MAKNA SYAHADAT
Sebagai muslim, kita tentu tidak
asing lagi dengan dua kalimat syahadat atau yang biasa dikenal sebagai
syahadatain. Bagaimana tidak? Semenjak kecil kalimat ini sudah diajarkan pada
kita. Setiap hari paling tidak kita mengucapkan kalimat ini berkali-kali dalam
tasyahud shalat kita. Belum lagi dalam dzikir-dzikir yang kita ucapkan. Namun,
meski kita sudah sedemikian akrab dengan kalimat ini, kita harus bertanya pada
diri kita apakah kita sudah menghayatinya dengan penghayatan yang
sebenar-benarnya untuk kemudian mengejewantahkannya dalam kehidupan?
Kalimat syahadat terdiri dari dua
bagian. Yang pertama disebut syahadat tauhid. Yang kedua disebut syahadat
kerasulan. Dalam syahadat tauhid, kita mempersaksikan, berikrar dan berjanji
bahwa laa ilaha illallah ’tidak ada ilah selain Allah’. Pernyataan ini pertama-tama
bermakna bahwa tidak ada yang memiliki sifat-sifat rububiyah kecuali Allah.
Maknanya, Allah sajalah pencipta alam semesta ini sekaligus pemelihara
urusan-urusannya, pemberi rizki kepada semua makhluq dan pemilik hakiki dari
semua yang ada di alam ini. Namun, kesaksian atas rububiyah ini tidak serta
merta membuat seseorang menjadi seorang muslim. Untuk menjadi seorang muslim,
seseorang harus melangkah pada makna syahadat tauhid yang lebih jauh, yakni
tidak ada yang berhak diibadahi dalam hidup ini kecuali Allah. Sebenarnya,
makna ini adalah konsekuensi logis dari makna rububiyah tadi. Bukankah jika
seseorang telah mengakui bahwa satu-satunya pemilik sifat rububiyah adalah
Allah maka tidak ada lagi pilihan lain baginya kecuali tunduk patuh beribadah kepada-Nya?
Kesaksian bahwa tidak ada yang
berhak diibadahi kecuali Allah biasa disebut sebagai pengesaan atas uluhiyah
Allah. Ini adalah sebuah kesaksian bahwa seseorang benar-benar akan tunduk
patuh, menyembah, mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah. Ia akan menjadikan
Allah sebagai yang paling ia cintai diatas segala-galanya, yang paling ia
takuti diatas segala-galanya, dan puncak dari segala pengharapannya. Sampai
disini, seseorang disebut sebagai muslim. Bagaimana dengan kita? Seberapakah
kualitas pengesaan kita atas uluhiyah Allah ini?
Pengesaan kita kepada Allah harus
bersifat total. Ini terlihat dari redaksi kalimat tauhid ’laa ilaha illallah’.
Pertama-tama, kita menegasikan segala bentuk ilah. Baru sesudah itu kita
kecualikan Allah. Ini artinya kita sama sekali tidak boleh menyekutukan Allah
dalam sifat-sifat-Nya dengan apapun juga. Tidak boleh ada sesuatupun yang kita
jadikan tandingan-tandingan dan sekutu-sekutu bagi-Nya.
Itulah laa ilaha illallah, kalimat
tauhid yang menjadi inti dari semua ajaran para nabi dan rasul. Itulah kalimat
yang jika kita yakini sampai akhir hayat kita akan menjadi jaminan bagi kita
untuk memasuki Surga Allah. ”Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dengan sebenar-benarnya taqwa. Dan janganlah kalian mati kecuali dalam
keadaan muslim.” (QS Ali ’Imran: 102)
Sebagai umat yang hidup semenjak
diutusnya Rasulullah Muhammad saw, kita juga wajib bersaksi dengan kalimat
syahadat yang kedua, yakni syahadat kerasulan. Dalam syahadat itu kita
bersaksi, berikrar dan berjanji bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah.
Tanpa kesaksian ini, seseorang tidak bisa disebut sebagai muslim. Yang demikian
ini karena Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir (khatamun nabiyyin) dan
diutusnya beliau adalah untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini (kaaffatan
lin naas). Ini berbeda dengan para nabi dan rasul sebelumnya, yang risalahnya
akan disambung dengan datangnya nabi atau rasul sesudahnya dan risalahnya hanya
berlaku untuk umat-umat tertentu saja. Adapun Muhammad datang sebagai pembenar
(mushaddiq) atas ajaran seluruh nabi dan rasul sebelumnya, dan ajaran yang
beliau bawa adalah penyempurna dari seluruh ajaran para nabi dan rasul
tersebut.
Rasulullah Muhammad diutus oleh
Allah sebagai penyampai risalah kepada umat manusia seluruhnya. Beliau adalah
penyampai pesan dari Allah. Beliau datang membawa syariat dari Allah berupa
hukum-hukum dan tuntunan hidup. Beliau datang membawa Al-Qur’an, untuk kemudian
menjelaskan kandungannya agar umat manusia memahami isi Al-Qur’an. Untuk itu, satu-satunya
jalan dan cara untuk taat kepada Allah adalah dengan taat kepada Rasulullah.
Tidak ada jalan dan cara yang lain! Karenanya, kesaksian atas kerasulan
Muhammad adalah harga mati yang tidak bisa lagi kita tawar-tawar.
Kesaksian atas kerasulan Muhammad
juga bermakna bahwa kita harus menjadikan beliau sebagai teladan (uswah),
karena beliau adalah sosok yang ma’shum (terpelihara dari dosa), yang
perkataannya adalah wahyu dari Allah dan tidak ada perkataannya yang didasarkan
pada hawa nafsu semata, serta karena Allah memang memerintahkan kepada kita
untuk menjadikan beliau sebagai panutan. ”Sungguh pada diri Rasulullah terdapat
teladan yang baik bagi kalian.” (QS Al-Ahzab: 21)
Untuk
bisa menjadikan beliau sebagai teladan, kita harus mempelajari perjalanan hidup
beliau. Dengan begitu, kita bisa mengetahui berbagai sifat, sikap dan
langkah-langkah hidup beliau. Setelah itu, kita harus menerapkan keteladanan
dari beliau dalam kehidupan kita sekarang ini. Itulah kesaksian yang benar atas
kerasulan Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar