InspirasI

Sabtu, 09 Juni 2018



BIDADARI DI BATAS GAZA

Warna merah menyambut mereka.  Merah darah yang tercecer dari depan UGD, ruang triage hingga ruang tindakan P1,P2 dan P3. Bau anyir menyertai kemanapun mereka melangkah. Belum pernah Kirey melihat darah yang tercecer begitu masif seperti ini di Indonesia. Tampak beberapa tenaga medis berlalu lalang dengan sigap menangani pasien. Dokter Fahri bertanya kepada salah seorang perawat yang bertugas. Mereka berbincang sejenak. Dokter Fahri lalu mengangguk, tampak paham dengan penjelasan perawat tersebut.
Dokter Fahri memberi instruksi kepada mereka untuk mengikutinya ke arah belakang UGD. Dia mengatakan rombongan tim medis dari negara lain sudah tiba lebih dahulu dan menunggu mereka di perpustakaan rumah sakit.
Mereka lalu bergegas.  Kirey melewati beberapa bilik tindakan. Dia melihat begitu banyak pasien yang sedang dilayani. Hampir semua bed terisi.  Beberapa keluarga pasien yang mendampingi tampak panik dan menangis. Sisanya seperti memandang kosong di kejauhan. Seperti ada yang hilang dari manik matanya. Tak ada cahaya harapan.
"Ayo, Rei, kita sudah hampir tertinggal!" Ucapan dokter Arni menyadarkan Kirey. Rupanya dia tertinggal cukup jauh dari rombongan di depan. Kirey dan dokter Arni mempercepat langkah mereka menuju perpustakaan Rumah Sakit.
***
Ruangan itu cukup lega. Di bagian dindingnya tampak beberapa rak yang berisi buku tebal yang tersusun rapi. Di tengah ruangan terdapat meja yang cukup besar. Disitu tampak beberapa orang yang duduk pada kursi panjang yang berhadapan dengan meja tersebut.
Salah seorang lelaki yang sudah cukup berumur dengan rambut keperakan segera berdiri menyambut mereka. Senyumnya yang hangat terkembang.
"Welcome to Gaza! Selamat datang di Gaza! Saya harap perjalanan anda tadi lancar tanpa hambatan," ucapnya dengan bahasa Inggris dengan aksen british. Tangannya terulur menyalami dokter Fahri, sang ketua rombongan.
"Hallo dokter Mark. We meet again. Nice to meet you," jawab dokter Fahri dengan senyum terkembang.
Dokter Fahri lalu memperkenalkan lelaki berambut keperakan itu. Beliau adalah dokter ahli bedah TKV (BedahJantung dan Dada) yang terkenal se antero Eropa. Dokter Mark menimpali dengan mengatakan bahwa dokter Fahri terlalu berlebihan. Senyum tulus dan sederhana terkembang dibibirnya.
Dokter Mark kemudian memperkenalkan anggota tim yang terlebih dahulu tiba. Ada dua orang lelaki dan dua wanita.  Lelaki pertama yang diperkenalkan berambut pirang. Usianya sekitar akhir tigapuluhan.  Dokter Mark memperkenalkannya sebagai salah satu dokter bedah syaraf yang terkenal di London. Namanya Adam Stevenson. Dia tampak tersenyum​ lebar kepada Kirey. Kirey membalas singkat hanya demi tatakrama.
Pria yang satu lagi berkepala botak dengan usia sekitar empatpuluh tahunan. Dokter Mark memperkenalkannya sebagai dokter Roy, seorang Psikiater.
Sedangkan dua wanita berikutnya adalah dokter umum atau GP, sama seperti Kirey. Salah seorangnya berhijab hitam dan bermata biru bernama July. Sedangkan seorang lagi bernama Carol.Dia berambut pirang yang diikat seperti ekor kuda. Mereka tersenyum ramah kepada Kirey. Kirey langsung menyukai keduanya.
Setelah perkenalan selesai, dilanjutkan dengan pembahasan tugas dan shift jaga. Kirey, Carol dan July akan membantu dokter Palestina yang bekerja di UGD. Jam kerja dibagi menjadi dua shift. Bergantian tiap 12 jam
Setelah rapat selesai, mereka dipersilahkan beristirahat di ruangan masing-masing. Mereka akan tinggal di mess tenaga medis di basement rumah sakit.
Kirey baru merasakan betapa penat badannya. Bekas keringat terasa lengket di kulit putihnya. Bau keringat menguar dari tubuhnya. Jiwa dan raganya lelah. Dia begitu merindukan bantal.
***
Kirey baru menyelesaikan setengah rotinya, saat salah seorang perawat memberitahukan bahwa baru saja ada serangan udara di distrik Sabra. Kirey mempercepat mengunyah sisa roti di dalam mulutnya, minum seteguk air, lalu segera berlari ke arah UGD.
Dia meraih jas plastik di lemari penyimpanan UGD lalu mengenakan sarung tangan lateks ukuran medium. Suara sirine ambulans meraung-raung memekakkan telinga dari depan UGD. Kirey memanggil Najwa yang tampak tergopoh-gopoh berlari ke arah UGD, memintanya untuk mendampinginya.
Pemandangan berikutnya banar-benar di luar bayangan Kirey. Serbuan brankar masuk dari pintu UGD. Suara roda yang beradu dengan lantai berdecit-decit. Aroma anyir darah segera menyerbu hidung Kirey yang tertutup masker hijau. Kirey bersiap-siap di depan bilik triage.
Pemandangan berikutnya yang dilihatnya adalah sesosok bocah  dengan kesadaran menurun. Matanya setengah terpejam. Seluruh tubuhnya tampak tertutup debu berwarna abu-abu. Beberapa luka terbuka tampak di sekujur tubuhnya. Seorang lelaki yang berurai air mata mendampinginya sambil terus menerus mengucapkan sebuah kata yang Kirey tebak sebagai nama bocah itu. Kirey memberi isyarat kepada Najwa untuk meminta lelaki itu menunggu di luar bilik triage.
Dengan cepat Kirey melakukan pemeriksaan CAB (Circulatiob Airway Breathing) pada bocah itu. Nadi masih teraba, tetapi napasnya tampak tak beraturan. Tampak jejas di bagian samping tempurung kepala bocah itu. Kirey segera mendorong brankar ke arah bilik P1.
"New patient, with severe head injury. GCS 1x1. Ambubag and ETT please!" pinta Kirey pada seorang perawat wanita yang berjaga di P1.
Detak jantung Kirey bergemuruh. Adrenalin memgambil alih seluruh kewaspadaannya. Diraihnya laringoskop untuk anak dan membuka bladenya. Segera di susurinya lidah bocah itu, lalu diangkatnya laringoskop perlahan hingga tampak glotisnya. Kemudian diraihnya ETT ukuran anak yang di serahkan perawat tersebut dan dimasukkan perlahan-lahan hingga melewati pita suara. Setelah stylet dicabut perlahan, diraihnya ambubag dan dipasangnya ke muara ETT. Dipintanya perawat itu memompa ETT saat dia mengecek apakah udara berhasil memasuki paru-paru. Diraihnya stetoskop, dan diletakkan di atas dada yang mulai bergerak naik turun. Kirey menghembuskan nafas lega, udara berhasil masuk dengan sempurna. Baru disadari jika tangannya bergetar hebat. Lututnya pun terasa lemas.
Dipandanginya wajah bocah itu. Mungkin usianya sekitar delapan atau sembilan tahun. Dia terkenang dengan ponakannya di Jogja yang mungkin seumuran dengan bocah di hadapannya. Saat ini mungkin dia sedang berlari-lari dengan riang di sekolahnya. Kontras dengan bocah di hadapannya yang sedang berjuang melawan maut.
Kirey baru menyadari rembesan air pada pipinya. Dia tak sadar tengah menangis di P1. Dikerjab-kerjabkan matanya. Untuk menghapus air matanya tidak mungkin karena seluruh tubuhnya tertutup jas plastik. Dia tidak boleh melow dalam kondisi seperti ini. Masih ada yang harus diperiksa. Diraihnya senter pupil dan melanjutkan mengecek status neurologi bocah itu.
Pupil sebelah kiri tampak berdilatasi. Tanda adanya herniasi pada otaknya. Sirine di hati Kirey berbunyi. EDH (Epidural Hematome), batin Kirey. Segera dimintanya perawat yang berjaga di sebelahnya untuk membawa pasien ke ruang radiologi yang terletak di samping UGD. Dimintanya pemeriksaan CT scan cito untuk pasien di hadapannya.
Mata Kirey menyapu seluruh ruangan UGD yang saat ini penuh sesak dengan pasien baru. Beberapa dokter Palestina maupun asing bahu membahu menyelamatkan pasien. Serangan udara kali ini tampaknya cukup fatal. Brankar berisi pasien berdatangan bagai air bah, seolah tanpa henti. Beberapa korban dewasa, tapi banyak pula anak-anak bahkan bayi. Kirey memegang dadanya yang terasa teremas-remas. Tenggorokannya tercekat. Apa yang tersaji di hadapannya lebih mengerikan dari yang dibayangkannya. Sakit yang  dirasa di hatinya sebulan yang lalu tak sebanding dengan perih yang kini di rasakan. Mungkin hanya seujung kuku bila dibanding saat ini.
Sebagian besar korban yang berdatangan masih anak-anak. Bahkan ada yang masih belum lepas tali pusatnya. Mungkin usianya masih beberapa hari. Luka-luka tampak menganga di beberapa bagian. Ada yang datang dengan luka bakar gade dua dan tiga, ada yang datang dengan kaki atau tangan yang remuk dengan darah yang mengucur, tapi banyak pula yang datang dalam diam. Tanpa nadi, tanpa gerakan napas. Hidup mereka telah terampas, bahkan sebelum masa remaja mereka rasakan.
"Where is the patient with head injury?" Seseorang bertanya dengan logat british yang sangat kental. Kirey tersentak dari renungannya. Refleks ditolehnya asal suara itu.
Rupanya pemilik suara itu adalah dokter Adam, ahli neurosurgery dari UK. Bibirnya tertutup masker, tapi Kirey mengenali dari posturnya yang seperti atlet renang dan rambut pirang pendeknya.
"Still in radiology room, got CT scan. Suspect EDH." Kirey baru menyelesaikan kalimatnya saat seorang perawat wanita membawa hasil CT scan pasiennya tadi.
Dokter Adam langsung meraih hasil CT scan itu yang belum sepenuhnya diterima Kirey. Kemudian dengan sigap memasangnya pada photo viewer di dinding UGD.
Gambaran serupa dorayaki doraemon tampak pada foto. Tergambar pada bagian temporal kepala pasien. Ukurannya cukup besar. Tak heran pasien tadi kehilangan kesadarannya.
"Good job, dokter Rey. Send this patient to operating room. I will do craniectomy for this patient!" Telinga Kirey agak terganggu dengan cara dokter Adam memanggil namanya, mengingatkannya pada Abang Adlin.
"Just call me Kirey, Doc!" protes Kirey.
"What, curry? Sound delicious, ha!"
Kirey melirik tajam pada dokter Adam. Dipasangnya wajah paling judes yang dimilikinya. Dokter Adam mengacuhkannya, lalu mendorong sendiri brankar pasien EDH tersebut menuju OK.
Kirey terperangah. Hal kecil yang jarang dilihatnya di Indonesia. Seorang dokter spesialis yang rela mendorong sendiri brankar pasiennya. Biasanya mereka akan meminta perawat untuk membantunya.
"Sorry, Doc, new patient." Suara lembut menyadarkan Kirey. Perawat wanita yang sama mengangsurkan selembar status. Ujung jarinya menunjuk pada seorang ibu yang baru melewati pintu UGD. Hati Kirey langsung mencelos.
Di dalam dekapan ibu itu ada seorang anak yang meringkuk dalam diam. Luka menganga tampak di kepalanya yang mengucurkan darah segar. Ibu itu mengucapkan kata-kata dalam bahasa arab yang tidak dimengertinya. Dimintanya perawat yang bersamanya tadi untuk menenangkan sang ibu dan memintanya untuk membaringkan anaknya di atas bed pemeriksaan.
Nadi carotis tak teraba. Tak ada gerakan dinding dada. Tak ada suara hembusan dari cuping hidungnya. Dengan bergetar, Kirey meraih senter pupil dan menyorotkan ke arah dua pupil mata balita itu. Midriasis maksimal, tanpa ada refleks cahaya.
Hati Kirey mencelos. Embun menggenang di matanya. Ditolehnya perawat itu. Kepalanya menggeleng perlahan. Perawat itu segera paham. Lalu dengan perlahan menjelaskan kepada ibu berjilbab hitam itu. Seketika suara rintihan yang menyayat hati menggaung di bilik triage yang sempit itu. Aroma kepedihan dan kehilangan menguar dari seorang ibu yang tengah memeluk jasad anaknya. 
Kirey kehilangan kata-kata. Dengan perlahan, diberinya ruang bagi ibu itu untuk mengucapkan salam perpisahan. Hatinya ikut pilu. Merasa betapa kerdil dirinya, begitu menderita hanya karena perpisahan  dengan seseorang yang batal menjadi imamnya. Bahkan sempat berharap mati saja supaya Abang menyesali kepergiannya.
Sedangkan dihadapannya adalah perpisahan untuk selamanya. Seorang ibu  dengan darah dagingnya, dengan semestanya.
Kirey memejamkan matanya yang basah. Tak ada kata terlambat untuk memperbaharui niatnya. Dengan mengucap bismillah, diniatkannya seluruh usahanya untuk ibadah.

*Sepenuhnya fiksi, tidak berkaitan dengan individu ataupun organisasi manapun
Keterangan :
Epidural hematoma (EDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara bagian dalam tengkorak dan dura (selaput tebal yang menutupi otak).
ETT Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia medis untuk menjamin saluran napas tetap bebas
GCS (Glasgow Coma Scale) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma.
Translate :
We meet again. Nice to meet you : kita bertemu kembali. Senang bisa bertemu kembali
Where is the patient with head injury? Dimana pasien dengam trauma pada kepala?
Still in radiology room, got CT scan : masih di ruang radiologi. Sedang dilakukan CT scan
Good job, dokter Rey. Send this patient to operating room. I will do craniectomy for this patient : kerja bagus, dokter Rey. Kirim pasien ini ke ruang operasi. Saya akan melakukan operasi buka kepala
Just call me Kirey, Doc : panggil saya kirey, dok
What, curry? Sound delicious, ha! : Apa? Masakam kari? Kedengarannya enak
Sorry, Doc, new patient : maaf dok. Ada pasien baru
S Gotama.


Tidak ada komentar: