InspirasI

Sabtu, 22 Agustus 2020

      KETIKA ADA ORANG YANG MENGHINAMU

 

Pada Suatu hari, Rasulullah SAW bertamu ke rumah Sayyidina Abu Bakar Ash-Shidiq. 

Ketika sedang berbincang-bincang antara Rasulullah, dan Sayyidina Abu Bakar tiba-tiba datang seorang Arab Badui dengan keadaan marah dan menemui  Sayyidina Abu Bakar dan langsung mencela Sayyidina Abu Bakar. 

Makian,hinaan dan kata-kata kotor keluar dari mulut orang itu. 

Namun, Sayyidina Abu Bakar tidak menghiraukannya. 

Beliau melanjutkan perbincangannya dengan Rasulullah SAW. 

Melihat hal ini, Rasulullah pun tersenyum. 

Semakin marahlah orang Arab Badui tersebut.

Untuk ke 3 X nya, ia terus mencerca Sayyidina Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan dari sebelumnya...

Mendengar ocehan dan kata-kata orang Arab Badui yang semakin menjadi-jadi akhirnya Sayyidina Abu Bakar pun tersulut emosi dan dibalaslah makian orang Arab Badui tersebut dengan makian pula.

Maka terjadilah Perang Mulut.

Seketika itu, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya. dan Beliau meninggalkan Sayyidina Abu Bakar Tanpa Mengucapkan Salam. 

Melihat hal itu, selaku tuan rumah, Sayyidina Abu Bakar tersadar dan menjadi bingung. 

Dikejarnya Rasulullah SAW yang sudah sampai di halaman rumahnya. 

Kemudian Sayyidina Abu Bakar berkata :

"Wahai Rasulullah, janganlah Engkau biarkan aku dalam kebingungan yang sangat dalam.

Jika aku berbuat kesalahan, tolong jelaskan kesalahanku." 

Rasulullah SAW menjawab, 

"Sewaktu ada seorang Arab Badui datang dengan membawa kemarahan, memfitnahmu lalu mencelamu, kulihat engkau tenang, diam dan engkau tidak membalas. Aku bangga melihat engkau orang yang kuat mengahadapi tantangan, menghadapi fitnah, kuat menghadapi cacian. Dan aku tersenyum karena Ribuan Malaikat turun di sekelilingmu mendoakan dan memohonkan ampun untukmu, kepada Allah SWT." 

Begitu pun yang ke 2 X, ketika ia mencela serta memfitnahmu dan engkau tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. 

Oleh sebab itu, aku pun tersenyum. 

Namun. Ketika ke 3 X ia mencelamu dan engkau menanggapinya, dan engkau membalasnya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu. 

Maka Hadirlah Iblis di sisimu. 

Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengan kamu.

Aku tidak ingin berdekatan dengan Iblis , dan aku pun enggan memberi salam kepada Iblis."

Setelah itu menangislah beliau Sayyidina Abu Bakar. 

sambil berucap"Astagfirullah Al'adzhim..,Astagfirullah Al'adzhim..,Astagfirullah Al'adzim".

Sabar itu memang tidak mengenakkan. 

tapi Yakinlah Allah akan selalu mengasihi dan selalu menyertai orang yang sabar. 

Allah Ta'ala berfirman:

 "Sesungguhnya Allah itu selalu beserta orang-orang  yang sabar".(QS. Al-Baqarah, 2:153)

Bagi orang sabar maka pahala yang didapat adalah Tanpa batas.

Di pintu Surga Malaikat menyambut orang-orang yang sabar dengan mengucapkan "Salaamu'alaikum bimaa shabartum". 

(Semoga keselamatan selalu terlimpah untukmu karena kesabaranmu.) 

 

 

 



Minggu, 16 Agustus 2020

KH Hasyim Asy'ari Penentu

Tanggal Kemerdekaan RI

 

Pertaruhan jiwa dan raga bangsa Indonesia selama selama menghadapi penjajah puncaknya terjadi ketika kemerdekaan rakyat Indoensia akan diproklamasikan. Mereka melalui sejumlah penjajahan, baik oleh Belanda, Jepang, dan tentara sekutu yang dibonceng NICA (Belanda) untuk kembali melakukan agresi militer. 

Kesempatan kembali menduduki Indonesia dilakukan Belanda ketika sekutu berhasil mengalahkan Jepang pada 1945. Jepang sendiri pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1942. Saat Nippon mengaku sebagai saudara tua sehingga sebagian masyarakat Indonesia terkecoh. 

Namun, makin hari Jepang justru menampakkan belangnya sebagai negara yang juga ingin menjajah Indonesia. Keberhasilan sekutu mengalahkan Jepang memiliki konsekuensi bahwa negeri jajahan Jepang kembali ke pelukan sekutu, termasuk Indonesia. 

Namun, para tokoh pergerakan nasional, para pemuda, dan ulama tergerak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan karena terjadi kekosongan kekuasaan administrasi. Para pemuda berperan aktif menggerakkan dan mendorong Soekarno dan Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. 

Walau Soekarno sempat merasa bimbang memikirkan perjanjian Jepang dan seukut itu, tetapi pada akhirnya sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan. Sesuai tradisinya setiap hendak melaksanakan hal-hal penting, Soekarno meminta nasihat ulama. Ia meminta nasihat sekaligus restu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari terkait waktu dan tanggal kemerdekaan yang tepat. Meminta nasihat terjadi ketika Bung Karno, dan kawan-kawan hendak memproklamasikan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. 

Beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan, Bung Karno sowan Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim Asy’ari memberi masukan, hendaknya proklamasi dilakukan hari Jumat pada Ramadhan. Jumat itu Sayyidul Ayyam (penghulunya hari), sedangkan Ramadhan itu Sayyidus Syuhur (penghulunya bulan). Hari itu tepat 9 Ramadhan 1364 H, bertepatan dengan 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. 

Hal itu sesuai dengan catatan Aguk Irawan MN dalam Sang Penakluk Badai: Biografi KH Hasyim Asy’ari (2012) yang menyatakan bahwa awal Ramadhan, bertepatan dengan tanggal 8 Agustus, utusan Bung Karno datang menemui KH Hasyim Asy’ari untuk menanyakan hasil istikharah para kiai, sebaiknya tanggal dan hari apa memproklamirkan kemerdekaan? 

Dipilihlah hari Jumat (sayyidul ayyam) tanggal 9 Ramadhan (sayyidus syuhur) 1364 H tepat 17 Agustus 1945, dan lihatlah apa yang dilakukan Bung Karno dan ribuan orang di lapangan saat itu, dalam keadaan puasa semua berdoa dengan menengadahkan tangan ke langit untuk keberkahan negeri ini. 

Tak lama dari itu, sahabat Mbah Hasyim semasa belajar di Mekkah (Hijaz) yang memang selama itu sering surat-menyurat, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, mufti besar Palestina untuk pertama kali memberikan dukungan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

Keterangan tersebut menunjukkan bahwa pemilihan hari kemerdekaan Indonesia dikonsultasikan terlebih dahulu kepada KH Hasyim Asy’ari. Lalu Kiai Hasyim mengumpulkan para ulama secara bersama-sama untuk melakukan munajat kemudian istikharah agar Allah memberi petunjuk hari yang tepat. 

Maka setelah para ulama memusyawarahkan hasil istikharahnya, dipilihlah tanggal 9 Ramadhan 1364 H yang secara kebetulan itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945. Angka Sembilan adalah simbol numerik tertinggi, hari Jumat adalah penghulu atau raja-nya hari dalam sepekan dan Ramadhan adalah rajanya bulan dalam setahun. Adapun naskah proklamasi disusun dinihari jelang 17 Agustus 1945, di rumah Laksamana Tadashi Maeda (kini Jalan Imam Bonjol Nomor 1). 

Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Beberapa orang Jepang, selain Maeda, juga ada di sana. Di antara peristiwa besar tersebut, sebelumnya para tokoh pergerakan nasional dan juga para ulama jauh-jauh hari telah mempersiapkan dasar negara yang akan menjadi pijakan Indonesia merancang Undang-Undang. Seperti dasar negara Pancasila yang pertama kali dimunculkan pada 1 Juni 1945. 

Hal itu menunjukkan rekam jejak perjuangan panjang bangsa Indonesia yang terus berupaya meraih kemerdekaan setelah pertarungan fisik dan senjata yang kerap kali terjadi. Para tokoh pergerakan nasional, termasuk para ulama pesantren berjuang mempersiapkan diri untuk menjadi sebuah negara dengan merancang dasar negara. 

Di sini KH Wahid Hasyim berperan besar. Fakta ini membantah klaim Belanda yang mengatakan bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah bentukan Jepang. Padahal sudah diperjuangkan dan telah dipersiapkan secara matang oleh para tokoh bangsa. 

Perlu diketahui bahwa hingga saat ini, Belanda hanya mengakui penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Peran NU dalam mempersiapkan berdirinya negara bangsa bahkan dilakukan lima tahun sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan resmi menunjuk Soekarno dan Mohammad Hatta untuk memegang tampuk kepemimpinan nasional dalam Muktamar ke-15 NU pada 15-21 Juni 1940 di Surabaya, Jawa Timur. 

Selain sejumlah problem bangsa, dalam Muktamar ini, NU membahas sekaligus memutuskan perihal kepemimpinan nasional. Keputusan ini berangkat dari keyakinan NU bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia akan segera tercapai. (Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010).

Hal itu ditindaklanjuti dengan menggelar rapat tertutup guna membicarakan siapa calon yang pantas untuk menjadi presiden pertana Indonesia. Rapat rahasia ini hanya diperuntukkan bagi 11 orang tokoh NU yang saat itu dipimpin oleh KH Mahfudz Shiddiq dengan mengetengahkan dua nama yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Rapat berkahir dengan kesepakatan Soekarno calon presiden pertama, sedangkan Mohammad Hatta yang ketika itu hanya mendapat dukungan satu suara, sebagai wakil presiden. 

Pembahasan calon presiden pertama dalam Muktamar ke-15 NU tersebut menunjukkan kematangan NU dalam mengkaji masalah-masalah sosial-politik kala itu. Bahkan, ketika peneguhan negara pasca-Proklamasi Kemerdekaan kembali mendapat gangguan penjajahan maupun pemberontakan, NU tegas mempertahankan konsep kepemimpinan nasional berbasis negara bangsa. (Fathoni/NU Online)

 

Repost

www.hwmi.or.id

 


Jumat, 14 Agustus 2020

 KISAH TENTANG NABI MUSA

 

Salah satu kisah Nabi Musa yang banyak beredar dari mulut ke mulut adalah: Nabi Musa itu seorang yang cadel, ucapan kata-katanya tidak jelas. 

        Itu makanya Nabi Musa berdo'a kepada Allah, yang ungkapan beliau itu dinukilkan Allah dalam surat Thaha ayat 25-28:

"Ya Tuhanku, lapangkan lah untukku dadaku, mudahkan untukku urusanku, dan lepaskan lah ikatan dari lidahku, hingga ia paham perkataanku"

Nabi Musa juga memohon kepada Allah supaya saudaranya Harun dijadikan pembantu beliau, karena lidahnya lebih fasih bicara dari pada lidah beliau:

"Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya dari padaku. Maka utuslah dia bersamaku untuk membenarkan perkataanku....(Al Qashash: 34)

Fir'aun sendiri juga mengejek ucapan Nabi Musa tidak jelas: 

"Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini (Musa) yang hampir tidak dapat menjelaskan perkataannya" (Az Zukhruf: 52)

Keadaan Nabi Musa seperti itu disebabkan oleh karena di waktu kecilnya beliau pernah diuji oleh Fir'aun antara memilih roti atau bara api yang menyala. Sebab sebelumnya Nabi Musa kecil menarik jenggot Fir'aun sampai ia murka. Dia curiga itulah bayi yang nanti bila sudah dewasa akan menghancurkan kekuasaannya. 

Atas saran istri Fir'aun, Nabi Musa kecil diuji dengan roti dan bara api. Bila ia memilih roti berarti ia bayi yang cerdas, yang akan menghancurkan kerajaannya, tapi bila ia memilih bara api berarti ia seorang bayi biasa yang tidak mengerti apa-apa. 

Atas izin Allah, Nabi Musa kecil justru memilih bara api dan memakannya hingga lidahnya melepuh terbakar, yang mengakibatkan ia tidak bisa bicara dengan jelas sampai dewasa. 

Waktu belajar "Milal wan Nihal" bersama almarhum Prof. DR. Muhammad Sayyid Ahmad Musayyar di kuliah dulu, dan diulang kembali oleh Prof. DR. Jamal Abdul Hamid Abdul Wahhawab An Najjar dalam pelajaran "Dakhil fit Tafsir" saya mendapatkan keterangan yang lain dari pada cerita dari mulut ke mulut yang biasa kita dengar. 

Intinya,  bila diamati secara dalam terdapat hal yang janggal pada kisah ini. Di antaranya:

1. Setiap Nabi yang diutus Allah merupakan orang paling sempurna di antara umatnya, jauh dari cacat yang akan mendatangkan ejekan dan peremehan dari umat yang ia dakwahi. Oleh karena itu, Allah pasti menjaga beliau dari segala hal yang akan membuatnya cacat berkekurangan. Lagi pula lidah adalah modal utama bagi seorang da'i dalam dakwahnya.

 2. Dari kisah itu ada hal yang janggal, tidak bisa diterima akal sehat. 

    Mana mungkin Nabi Musa bisa memakan bara api yang menyala. Tentu saja ia akan kepanasan dan tangannya akan terbakar lebih dahulu sebelum bara itu sampai ke lidahnya.

    Untuk memahami hal yang sebenarnya, para kritikus sejarah menjelaskan bahwa Nabi Musa diejek Fir'aun bicara tidak jelas karena bahasa beliau sudah tercampur dengan bahasa asing.

    Kita ketahui bahwa dari kecil sampai pada usia beliau meninggalkan negeri Mesir menuju tanah Madyan, beliau bicara dengan dua bahasa; Ibrani (bahasa bangsa Yahudi) bahasa ibunya dan bahasa Qibti (bahasa asli bangsa Mesir).

    Beliau bicara dengan Fir'aun dengan menggunakan bahasa Qibti ini.

    Ketika beliau tinggal bertahun-tahun di negeri Madyan, kedua bahasa itu beliau tinggalkan sama sekali. Beliau bicara dengan bahasa bangsa Madyan, yaitu bahasa Arab. 

    Karena sudah sepuluh tahun menurut sebagian ahli sejarah, dan 18 tahun menurut sebagian lagi beliau tidak bicara dengan bahasa ibunya sama sekali, otomatis secara manusiawi bahasa aslinya akan tercampur dengan bahasa Arab yang beliau gunakan. 

Akibatnya di saat beliau kembali ke Mesir sebagian kalimat-kalimat yang digunakan Nabi Musa di Madyan tercampur baur dengan bahasa Qibti dan Ibrani yang sudah lama ia tinggalkan. 

Itulah yang menjadi kendala Nabi Musa yang ia mohonkan kepada Allah supaya dihilangkan.

Kondisi Nabi Musa ini amat bisa dirasakan oleh orang yang sudah lama tinggal di negeri orang lain, termasuk saya sendiri.

Di Mesir sehari-hari saya masih menggunakan bahasa Indonesia, bahkan sekali-sekali bahasa Minang. Tapi karena pengaruh lingkungan, banyak bahasa setempat yang sudah sangat familier dengan lidah, yang biasa digunakan tanpa sengaja. Apalagi Nabi Musa yang tidak menggunakan sama sekali bahasa aslinya selama bertahun-tahun, karena tidak ada satu orang pun orang kampungnya di sana. 

Setiap pulang ke tanah air, selalu kendala yang dirasakan Nabi Musa ini saya rasakan. Tanpa sengaja, lidah akan mengungkapkan bahasa sehari-hari yang biasa dipakai ketika di Mesir. Seperti: "ma'alaisy, masyi, eedah, bukrah, syuwayya bas, istanna, aiwa, 'alattul, embareh, ba'da keda, nazil 'alagam, ta'al, ba'dain, mafisy, kuwais, mafisy hagah, bikam, dll. 

Kadang-kadang lawan bicara, bahkan orang tua dan saudara-saudara saya sering heran dengan apa yang saya ungkapkan. "Bicara bahasa kita saja", kata mereka mengingatkan saya.

        Dalam ceramah di mesjid pun kadang-kadang kata-kata itu meluncur tanpa sengaja. Hal itu membuat saya betul-betul harus ekstra hati-hati berbicara agar tidak muncul kosa kata aneh.

Melihat kenyataan ini, apa yang disampaikan DR. Musayyar sangat bisa dipahami. Nabi Musa bukanlah orang yang cadel, apalagi cacat seperti yang diyakini selama ini. Ejekan Fir'aun pun kepada beliau hanya di awal-awal dakwahnya, ketika beliau baru kembali ke tanah Mesir. Setelah lama pulang ke Mesir kendala yang dihadapi Nabi Musa pun hilang. Ketika lidah beliau sudah terbiasa kembali dengan bahasa Ibrani dan bahasa Qibti.

 

Wallahu a'la wa a'lam.

 

 


Senin, 10 Agustus 2020

KISAH BAGINDA NABI MUHAMMAD SAW,

MEMBELAH BULAN

 

Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, dia penyembah berhala yang fanatik dan menentang serta membenci agama yang didakwahkan Rasulullah Saw.

Suatu hari Abu Jahal menyurati Raja Habib bin Malik perihal Rasulullah SAW.

Surat itu membuatnya penasaran dan ingin bertemu dengan Rasulullah SAW, dan membalas surat itu Ia akan berkunjung ke Mekah.

Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Ia dengan 10.000 orang ke Mekah.

Sampai di Desa Abtah, dekat Mekah, ia mengirim utusan untuk memberitahu Abu Jahal bahwa Dia telah tiba di perbatasan Mekah.

Maka disambutlah Raja Habib oleh Abu Jahal dan pembesar Quraisy.

"Seperti apa sih orang yang mengaku Rasul itu......?"

Tanya raja Habib setelah bertemu dengan Abu Jahal.

"Sebaiknya Tuan tanyakan kepada Bani Haasyim," jawab Abu Jahal.

Lalu Raja Habib menanyakan kepada Bani Hasyim.

"Di masa kecilnya, DIA(Rasulullah) adalah anak yang bisa di percaya, jujur, dan baik budi.

 

Tapi, sejak berusia 40 tahun, Ia mulai menyebarkan agama baru, menghina dan menyepelekan tuhan-tuhan kami.

Ia menyebarkan agama yang bertentangan dengan agama warisan nenek moyang kami," jawab salah seorang keluarga Bani Hasyim.

Raja Habib memerintahkan untuk menjemput Rasulullah SAW, dan menyuruh untuk memaksa bila Ia tidak mau datang.

Dengan menggunakan jubah merah dan sorban hitam, Rasulullah SAW datang bersama Sayyidina Abu Bakar As Siddiq ra, dan Sayyidah Khadijah ra.

Sepanjang jalan Sayyidah Khadijah Ra, menangis karena khawatir akan keselamatan suaminya, demikian pula Sayyidina Abu Bakar ra.

"Kalian jangan takut, kita serahkan semua urusan kepada Allah ï·» " Kata Rasulullah SAW.

Sampai di Desa Abthah, Rasulullah SAW di sambut dengan ramah dan dipersilahkan duduk di kursi yang terbuat dari emas.

Ketika Rasulullah SAW duduk di kursi tersebut, memancarlah cahaya kemilau dari wajah beliau yang berwibawa, sehingga yang menyaksikannya tertegun dan kagum

Maka berkata Raja Habib:

"Wahai yang Mengaku Rasul setiap Nabi memiliki mukjizat, mukjizat apa yang Engkau miliki..?"

 

Dengan tenang Rasulullah SAW balik bertanya:

"Mukjizat apa yang Tuan kehendaki..?"

Raja Habib bin Malik Menjawab:

"Aku menghendaki matahari yang tengah bersinar engkau tenggelamkan, kemudian munculkanlah bulan.

Lalu turunkanlah bulan ke tanganmu, belah menjadi dua bagian, dan masukkan masing-masing ke lengan bajumu sebelah kiri dan kanan.

Kemudian keluarkan lagi dan satukan lagi. Lalu suruhlah bulan mengakui engkau adalah Rasul.

Setelah itu kembalikan bulan itu ke tempatnya semula.

Jika engkau dapat melakukannya, aku akan beriman kepadamu dan mengakui kenabianmu,".

Mendengar itu Abu Jahal sangat gembira, pasti Rasulullah SAW tidak dapat melakukannya.

Dengan tegas dan yakin Rasulullah SAW menjawab: "Aku penuhi permintaan Tuan."

Kemudian Rasulullah SAW berjalan ke arah Gunung Abi Qubaisy dan shalat dua rakaat.

Selesai shalat, Beliau SAW berdoa dengan menengadahkan tangan tinggi-tinggi, agar permintaan Raja Habib terpenuhi.

Seketika itu juga tanpa diketahui oleh siapapun juga turunlah 12.000 malaikat.

Maka berkatalah malaikat:

"Wahai Rasulullah, Allah menyampaikan salam kepadamu.

Allah berfirman: 'Wahai kekasih-Ku, janganlah engkau takut dan ragu. Sesungguhnya Aku senantiasa bersamamu. Aku telah menetapkan keputusan-Ku sejak Zaman Azali.'

Tentang permintaan Habib bin Malik, pergilah engkau kepadanya untuk membuktikan kerasulanmu. Sesungguhnya Allah yang menjalankan matahari dan bulan serta mengganti siang dengan malam.

Habib bin Malik mempunyai seorang putri cacat, tidak punya kaki dan tangan serta buta. Allah ï·» telah menyembuhkan anak itu, sehingga ia bisa berjalan, meraba dan melihat."

Lalu bergegaslah Rasulullah SAW turun menjumpai orang kafir, sementara bias cahaya kenabian yang memantul dari wajah beliau semakin bersinar.

Waktu itu matahari telah beranjak senja, matahari hampir tenggelam, sehingga suasananya remang-remang

Tak lama kemudian Rasulullah SAW berdoa agar bulan segera terbit.

Maka terbitlah bulan dengan sinar yang benderang.

Terbelahla Bulan Lalu dengan dua jari Rasulullah SAW mengisyaratkan agar bulan itu turun ke pada Nya.

Tiba-tiba suasana jadi amat menegangkan ketika terdengar suara gemuruh yang dahsyat.

Segumpal awan mengiringi turunnya bulan ke tangan Rasulullah SAW.

Segera setelah itu Beliau Rasulullah membelahnya menjadi dua bagian, lalu Beliau masukkan ke lengan baju kanan dan kiri.

Tidak lama kemudian, Beliau Rasulullah mengeluarkan potongan bulan itu dan menyatukannya kembali.

Dengan sangat takjub orang-orang menyaksikan Rasulullah SAW menggengam bulan yang bersinar dengan indah dan cemerlang.

Bersamaan dengan itu bulan mengeluarkan suara:

"Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh."

Menyaksikan keajaiban itu, pikiran dan perasaan semua yang hadir terguncang.

Sungguh, ini bukan mimpi, melainkan sebuah kejadian yang nyata............!

Sebuah mukjizat luar biasa hebat yang disaksikan sendiri oleh Raja Habib bin Malik.

Ia menyadari, itu tak mungkin terjadi pada manusia biasa, meski ia lihai dalam ilmu sihir sekalipun.....!

Namun, hati Raja Habib masih beku.

Maka ia pun berkata, "Aku masih mempunyai syarat lagi untuk mengujimu."

Belum lagi Raja Habib sempat melanjutkan ucapannya, Rasulullah memotong pembicaraan,

"Engkau mempunyai putri yang cacat, bukan...............?

Sekarang, Allah ï·» telah menyembuhkannya dan menjadikannya seorang putri yang sempurna."

Raja Habib pun terkejut karena tidak ada siapapun yang tahu penyakit anaknya itu yaitu lumpuh dan matanya buta kecuali orang-orang istana dan mereka yang dekat dengannya saja.

Mendengar itu, betapa gembiranya hati Raja Habib.

Spontan ia pun berdiri dan berseru,

"Hai penduduk Mekah.........!

Kalian yang telah beriman jangan kembali kafir, karena tidak ada lagi yang perlu diragukan.

Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi: tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu baginya;

dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Utusan dan hamba-Nya..!"

Melihat semua itu Abu Jahal jengkel dan marah, dengan emosi berkata kepada Raja Habib:

"Wahai...! Raja Habib engkau beriman kepada tukang sihir ini, hanya karena menyaksikan kehebatan sihirnya..?"

Namun Raja Habib tidak menghiraukannya dan berkemas untuk pulang.

Sampai di pintu gerbang istana, putrinya yang sudah sempurna, menyambutnya sambil mengucapkan dua kalimat syahadat.

Tentu saja Raja Habib terkejut.

"Wahai putriku, darimana kamu mengetahui ucapan itu..?

Siapa yang mengajarimu..?"

"Aku bermimpi didatangi seorang lelaki tampan rupawan yang memberi tahu ayah telah memeluk Islam.

Dia juga berkata, jika aku menjadi muslimah, anggota tubuhku akan lengkap. Tentu saja aku mau, kemudian aku mengucapkan dua kalimat syahadat," jawab sang putri.

Maka seketika itu juga Raja Habib pun bersujud sebagai tanda syukur kepada Allah ï·»

Mari tekadkan hati kita untuk selalu bersholawat kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.  

Allohumma Sholli alaa Sayyidina Muhammad 

Waala aali Sayyidina Muhammad

 

Dikutip dari Kitab: Durrotun Nashihin.