J I H A N
Sebut saja dia Jihan. Aku mengenalnya jauh
sebelum aku mengenal istriku. Tapi sampai sekarang minimal sebulan sekali aku
bertemu dengannya.
Biasa kami
bertemu di sebuah tempat yang sangat terjaga privasinya.
Hanya kami berdua tak ada yang lain.
Dan hari ini seharusnya aku bertemu dengannya.
Hanya kami berdua tak ada yang lain.
Dan hari ini seharusnya aku bertemu dengannya.
Aku sangat merindukannya. Padahal sebulan lalu
aku baru saja bersua dengannya.
Maka tak salah
jika pagi ini aku berangkat kerja dengan semangat yg berlipat lipat. Kukenakan stelan baju hem terbaik yang
kupunya, jam tangan, sepatu dan parfum terbaik pula, yang semuanya kupunya
karena Jihan.
Kabut belum semua sirna ketika aku sampai di ujung jembatan
kebanggaan warga Kota Berseri.
Setiap
melewatinya tak terputus kekagumanku.
Jembatan itu menurutku adalah representasi seorang perempuan.
Jembatan itu menurutku adalah representasi seorang perempuan.
Cantik karena
bentuknya, feminin karena taman bunga dibawahnya dan kadang membingungkan.
Karena percaya
atau tidak beberapa kali aku salah arah belok jika telah sampai dibawah
jembatan itu.
Jabatanku kala itu adalah
"Account Officer". Sangat berkelas sekali saat kuberitahukan
jabatanku itu kepada bapakku yang hanya lulusan SD.
Sangat renyah
kedengarannya di telinga. Padahal jabatan itu adalah penegasan bahwa aku
hanyalah kaki tangan kapitalisme bernama bank.
Setibanya di
parkiran kantor.
Kulirik Hpku...
Berharap ada kabar dari jihan.
Berharap ada kabar dari jihan.
"Ahhh...mungkinkah
dia menemuiku hari ini" tanyaku dalam hati.
Tapi
tanda-tanda itu belum ada, tak ada sms masuk di hpku.
"Ah nanti
sj ku cek lagi" gumamku
Karena
setumpuk pekerjaan harus kuselesaikan hari ini, apalagi ini adalah akhir bulan.
Menjelang
sore...
Tetap tak ada
kabar dari jihan
Malam mulai
merayap. Pekerjaanku blm selesai sepenuhnya. Terpaksa aku lembur.
Jam
menunjukkan pukul 21.46 ketika aku keluar kantor.
Sepanjang perjalanan masih kuharap jihan menemuiku di tempat biasa kami bertemu.
Sepanjang perjalanan masih kuharap jihan menemuiku di tempat biasa kami bertemu.
Sudah tengah
malam ketika aku sampai di tempat itu.
Ku buka pintu
kaca itu...gagangnya basah karena embun.
Kumasuki ruangan itu, dan seketika dingin menyergap tubuhku menembus hatiku karena tak kutemukan jihan.
Kumasuki ruangan itu, dan seketika dingin menyergap tubuhku menembus hatiku karena tak kutemukan jihan.
Tak seperti
biasa x, dia tak datang malam ini.
Sesampai di
rumah, istriku mengajukan protes, kenapa aku harus pulang kerja selarut ini.
"Hari ini
lembur" jawabku singkat.
"Harusnya...bla...bla...bla" istriku protes makin panjang.
"Harusnya...bla...bla...bla" istriku protes makin panjang.
"Iya"
jawabku lebih singkat lagi
Tak sedikitpun
aku mendebatnya. Apalagi ini sudah larut malam. Haruskah aku ceritakan tentang
jihan.
Aku sangat
mencintai istriku, tapi aku juga butuh jihan.
Sebelum tidur
ku cek lagi hpku. Tak ada kabar dari jihan.
Kulihat foto
istriku.
"maafkan
aku sayang" bisikku
Tapi masih
besar harapanku, besok jihan menemuiku di tempat biasa kmi bertemu.
Dalam hatiku
bergumam
"Oh
gajihan temui aku di ATM mandiri besok"
(Ramadhan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar