7
Spirit Kemenangan Ramadhan
ÙŠَاأَÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ Ø¡َامَÙ†ُوا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الصِّÙŠَامُ ÙƒَÙ…َا
Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙ‰ الَّØ°ِينَ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َبْÙ„ِÙƒُÙ…ْ Ù„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ تَتَّÙ‚ُونَ (البقرة 183(
Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah: 183).
Ayat ini menggambarkan
urgensi ibadah puasa di bulan Ramadhan. Kata kutiba menunjukkan makna bahwa
ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah wajib. Wajib karena itu kebutuhan fitrah
manusia. Allah swt. yang meciptakan manusia , Dialah yang lebih tahu hakikat
fitrah ini. Dan Dialah yang lebih tahu rahasia diwajibkannya puasa. Karena itu
tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali harus berpuasa. Karena itu pula
Allah berfirman: kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum. Artinya bahwa manusia
terdahulu juga diwajibkan berpuasa.
Sudah pasti bahwa Allah
swt. tidak mungkin mensyari’atkan sesuatu yang tidak ada gunanya. Sebab Allah
swt. Maha Bijak, Allah berfirman: alaisallahu bi
ahkamil haakimiin. Sudah pasti bahwa semua ibadah yang Allah swt. ajarkan jika
benar-benar dilaksanakan oleh manusia, akan membawa manfaat yang agung bagi
manusia itu sendiri. Dalam berbagai peristiwa sejarah di zaman Rasulullah saw.
kita selalu membaca bahwa kemenangan demi kemenangan justru terjadi di
saat-saat umat sedang berpuasa di bulan Ramadhan. Ada apa dengan Ramadhan?
Inilah alasan mengapa tulisan ini secara khusus akan mengungkap rahasia
kemenangan dan hubungannya dengan Ramadhan. Setidaknya ada tujuh spirit
kemenangan Ramadhan yang bisa diangkat dalam tulisan ini:
Pertama, Kemenangan Atas
Nafsu
Dalam kata ashiyam pada ayat di atas
terkandung makna alhabsu artinya menahan. Seorang yang berpuasa pasti sedang menahan nafsu
dengan segala dimensinya. Bukan hanya nafsu makan dan minum, melainkan juga
nafsu hubungan seks dan nafsu memandang yang haram. Perhatikan diri anda ketika
sedang berpuasa. Apa yang anda tahan? Bukankah anda sedang menahan diri dari
yang halal? Makan dan minum itu halal bagi anda. Berhubungan seks dengan istri
anda itu juga halal. Tetapi anda tahan. Dan anda mampu menahannya. Apa makna
semua ini? Di sini nampak bahwa anda sedang bertarung dengan nafsu anda. Anda
sedang berusaha mengendalikannya. Sekalipun nafsu itu meronta-ronta memanggil
anda untuk makan di siang hari yang panas, anda tetap mengendalikannya sampai
tiba adzan maghrib. Bila ternyata anda mampu melakukan ini, sungguh tidak ada
alasan bagi anda untuk terjatuh kepada yang haram, hanya karena godaan nafsu.
Tapi sayangnya banyak
orang yang hanya menjadikan puasa sekedar ritual yang mati. Mati karena hakikat
puasa yang sebenarnya untuk menahan nafsu, ternyata itu hanya dilakukan di
bulan Ramadhan saja. Begitu habis Ramadhan, tidak sedikit dari mereka yang
tadinya berpuasa kembali merasa bebas untuk berbuat dosa. Akibatnya puasa
Ramadhan tidak membawa makna apa-apa bagi hidupnya. Ibarat seorang yang makan,
begitu makanan di telan setelah itu dimuntahkan lagi. Tentu cara hidup berIslam
seperti ini tidak akan memberi buah sama sekali bagi kehidupan ruhaninya. Karena
itulah makna puasa yang seharusnya menjadi titik tolak kemenangan atas hawa
nafsu, itu harus tetap dipertahankan sepanjang hayat, sebab hanya demikian
hakikat ritual akan menjadi seperti air yang disiramkan terhadap sebuah pohon.
Maka pohon itu akan menjadi tumbuh subur, akarnya menghunjam ke bumi dan
tangkainya menjulang ke langit. Setiap orang yang berteduh dibawahnya tidak
hanya akan merasa sejuk melainkan juga akan merasa aman dengan rindangnya.
Kedua, Kemenangan Atas
Setan
Dalam sebuah riwayat
dikatakan bahwa ketika tiba Ramdhan, syetan-syetan diikat. Nabi saw. bersabda: “Bila
Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,
sementara syetan-syetan diikat.” (HR. Bukhari-Muslim). Ini menunjukkan bahwa iman umat Islam di
bulan Ramadhan harus meningkat. Karena itu kita selalu menemukan suasana yang
berbeda di bulan Ramadhan. Orang yang tadinya malas shalat berjemaah di masjid,
selama Ramadhan ia rajin ke masjid. Orang yang tadinya tidak pernah membaca Al
Qur’an, selama Ramadhan selalu membacanya. Orang yang tadinya kikir bersedekah,
selama Ramadhan menjadi dermawan. Orang yang tadinya tidak pernah bangun waktu
fajar, selama Ramadhan selalu bangun fajar dan shalat subuh berjemaah di
masjid. Orang yang tadinya tidak pernah shalat malam, selama Ramadhan rajib
shalat malam. Orang yang tadinya mempertontonkan aurtanya, selama Ramadhan
menjadi wanita anggun di balik jilbab yang indah.
Suasana seperti ini
menggambarkan betapa Ramadhan benar-benar membawa keberkahan bagi umat Islam.
Terasa bahwa syetan benar-benar diikat. Syetan tidak bisa bergerak secera
leluasa. Mengapa? (a) Nabi saw.: wash shawmu junnatun (puasa adalah penangkal
dari dosa dan api neraka). Lalu nabi melanjutkan : “Maka
ketika kalian berpuasa hendaklah jangan berkata kotor dan tidak mengumpat. Bila
ada orang mencaci katakan kepadanya: maaf aku sedang berpuasa…” (HR. Bukhari-Muslim) (b)
Karena nafsu selama bulan puasa dikendalikan. Begitu nafsu terkendali syetan
tidak punya jaringan untuk bergerak. Begitu jaringanya menjadi sempit,
amal-amal shaleh meningkat di mana-mana. Begitu amal shaleh meningkat otomatis
iman akan naik. Sayangnya pemandangan ini hanya berlangsung sekejap. Selama
bulan Ramadhan saja. Setelah itu kehidupan yang penuh kemenangan kembali lenyap
dalam gelora nafsu. Dosa-dosa kembali dilakukan di mana-mana tanpa merasa takut
sedikit pun. Jika memang demikian, benarkah kemenangan atas syetan selama
Ramadhan adalah kemenangan sejati? Sampai kapan umat ini akan terus
berpura-pura kepada Allah swt., menjadi hanya seorang muslim yang baik di bulan
Ramadhan saja?
Ketiga, Pahala
Dilipatgandakan
Dalam sebuah hadist
Rasulullah saw. bersabda: “Setiap amal anak Adam -selama
Ramadhan- dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, bahkan sampai tujuh ratus
kali lipat. Kecuali puasa, Allah berfirman: Puasa itu untuk-Ku, dan Aku
langsung yang akan memberikan pahala untuknya.” (HR. Muslim). Maksudnya
bahwa pahala puasa bukan hanya dilipatgandakan melainkan lebih dari itu, Allah
swt berjanji akan memberikan pahala tanpa batas. Bayangkan berapa pahala yang
akan didapat seseorang sepanjang hari berpuasa, bersedekah, menegakkan
amal-amal wajib lalu dilanjutkan dengan amal-amal sunnah. Di mana semua itu
dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat.
Bagaimana jika seorang
muslim membaca Al Qur’an dalam sehari lebih dari satu juz. Rasulullah saw.
menerangkan bahwa pahala membaca Al Qur’an hitungannya perhuruf. Setiap huruf
satu kebaikan, dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus
kali lipat. Itulah rahasia, mengapa para ulama terdahulu begitu masuk Ramadhan
mereka belomba-lomba mengkhatamkan Al Qur’an tanpa batas. Ada yang
mengkhatamkan sehari sekali. Ada yang sehari dua kali. Yang selalu saya baca
dalam manaqib Imam Syafi’ie adalah bahwa ia selalu mengkhatamkan Al Qur’an selama
Ramadhan 60 kali khatam. Apa yang menarik di sini bukan logis atau tidaknya,
melainkan kesungguhan mereka dalam mengkhatamkan Al Qur’an. Itulah spirit yang
harus kita ambil. Bahwa akan menilai amal shaleh kita dari segi kwantitas
melainkan dari usaha maksimal yang kita lakukan. Inilah makna ayat: “Fattaqullaha
mas tatha’tum (maka bertaqwalah kepada Allah semaksimal kemapuanmu)” (QS. At Taghabun:16)
Keempat, Dosa-Dosa
Diampuni
Minimal ada tiga ibadah
dalam Ramadhan yang secara tegas Rasulullah saw. mengkaitkan dengan ampunan
dosa-dosa terdahulu: Pertama, ibadah puasa. Nabi saw.
bersabda: “Man shaama Ramadhaan iimaanan wah tisaaban ghufira lahu
maa taqaddama min dzambihi. (Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan kesadaran iman
dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim). Kedua, ibadah shalat malam
(baca: tarawih). Nabi saw. bersabda: “Man qaama
Ramadhana iimaanan wah tisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzambihi. (Siapa
yang menegakkan shalat malam Ramadhan dengan kesadaran iman dan penuh harapan
ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim). Ketiga, Ibadah shalat malam
lailatul qadr. Nabi saw. bersabda: “Man qaama
lailatal qadri iimaanan wah tisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzambihi.
(Siapa yang menegakkan shalat malam pada malam lailatul qadr dengan kesadaran
iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Perhatikan ketiga hadits
di atas, betapa ibadah Ramadhan yang akan menjadi penyebab ampunan dosa bukan
hanya puasa, melainkan ada juga ibadah shalat malam sepanjang Ramadhan termasuk
pada malam lailatul qadr. Tetapi sayangnya banyak orang Islam hanya mengambil puasanya
saja, sementara ibadah-ibadah lain yang tidak kalah pentingnya dengan puasa
diabaikan. Akibatnya tujuan Ramadhan yang sebenarnya merupakan bulan ampunan
dosa, tidak tercapai secara maksimal. Banyak orang beralasan sibuk mencari
nafkah dan lain sebaginya, sehingga tidak sempat memaksimalkan semuanya itu.
Perhatikan Rasulullah saw. sekalipun hari-harinya sibuk berdakwah, pada bulan
Ramadhan masih menambah lagi amal-amal ibadah yang melebihi hari-hari biasanya.
Apakah cukup dengan hanya beralasan bahwa mencari nafkah juga ibadah, lalu
mengabaikan membaca Al Qur’an, shalat malam dan lain sebagainya?
Kelima,
Doa-doa Dikabulkan
Seorang yang sedang berpuasa doanya mustajab. Sebab ia sedang
dalam kondisi menahan nafsu. Syetan-syetan tidak mendekatinya. Karenanya ia
lebih dekat kepada Allah swt. Ketika ia dalam kondisi sangat dekat kepada
Allahswt., maka doanya akan mudah diterima. Karena itu Nabi saw. menganjurkan
agar orang-orang yang sadang berpuasa banyak-banyak berdoa. Para ulama
mengatakan: Disunnahkan bagi orang yang sedang berpuasa selalu mengucapkan
dzikir, memanjatkan doa, sepanjang hari selama berpuasa. Sebab puasa membuat
pelakunya semakin dekat kepada Allah swt. Orang-orang yang dekat kepada Allah
swt. doanya mustajab.
Berdzikir dan berdoa
selama puasa memang sangat dianjurkan sepanjang hari. Tetapi berdzikir dan
berdoa pada saat menjelang buka puasa sangat ditekankan dan diutamakan. Nabi
saw. bersabda: “Orang yang berpuasa doanya tidak ditolak, terutama
menjelang berbuka.” (HR. Ibn Majah, sanad hadits ini sahih). Ibn Umar ra. meriwayatkan
bahwa Nabi saw. menjelang buka puasa selalu berdoa: “Dzahabazh
zhomau wabtallatil ‘uruuq watsabatil ajru insyaa allahu ta’aalaa. (Dahaga telah
pergi, kerongkongan telah basah, semoga Allah memberikan pahala). Abdullah bin Amru ra.
selalu membaca doa berikut ini sebelum buka puasa:“Allahumma
as’aluka birohmatikallati wasi’at kulla syai’ antaghfira lii dzunuubii. (Ya
Allah aku mohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang mencakup segala sesuatu, agar
Kau ampuni aku.”
Imam At Tirmidzi
meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda: “Tiga
orang yang doanya tidak pernah ditolak: Pemimpin yang adil, seorang yang sedang
berpuasa sampai ia berbuka, orang yang dizholimi.” Jelasnya bahwa selama
puasa Ramadhan iman hamba-hamba Allah swt. sedang naik, mereka selalu bangun
malam menegakkan shalat, mereka selalu membaca Al Qur’an, mereka selalu
bersedekah, mereka jauh dari dosa-dosa, mereka bertobat minta ampunan kepada
Allah swt. dan sebagianya. Semua itu merupakan suasana yang dukung-dukung
membuat turunnya keberkahan dari Allah swt. Semakin banyak keberkahan yang
turun semakin mudah doa yang kita panjatkan dikabulkan oleh Allah swt.
Keenam, Raih Lailatul
Qadr
Dalam surah Al Qadr: 3-5
Allah swt. menerangkan keagungan malam lailatul qadr: “Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” Inilah malam yang sangat
Allah swt. agungkan. Pada malam lailatul qadr ini Allah swt. pernah
menurunkan Al Qur’an. Bukan hanya itu, setiap malam lailatul
qadr Allah
memberikan kesempatan kepada hamba-hamba-Nya untuk menutupi kekurangan masa
lalunya dengan beribadah menegakkan shalat, berdzikir dan membaca Al Qur’an.
Bayangkan pahalanya khsusus dan luar biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan
pahala beribadah selama 1000 bulan. Kata khirun pada ayat di atas
menunjukkan makna lebih baik, bukan sama. Perhatikan betapa keutamaan ibadah
pada malam lailatul qadr hendaklah diraih dengan sungguh-sungguh.
Perhataikan kata khairun
min alfi shahrin (lebih baik dari seribu bulan). Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya,
pernah melakukan hitung-hitungan tentang hakikat seribu bulan itu. Beliau
mengatakan: 1000 bulan = 84 tahun 3 bulan. Saya mencoba merenungkan hakikat
ini. Saya menemukan betapa angka tersebut menggambarkan usia terpanjang
rata-rata manusia. Artinya, bila kita pikir-pikir ayat tersebut, kita akan
segera mengambil kesimpulan bahwa beribadah pada malam lailatul
qadr masih
lebih hebat pahalanya dibanding dengan pahala ibadah sepanjang hidup. Tetapi
maksudnya di sini bukan lantas mencukup dengan ibadah pada malam lailatul
qadr kalau
setelah itu tidak beribadah sepanjang hayat? Ini salah. Itu maksudnya adalah
(a) bahwa kita secara normal menyadari bahwa masih banyak ibadah yang kurang
maksimal, atau bahkan sangat kurang. Perlu adanya back up pahala, untuk
menutupi kekurangan-kekurangan itu. (b) Kita seharusnya -selama hidup- selalu
beribadah kepada Allah swt. untuk menutupi nikmat-nikmat-Nya yang tidak pernah
putus. Tetapi karena kesibukan yang demikian banyak, serta kelemahan iman yang
kita punya, tentu banyak kondisi yang tidak bisa dipenuhi. Allah swt. yang Maha
Pengasih memberikan peluang agar kita bisa mengimbangi nikmat-nikmat tersebut.
Karenanya dibukalah malam lailatul qadr.
Rasulullah saw. memberikan
tuntunan agar lailatul qadr itu diburu pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Terutama malam-malam ganjil: 21, 23, 25, 27, 29. Banyak para sahabat dan para
ulama yang menekankan secara khusus malam tangga 27 Ramadhan. Tetapi demikian,
mereka menganjurkan agar tidak mencukupkan hanya dengan malam tanggal 27 saja.
Sebab tidak mustahil malam lailatul qadr itu akan terjadi pada
malam-malam lainnya. Karena itu handaknya seorang hamba Allah swt. selalu
bangun setiap malam. Karena tidak ada yang tahu pasti kapan dan tanggal berapa
sebenarnya lailatul qadr itu terjadi. Karena itu sebagian sahabat
mengatakan: Siapa yang yang bangun menegakkan shalat setiap malam sepanjang
tahun ia pasti dapat keistimewaan lailatul qadr.
Sebenarnya lailatul
qadr ini
adalah suatu kesempatan yang sangta istimewa dan sangat mahal. Seharusnya
setiap orang yang beriman bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Seharusnya mereka
sejak dini sudah bersiap-siap dengan segala daya upaya untuk mendapatkannya.
Seperti mereka berdaya upaya untuk meraih medali dalam sebuah olimpiade.
Seharusnya mereka menyesal seumur hidupnya ketika tidak terlibat dalam
perlombaan ini. Padahal Allah swt. telah berfirman: “Fastabiqul khairaat
(berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.” (QS. Al Baqarah:148). Tetapi sayangnya
banyak orang beriman tidak tertarik dengan perlombaan. Bahkan banyak dari
mereka yang cuek dan tidak terpanggil untuk mempersiapkan diri supaya
mendapatkannya. Pun tidak sedikit yang tidak menyesal karena tidak kebagian
keberkahannya. Apakah mereka telah merasa kebanyakan pahala, sehingga merasa
cukup dengan pahala amal yang selama ini mereka kerjakan? Coba pikirkan
seberapa persenkah pahala yang kita dapatkan dibanding dengan pahala para
sahabat Nabi saw.? Nabi saw. bersabda: “Janganlah kau
mengejek sahabat-sahabatku, demi Allah seandainya kau infakkan emas sebasar
gunung Uhud, pahala yang kau dapatkan itu tidak akan mencapai segenggam atau
separuhnya dari pahala yang mereka dapatkan.” Perhatikan sedemikian
agungnya pahala para sahabat itu, itu pun mereka masih berlomba-lomba meraih
malam lailatul qadr.
Ketujuh, Kejar Level
Taqwa
Ayat tentang puasa di
atas, ditutup dengan la’allakum tattaquun (agar kamu bertaqwa).
Artinya bahwa tujuan utama puasa Ramadhan adalah untuk membangun kesadaran
taqwa dalam pribadi seorang muslim. Taqwa seperti yang dikatakan Ubay bin Ka’ab
ra. kepada Umar bin Khaththab adalah: “Bahwa orang yang
betaqwa itu seperti orang berjalan di tempat yang banyak durinya. Kanan-kiri,
bawah-atas ada duri.” Bayangkan apa yang dia lakukan? Tentu ia sangat berhat-hati,
jangan sampai duri itu menggores tubuhnya. Begitu juga taqwa. Anda berhati-hati
dari pandangan yang haram seperti anda berhati-hati dari duri, itu taqwa. Anda
berhat-hati dari harta haram, jangan sampai barang itu masuk ke perut anda,
atau ke perut istri dan anak anda, seperti anda berhati-hati dari duri, itu
takwa. Anda berhati-hati dari dosa-dosa kecil apalagi besar seperti anda
berhat-hati dari duri, itu taqwa.
Perhatikan betapa taqwa
merupakan totalitas kehati-hatian seorang hamba dalam menjalankan ketaatan
kepada Allah swt., jangan sampai sedikit pun dari apa yang dia lakukan dimurkai
Allah swt. Itulah rahasia mengapa Allah swt. mengikat pada ayat di atas antara
puasa (ash shiyam) dengan taqwa. Sebab ketika seseorang berpuasa dia telah
mengendalikan nafsunya. Dan hanya dengan mengendalikan nafsu, seseorang secara
bertahap akan naik ke level taqwa. Karena itu dalam Al Qur’an masalah taqwa
merupakan tema sentral. Katika Allah swt. menceritakan pedihnya siksaan neraka
itu sebenarnya supaya orang bertaqwa. Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6).
Begitu juga ketika Allah swt. menceritakan keindahanya surga dan kelezatan
makanan dan minuman di dalamnya, itu tidak lain supaya manusia bertaqwa.
Lebih dari itu, banyak
ayat dalam Al Qur’an yang menekankan pentingnya bersikap taqwa: (a) Di
pembukaan surah Al Baqarah, Allah swt. langsung menceritakan sifat-sifat orang
yang bertaqwa. (b) Dalam surah Ali Imran:133, Allah swt. menegaskan bahwa surga
dipersipakan untuk mereka yang bertaqwa: “Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (c) Dalam surah Al
Hujuraat: 3, Allah swt. menunjukkan bahwa paling mulainya manusia adalah
orang-orang yang paling bertaqwa. (d) Dalam surah Al Qashash:83, Allah swt.
menerangkan bahwa kemenangan itu hanya milik orang-orang yang betaqwa: “Negeri
akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.” Dalam surah Al Qalam:34, lagi-lagi Allah menceritakan indahnya
surga yang dipersipakan untuk mereka yang bertaqwa: “Sesungguhnya
bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan
di sisi Tuhannya.”
Penutup
Jelasnya, Ramadhan
adalah nikmat agung, sekaligus tamu agung yang datang setahun sekali. Di
dalamnya banyak kesempatan bagi orang-orang beriman untuk meningkatkan iman dan
mencucikan dosa-dosa dengan memohon ampun kepada Allah swt. tidak hanya puasa,
banyak ibadah Ramadhan yang diajarkan Allah swt. dan Rasul-Nya yang tidak kalah
pentingnya dengan ibadah puasa. Seperti ibadah shalat malam, i’tikaf, banyak
bersedekah, mengkhatamkan Al Qur’an dan lain sebagainya. Siapa yang
bersungguh-sungguh melaksanakan semua itu, kemenangan pasti akan dia capai.
Sebaliknya siapa yang mengabaikan semua itu, dia sendiri yang rugi. Ingat bahwa
tidak ada yang bisa menjamin bahwa seseorang bisa hidup sampai ke Ramadhan
tahun depan. Karena itu, ketika ternyata kita diberi kesempatan memasuki
Ramadhan tahun ini, janganlah sekali-kali disia-siakan. Segeralah bergegas
untuk beramal. Segeralah bersungguh-sungguh untuk menggunakan kesempatan ini
secara maksimal. Semoga Allah swt. menerima amal kita semua. Amiin. Wallahu
a’lam bishshawab.