SAMPAH HATI
Seorang murid yang berbeda paham dengan gurunya mengeluarkan
kecaman, kata-kata kasar, hinaan, dan meluapkan kebenciannya kepada Sang Guru.
Sang Guru hanya diam, mendengarkan dengan sabar, tenang dan tidak berucap
sepatah kata pun.
Setelah murid tersebut pergi, seorang murid lain yang melihat
peristiwa itu dengan penasaran bertanya: "Mengapa Guru diam saja? Mengapa
tidak membalas makian dia?".
Sang Guru pun berkata kepada muridnya: "Jika seseorang
memberimu sesuatu, tetapi kamu tidak mau menerimanya, menjadi milik
siapakah pemberian itu...?". "Tentu saja menjadi milik si
pemberi", jawab si murid dengan lugas. "Betul. Begitu pula dengan
kata-kata kasar tersebut", tukas Sang Guru. "Karena aku tidak mau
menerima kata-kata itu, maka kata-kata tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia
harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, bahwa nanti dia akan
menanggung akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Energi negatif yang
muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan kita hanya akan
membuahkan penderitaan hidup bagi kita sendiri."
Sang Guru kemudian melanjutkan: "Sama seperti orang yang
ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh mengotori
wajahnya sendiri."
"Maka, jika di luar sana ada orang yang marah-marah kepadamu,
biarkan saja, karena mereka sedang menyebarkan SAMPAH HATI mereka. Jika engkau
diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri. Tetapi jika
engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu...".
Sang Guru melanjutkan nasehatnya: "Hari ini begitu banyak
orang yang hidup dengan membawa sampah di hatinya. Sampah kekesalan, sampah
amarah, sampah kebencian, sampah dendam, sampah merasa diperlakukan tidak adil,
dan lainnya. Sampah yang diakibatkan egoisme, keserakahan terhadap harta dan
jabatan, fanatisme terhadap kelompok, kroni dan figur tertentu, sehingga
mengalahkan etika luhur dan aturan. Mereka sampai berani berpaling dari
kebenaran, karena membenci para pejuang kebenaran yang dianggap telah
menyakitinya."
Inilah saatnya bagiku, bagimu, dan bagi kita semua, untuk melatih
diri melenyapkan sampah yang ada di hati kita. Jikapun ada sampah kekecewaan,
kekesalan, kemarahan, iri, dengki dan benci yang masih tersisa, setidaknya
janganlah kita sebarkan sampah hati itu ke muka bumi ini.
Janganlah kita ludahkan ke langit, karena sampah itu hanya akan
kembali mengotori diri dan wajah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar