InspirasI

Rabu, 29 April 2015

                      INSPIRASI DARI PEDAGANG  BAKSO

      Pernah lihat di Televis kalau di RCTI ada kisah Tukang Bubur Naik haji.Ceritanya enak karena mengikuti dengan keseharian kita dan menyesuaikan momentum harinya. Nah ini ada cerita yang lain yang bias juga diambil hikmahnya.

Ini ada kisah inspiratif dari tukang bakso
      Di suatu hari terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat. ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau bakso ?
"Mauuuuuuuuu. ...", secara serempak dan kompak anak - anak menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...
Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
"Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Bapak pisahkan? Barangkali ada tujuan ?" "Iya, saya sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, saya hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita - cita penyempurnaan iman ".
"Maksudnya.. ...?", saya melanjutkan bertanya.
"Iya, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. saya membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari saya dan keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Saya selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena saya ingin menyempurnakan agama yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka saya berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, saya harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat...... .....sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si Bapak tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : "Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".
Ia menjawab, " Itulah sebabnya. Saya justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.
Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".
"Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso



Tidak ada komentar: