KISAH
TENTANG NABI MUSA
Salah satu kisah Nabi Musa yang banyak beredar dari
mulut ke mulut adalah: Nabi Musa itu seorang yang cadel, ucapan kata-katanya
tidak jelas.
Itu makanya Nabi Musa berdo'a kepada Allah, yang
ungkapan beliau itu dinukilkan Allah dalam surat Thaha ayat 25-28:
"Ya
Tuhanku, lapangkan lah untukku dadaku, mudahkan untukku urusanku, dan lepaskan
lah ikatan dari lidahku, hingga ia paham perkataanku"
Nabi Musa juga memohon kepada Allah supaya saudaranya
Harun dijadikan pembantu beliau, karena lidahnya lebih fasih bicara dari pada
lidah beliau:
"Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya
dari padaku. Maka utuslah dia bersamaku untuk membenarkan perkataanku....(Al
Qashash: 34)
Fir'aun
sendiri juga mengejek ucapan Nabi Musa tidak jelas:
"Bukankah
aku lebih baik dari orang yang hina ini (Musa) yang hampir tidak dapat
menjelaskan perkataannya" (Az Zukhruf: 52)
Keadaan Nabi Musa seperti itu disebabkan oleh karena
di waktu kecilnya beliau pernah diuji oleh Fir'aun antara memilih roti atau
bara api yang menyala. Sebab sebelumnya Nabi Musa kecil menarik jenggot Fir'aun
sampai ia murka. Dia curiga itulah bayi yang nanti bila sudah dewasa akan
menghancurkan kekuasaannya.
Atas saran istri Fir'aun, Nabi Musa kecil diuji dengan
roti dan bara api. Bila ia memilih roti berarti ia bayi yang cerdas, yang akan
menghancurkan kerajaannya, tapi bila ia memilih bara api berarti ia seorang
bayi biasa yang tidak mengerti apa-apa.
Atas
izin Allah, Nabi Musa kecil justru memilih bara api dan memakannya hingga
lidahnya melepuh terbakar, yang mengakibatkan ia tidak bisa bicara dengan jelas
sampai dewasa.
Waktu belajar "Milal wan Nihal" bersama
almarhum Prof. DR. Muhammad Sayyid Ahmad Musayyar di kuliah dulu, dan diulang
kembali oleh Prof. DR. Jamal Abdul Hamid Abdul Wahhawab An Najjar dalam
pelajaran "Dakhil fit Tafsir" saya mendapatkan keterangan yang lain
dari pada cerita dari mulut ke mulut yang biasa kita dengar.
Intinya, bila diamati secara dalam terdapat hal
yang janggal pada kisah ini. Di antaranya:
1.
Setiap Nabi yang diutus Allah merupakan orang paling sempurna di antara
umatnya, jauh dari cacat yang akan mendatangkan ejekan dan peremehan dari umat
yang ia dakwahi. Oleh karena itu, Allah pasti menjaga beliau dari segala hal
yang akan membuatnya cacat berkekurangan. Lagi pula lidah adalah modal utama
bagi seorang da'i dalam dakwahnya.
2.
Dari kisah itu ada hal yang janggal, tidak bisa diterima akal sehat.
Mana mungkin Nabi Musa bisa memakan bara api yang menyala. Tentu saja ia
akan kepanasan dan tangannya akan terbakar lebih dahulu sebelum bara itu sampai
ke lidahnya.
Untuk memahami hal yang sebenarnya, para kritikus sejarah menjelaskan
bahwa Nabi Musa diejek Fir'aun bicara tidak jelas karena bahasa beliau sudah
tercampur dengan bahasa asing.
Kita ketahui bahwa dari kecil sampai pada usia beliau meninggalkan negeri
Mesir menuju tanah Madyan, beliau bicara dengan dua bahasa; Ibrani (bahasa
bangsa Yahudi) bahasa ibunya dan bahasa Qibti (bahasa asli bangsa Mesir).
Beliau bicara dengan Fir'aun dengan menggunakan bahasa Qibti ini.
Ketika beliau tinggal bertahun-tahun di negeri Madyan, kedua bahasa itu
beliau tinggalkan sama sekali. Beliau bicara dengan bahasa bangsa Madyan, yaitu
bahasa Arab.
Karena sudah sepuluh tahun menurut sebagian ahli sejarah, dan 18 tahun
menurut sebagian lagi beliau tidak bicara dengan bahasa ibunya sama sekali,
otomatis secara manusiawi bahasa aslinya akan tercampur dengan bahasa Arab yang
beliau gunakan.
Akibatnya di saat beliau kembali ke Mesir sebagian
kalimat-kalimat yang digunakan Nabi Musa di Madyan tercampur baur dengan bahasa
Qibti dan Ibrani yang sudah lama ia tinggalkan.
Itulah
yang menjadi kendala Nabi Musa yang ia mohonkan kepada Allah supaya
dihilangkan.
Kondisi Nabi Musa ini amat bisa dirasakan oleh orang
yang sudah lama tinggal di negeri orang lain, termasuk saya sendiri.
Di Mesir sehari-hari saya masih menggunakan bahasa
Indonesia, bahkan sekali-sekali bahasa Minang. Tapi karena pengaruh lingkungan,
banyak bahasa setempat yang sudah sangat familier dengan lidah, yang biasa
digunakan tanpa sengaja. Apalagi Nabi Musa yang tidak menggunakan sama sekali
bahasa aslinya selama bertahun-tahun, karena tidak ada satu orang pun orang
kampungnya di sana.
Setiap pulang ke tanah air, selalu kendala yang
dirasakan Nabi Musa ini saya rasakan. Tanpa sengaja, lidah akan mengungkapkan
bahasa sehari-hari yang biasa dipakai ketika di Mesir. Seperti:
"ma'alaisy, masyi, eedah, bukrah, syuwayya bas, istanna, aiwa, 'alattul,
embareh, ba'da keda, nazil 'alagam, ta'al, ba'dain, mafisy, kuwais, mafisy
hagah, bikam, dll.
Kadang-kadang lawan bicara, bahkan orang tua dan
saudara-saudara saya sering heran dengan apa yang saya ungkapkan. "Bicara
bahasa kita saja", kata mereka mengingatkan saya.
Dalam ceramah di mesjid pun kadang-kadang kata-kata itu
meluncur tanpa sengaja. Hal itu membuat saya betul-betul harus ekstra hati-hati
berbicara agar tidak muncul kosa kata aneh.
Melihat kenyataan ini, apa yang disampaikan DR.
Musayyar sangat bisa dipahami. Nabi Musa bukanlah orang yang cadel, apalagi
cacat seperti yang diyakini selama ini. Ejekan Fir'aun pun kepada beliau hanya
di awal-awal dakwahnya, ketika beliau baru kembali ke tanah Mesir. Setelah lama
pulang ke Mesir kendala yang dihadapi Nabi Musa pun hilang. Ketika lidah beliau
sudah terbiasa kembali dengan bahasa Ibrani dan bahasa Qibti.
Wallahu
a'la wa a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar