mei 2019


DIALOG  PEMUDA   DAN  GURUNYA

Seorang pemuda mengeluhkan kondisinya pada gurunya.
"Duhai syekh, aku ini sudah seringkali membaca al-Qur'an, tapi rasanya aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa yang kurasakan dalam hidupku, terlebih aku juga tidak terlalu paham maksud dan arti bacaanku itu."
Syekh itu tersenyum.
"Mari ikuti aku!" pinta sang guru.
Sang Syekh memerintahkan pemuda itu menimba air sungai untuk memenuhi tong besar di rumahnya, akan tetapi dengan menggunakan ember yang agak bocor.
Meski agak ragu, si pemuda memenuhi permintaan gurunya. Ia berusaha memenuhi tong besar itu, namun sia-sia, sebab ada banyak air yang tercecer dan tumpah di sepanjang jalanan, hingga ia kelelahan. Tong hanya terisi seperempat.
"Bagaimana apa hasilnya?" tanya sang guru.
"Tidak banyak yang saya dapatkan, syekh, sebab embernya bocor, airnya banyak yang tumpah!" jawab pemuda itu.
Si Syekh itu tersenyum.
"Mari ikuti aku lagi!" Syekh mengajak pemuda itu berjalan menelusuri sepanjang jalanan yang ia lalui ketika mengangkut air yang tumpah.
"Apa yang kamu lihat?" tanya sang guru.
"Jalanan yang basah akibat air yang kubawa tadi, wahai Syekh?!" jawab si pemuda enteng.
"Apa ada perubahan?" tanya sang guru lagi.
"Hmm.. Ya, tadinya jalanan ini penuh dengan debu, sekarang sudah terlihat adem, segar, debu-debunya sudah tak bertebaran lagi tersiram air!" jawab si pemuda.
"Nah itulah yang namanya perubahan!" tatap si guru.
"Jika air yang kamu bawa tadi memang belum mampu memenuhi tong besar di rumahku, tapi kamu sudah membasahi jalanan ini hingga tak berdebu lagi!
Boleh jadi bacaan al-Qur'anmu belum memberikan perubahan maksimal dalam hidupmu, tapi minimal kamu sudah mampu menyiram kotoran-kotoran debu di dalam hatimu dengan bacaan al-Qur'an yang selalu kamu baca.
Si pemuda baru mulai tersadar pengajaran hikmah yang diajarkan sang guru begitu sederhana, namun menyadarkan keinsyafan dirinya yang selama ini lupa bahwa perubahan besar itu tidak selalu mesti harus berbentuk materi, kebersihan dan ketentraman hati juga sebuah anugerah yang besar tak ternilai harganya.
"Sekarang, coba kamu perhatikan di dalam ember yang bocor itu!" pinta sang guru lagi.
"Apa yang tampak?!" tanya sang Syekh.
"Lumut dan kotoran, wahai Syekh!" jawab si pemuda.
"Nah itulah manfaatnya apa yang kamu timba dari ember yang bocor itu, dia menyisakan kotoran dari air sungai yang kamu timba. Semakin banyak kamu menimba air sungai, maka semakin kamu mengetahui betapa ada kotoran yang tersaring.
Itulah perumpamaan dari bacaan al-Qur'an itu, dia menyaring kesia-kesiaan dari ucapan dan perilaku yang kita lakukan selama ini.
Semakin banyak kamu membaca al-Qur'an, semakin terfilter kotoran dan ampas keburukan yang tertinggal di hatimu!"
"Bagaimana jika aku belum sepenuhnya memahami bacaan yang kubaca, wahai guru, apakah itu juga baik bagiku?"
"Anakku! Imam al-Junaid al-Baghdady, seorang sufi pernah bermimpi berjumpa dengan Rabb-nya -yang bersifat laitsa kamitslihi syai'un- dalam mimpinya dia bertanya pada Rabb-nya:
"Ya Rabb, apakah amalan yang mendekatkan diri seorang hamba pada-Mu?"
Allah Swt menjawab, "Dengan memperbanyak membaca al-Qur'an!"
"Apakah dengan paham maknanya atau tidak, wahai Rabb?"
"Baik dengan hamba-Ku memahami maknanya atau tidak!"
Oleh karena itulah, para orang shaleh dan aulia shalihin membiasakan membaca al-Qur'an sepanjang hidup mereka.
Bahkan ada diantara mereka yang berulang-ulang hingga ratusan hingga ribuan kali khatam, mereka tak pernah bosan, sebab ibarat menyelam ke dalam samudera lautan, semakin mereka menyelam, semakin tampak keindahan di dasar lautan.
Seperti Sayyidah Nafisah; seorang sufi wanita di Mesir yang juga cucu dari Sayyidina Husin radhiyallahuanhu; cucu baginda kita Rasulullah Saw yang mengkhatamkan al-Qur'an hingga 4444 sepanjang hidupnya.
Bagaimana dengan kita, wahai anakku?!"

*Riwayat Imam al-Junaidi al-Baghdadi saya kutip dari Kitab "Irsyadul Ibad"
**Ust. Dr. Miftah el-Banjary


Tidak ada komentar: