InspirasI

Minggu, 31 Desember 2017

Otak Atik Umur Dajjal

Kata Rasulullah saw, Dajjal bekerja hanya 40 hari saja di dunia.
Tapi,
1 hari pertama seperti 1 tahun
1 hari kedua seperti 1 bulan
1 hari ketiga seperti 1 minggu
Dan sisanya 37 hari seperti hari-hari biasa.
Apakah 1 tahun, 1 bulan, dan 1 minggu di sana adalah kiasan ataukah kenyataan? Kita tidak tahu. Hanya Allah swt yang tahu.
Tapi jika angka itu kiasan (majazi) maka mari kita hitung dgn kiasan ini: bahwa 1 hari di sisi Allah sama dengan 1000 tahun bagi kita (QS. As-Sajdah: 5).
Dgn analogi itu maka 3 hari pertama Dajjal itu berarti
1 hari pertama = 1000 tahun
1 hari kedua = 83 tahun (1000 ÷ 12 bulan)
1 hari ketiga = 19 tahun (1000 ÷ 52 minggu)
37 hari berikutnya seperti hari-hari biasa kita.
Mari kita terapkan dalam asumsi sejarah.
Ada seorang Ulama mengatakan bahwa
ibukota Dajjal pertama memusatkan kekuasaannya di Inggris,
ibukota Dajjal kedua kekuasaannya dipusatkan di Amerika, dan
Ibukota Dajjal ketiga kekuasaannya dipusatkan di Israel.
Inggris kuat sejak Anglo Saxon mendirikan Britania sampai Perang Dunia 1 hampir 1000 tahun (927-1918). Ini adalah hari pertama Dajjal memusatkan kekuasaannya hingga ekspansi ke 8 arah penjuru mata angin dunia (lambang bendera Inggris). 1 hari pertama seperti 1 tahun menurut Rasul atau setara 1000 tahun menurut Al-Quran.
Hari kedua seperti 1 bulan (1000 ÷ 12 bulan = 83 tahun bbrp bulan), dimulai perang dunia 1 tahun 1918 + 83 yakni tahun 2001. Pasca perang dunia 1 Amerika berkuasa dominan hingga 2001. Ada apa dgn 2001? Perisriwa kejatuhan gedung WTC 911.
Hari ketiga seperti 1 minggu (1000 ÷ 52 = 19 tahun), dimulai 2001 + 19 = 2020. Di hari ketiga ini kekuasaan Dajjal dipusatkan di Israel.
Sejak 2020 maka Dajjal akan muncul dalam hari-hari biasa selama 37 hari keliling dunia mendatangi seluruh manusia kecuali Makkah & Madinah.
Apakah tahun 2020 itu dimulainya kemunculan Dajjal? Kita tidak tahu. Yg pasti tanda-tanda akhir zaman semakin tampak menuju kesempurnaannya.
Pesan saya, adalah perkuat iman, jangan terbesit pengen ketemu Dajjal, tingkatkan bekal amal ibadah, dan hafalkan Al-Quran minimal 10 ayat Al-Kahfi. Karena Dajjal tidak sanggup menemui orang yg baca Al-Kahfi. (RI).
Allahu A'lam

Sabtu, 30 Desember 2017

NASEHAT DARI HUDZAIFAH

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia bertemu Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu. Umar bertanya, “Bagaimana dirimu, wahai Hudzaifah?” Hudzaifah menjawab, “Aku mencintai fitnah, membenci kebenaran, shalat tanpa wudhu, dan di bumi ini aku memiliki sesuatu yang tidak Allah miliki di langit.”
Umar marah besar. Dia mendatangi Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Ali bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, ada bekas marah di wajahmu.” Umar lalu menceritakan ucapan Hudzaifah. Ali berkata, “Dia benar, wahai Amirul Mukminin. Dia mencintai fitnah, maksudnya anak-anak dan wanita. Dia membenci kebenaran, yakni kematian. Dia shalat tanpa wudhu, maksudnya ia bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam setiap waktu tanpa wudhu. Dia memiliki sesuatu di bumi yang tidak dimiliki oleh Allah di langit, yakni beristri dan beranak, sementara Allah tidak beristri dan beranak.”
Umar berkata, “Kamu benar dan baik, wahai Abu Hasan. Kamu telah menghilangkan apa yang ada di hatiku kepada Hudzaifah.”

Jumat, 29 Desember 2017

Kisah Umar Bin Khattab Masuk Islam

Umar bin Khattab adalah orang dari suku Quraisy,ia terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati Umar sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara pengagungannya terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan terhadap hiburan dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi apa yang dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik.
Pada suatu hari, orang-orang kafir Quraisy bermusyawarah untuk menentukan siapakah di antara mereka yang bersedia membunuh Rasulullah saw.. Umar r.a. segera menyahut, “Saya siap melakukannya!” Semua orang Quraisy yang hadir di pertemuan itu berkata, “Ya, memang engkaulah yang pantas melakukannya!”
Sampailah kemudian, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah Sholallohu Alaihi Wassalam. Namun di tengah jalan, beliau bertemu dengan Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.

Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Arats (seorang tukang besi dari kaum muhajjirin) yang yang sedang mengajarkan Al-Quran kepada Fathimah binti Khatthab dan suaminya Sa'id bin Zaid, Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.

Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian beliau terus membaca :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :

“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Arats keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Sebagian sahabat merasa takut akan kedatangan Umar yang terkenan keras, namun paman Rasululloh SAW yang bernama Hamzah Bin Abdul Mutholib adalah seorang yang pemberani, ia di juluki Singa Alloh & Rasulnya dan ia tidak takut menemui Umar, Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.

Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.

Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang musyrik, sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin.
Kaum kafir Quraisy merasa terpukul dengan keislaman Umar. Namun, jumlah kaum muslimin masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan kaum musyrikin di Makkah. Kafir-kafir musyrikin itu semakin keras usahanya untuk membinasakan kaum muslimin beserta agamanya, di sisi lain sema-ngat kaum mulimin pun semakin bertambah. Dengan Islamnya Umar, kaum Muslimin bertambah berani dan mereka berani mendirikan shalat di Baitul Haram.
Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Islamnya Umar merupakan keme-nangan besar bagi kaum Muslimin, hijrahnya merupakan pertolongan bagi kami, dan pengangkatannya sebagai khalifah adalah rahmat bagi kaum muslimin.” (Asadul Ghabah).


Kamis, 28 Desember 2017

JIKA TUHAN ABSEN DI RANJANG
                                             Oleh Asri Supatmiati
                                                         Jurnalis

            Terus terang, wajah-wajah pelangi, bertebaran di sekitar saya. Yang satu ini, bodinya laki tapi berbusana wanita. Pagi-sore kerja jadi pemandu wisata, malam berasyik masyuk bukan dengan pasangan sah pernikahan. Sama pacarnya. Laki-laki tentu saja.
            Satu lagi, masih berbodi laki-laki. Berpakaian juga layaknya laki-laki. Cakep sih enggak, bodi atletis juga sama sekali tidak. Tapi, melambai iya. Dia laris manis sebagai host di berbagai acara seremonial. Celetukannya yang lucu, ditambah gaya melambainya, menjadi daya jual. “Ih, geli sama dia, takut saya,” tukas seorang teman laki-laki yang pernah menginap dengannya. Oh, baru tahu saya, kalau orientasi ranjangnya pelangi.
          Satu lagi, laki-laki ganteng, putih dan atletis. Sayangnya, sejak kecil lebih suka permainan perempuan. Kurang suka bermain dengan laki-laki. Sekarang bisnis salon, dengan pelanggan yang mayoritas perempuan. Melambai tentu saja. Saya tak berani menebak urusan ranjangnya. Tapi yang saya tahu, dia belum menikah juga.
          Ada lagi yang satunya,...ah...cukuplah. Yang jelas, kaum pelangi ini ada di sekitar kita. Kian banyak, karena keberhasilan propaganda mereka. Ya, mereka itu bukan ada begitu saja. Tidak lahir tiba-tiba. Nongol dari sononya. Mereka juga gigih berupaya.
        Saya jadi ingat, hari ini, sebelas tahun lalu. Tepatnya 20 Desember 2006, Budayawan Taufik Ismail, pernah berpidato dengan judul “Budaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka.“ Beliau mengingatkan gelombang yang dihembuskan oleh Gerakan Syahwat Merdeka (GSM). Gerakan itu tak bersosok organisasi resmi yang berdiri sendiri, tapi bekerjasama bahu-membahu melalui jaringan mendunia untuk merusak moral masyarakat. Didanai kapital raksasa, ideologi neoliberalisme dan media cetak serta elektronik sebagai corongnya.
.
Sedikitnya ada 13 komponen yang melahirkan gelombang GSM. Yakni: (1) para praktisi –baik pribadi maupun kelompok-- perilaku seks bebas. (2) Penerbit majalah dan tabloid mesum. (3) Produser, penulis skrip dan pengiklan acara televisi syahwat. (4) Jutaan situs porno dunia. (5) Penulis, penerbit dan propagandis buku syahwat, sastra dan nonsastra. (6) Penerbit dan pengedar komik cabul. (7) Produsen, pengganda, pembajak, pengecer dan penonton VCD/DVD biru. (8) Pabrikan dan konsumen alkohol. (9) Produsen, pengedar dan pengguna narkoba. (10) Pabrikan, pengiklan dan pengisap nikotin. (11) Pengiklan perempuan dan laki-laki panggilan. (12) Germo dan pelanggan prostitusi. (13) Dokter dan dukun praktisi aborsi.
           Inilah yang menghantam Indonesia, hingga mengalami kehancuran moral. Itu juga yang menginspirasi saya menulis buku “Indonesia Dalam Dekapan Syahwat” pada tahun 2007. Jangan ditanya, isinya sangat porno. Maksudnya, mengupas habis revolusi urusan ranjang: dari ruang kamar ke ruang publik.
Kini, gerakan itu tampaknya mulai menunjukkan hasil. Syahwat telah merdeka. Merdeka dari apa? Dari aturan agama (baca: Islam). Lihatlah, jika dulu orientasi seksual itu hanya satu: laki-laki vs perempuan. Itupun harus dengan ikatan nikah yang sah. Titik. Kini, aneka jenis orientasi seksual bebas merdeka. Ada yang menyebut jumlahnya  7, 10, 13 hingga 50 jenis.
          Mulai homoseksual, lesbian, biseksual, transgender, pedofilia, ekshibisionisme, voyeurisme, fetishisme, bestially, incest, necrophilia dll. Apaan tuh? Ngeri ah, kalau dijabarin. Di luar negeri lebih gila. Sudah ada orientasi seksual dengan hewan atau benda mati. Anjing, kucing, boneka, pohon, bahkan tembok. Tak tanggung-tanggung, mereka nikahi itu benda-benda konyol sebagai pasangan sehidup semati.
             Itulah efek liberalisasi. Sebuah kekuatan global yang membebaskan negara, masyarakat, keluarga hingga individunya, dari aturan agama. Sekulerisme. Neoliberalisme. Indonesia sendiri, nggak mau disebut negara agama, karena faktanya memang sekuler. Akhirnya, mengatur masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang tidak bersumber dari agama. Makanya kalau ada yang menawarkan agama sebagai sumber untuk mengatur negara, ogah. Walaupun, sila pertama Pancasila bunyinya Ketuhanan Yang Maha Esa. Praktiknya, kebebesanlah yang maha esa.
            Dengan dalih kebebasan, atau bahasa kerennya hak asasi manusia (HAM), masyarakat akhirnya juga bergaul dengan membebaskan diri dari agama. Buktinya, ketika agama bilang jangan berzina, eh, berzina. Jangan aborsi, eh aborsi. Jangan homoseksual; eh malah terbit kaum pelangi yang tak dirindukan.
           Lah, bukannya Indonesia negeri Muslim terbesar di dunia? Betul. Umat Indonesia rata-rata punya agama. Tercantum di KTP-nya. Tapi, meminjam istilah Ustaz Abdul Somad, Tuhan saat ini dipenjara di masjid-masjid. Kalau di masjid takut Tuhan, di luar masjid Tuhan dianggap nggak ada. Di masjid baik, di luar masjid bebas. Di dalam masjid menutup aurat, keluar masjid langsung buka aurat. Itu menghina Tuhan. Seolah Tuhan hanya eksis di tempat ibadah.
        Ya, manusia jadi gak takut Tuhan. Di kantor gak ada Tuhan, terjadilah perselingkuhan. Di pasar gak ada Tuhan, mainin aja timbangan. Di birokrasi gak ada Tuhan, makanya korupsi dianggap rezeki. Di rumah gak ada Tuhan, makanya anak pun dijadikan korban syahwat; istri dimutilasi; ponakan disodomi, dll. Di kamar gak boleh ada Tuhan kan, makanya adegan mesum pun disebar-luaskan. Dan, sampailah kini pada urusan paling privat manusia: orientasi ranjang.
Tuhan pun disingkirkan dari sana. Maka, ketika Tuhan absen di ranjang, muncullah beraneka kebebasan seksual yang liar. Mau menggoyang ranjang dengan siapa, kapan dan di mana terserah. Mau dengan lawan jenis, sejenis atau jenisnya tak jelas, terserah. Bahkan dalam banyak kasus, pelampiasan urusan ranjang ini pun, tak lagi membutuhkan ranjang dalam makna sebenarnya. Semak-semak, mobil, warung remang-remang, toilet umum, bahkan ruang kelas pun jadi tempat peragaan syahwat. Na'udubillahi minzalik.
        Karena tak memakai aturan Tuhan, kaum pelangi tak mau dikriminalisasi. Dalam kamus liberal, itu hak asasi. Padahal dalam kamus agama apapun, apalagi Islam, jelas-jelas bahwa itu kriminal. Segala bentuk penyimpangan dari perintah Allah SWT adalah jarimah atau kriminalitas. Meninggalkan salat lima waktu, jarimah. Menanggalkan hijab, jarimah. Berzina, jarimah. Elgebete, jarimah.
       Jadi jelas kan, kenapa kaum Sodom ini bisa eksis. Mereka juga berjuang, kawan! Perjuangan yang panjang dan melelahkan untuk diakui eksistensinya. Ditambah ada para pembela, plus sistem hukum yang membiarkan, negara yang juga membebaskan, eksistensi mereka kian merajalela. Masih ingat bagaimana polisi menggerebek pesta gay di salah satu hotel di Jakarta? Apakah mereka dihukum agar jera? Tidak. Karena Tuhan pun dipaksa absen dari aturan.
         Hasilnya, lihatlah Indonesia sekarang. Lebih Amerika dari Amerika. Jika di negeri Paman Sam itu sendiri, kaum pelangi butuh kurang lebih 50 tahun hingga pernikahan sejenis dilegalkan, Indonesia boleh jadi tak lama lagi. Tunggu saja. Kalau kita semua diam. Kalau pendukung kaum pelangi menang. Kalau dakwah dibungkam. Kalau aturan agama dibuang. Jika Tuhan dipaksa absen dalam setiap lini kehidupan. Termasuk absen dari urusan ranjang. Mau, seperti itu? Na'udubillahi min zalik.
.
13 TAHUN  LALU  SAAT TSUNAMI  ACEH

        Kenangan tiga belas tahun yang lalu,  saat tragedi tsunami aceh melanda,  2004 yang lalu..Malam itu, engkau memelukku begitu lama,  mengelus perutku yang membuncit dan menempelkan wajahmu di sana.
"Aceh memanggilku, Mi. Abi akan berangkat besok pagi,  bersama rombongan relawan lainnya," katamu lirih. 
"Gempanya besar sekali,  Bi.  Mungkin masih akan ada beberapa gempa susulan walau tak sebesar yang pertama, " sahutku bergetar.  Aku tahu,  aku tak akan bisa menahanmu untuk tidak bergabung dengan mereka,  para relawan itu.  Tabiatmu yang suka menolong dan tak pernah bisa tinggal diam, cenderung tak bisa dicegah.  Dan itulah yang membuatku makin cinta padamu. Namun,  tentu saja ada kegundahan besar dalam dada.
"Korbannya banyak banget,  Mi.   Kita tidak bisa mengandalkan tim SAR dan kepolisian pemerintah saja.  Makin banyak relawan yang membantu,   makin baik,  jadi lebih cepat mendapat pertolongan.  Abi ikut rombongan pertama."
"Kira-kira  berapa hari,  Bi?" tanyaku agak cemas. 
"Paling lama dua minggu,  Mi. Abi ada uang lima ratus ribu rupiah.  Umi yang bawa ya,  untuk kebutuhan rumah."
Kuterima lembaran uang itu dari tanganmu dengan bergetar,  entah mengapa rasanya seperti tidak rela melepasmu pergi. Aku tahu aku tak bisa menahanmu lagi,  jadi kuserahkan kembali setengah dari uang itu untukmu, "untuk jaga-jaga,  Bi, bila engkau membutuhkan sesuatu.  Bila tidak,  sumbangkan saja untuk mereka.  In syaa Allah yang setengah ini sudah cukup buatku dan anak-anak."
Malam terasa berlalu begitu cepat,  usai subuh engkaupun pamit berangkat. Kaucium anak-anak yang terheran-heran melihat abinya menenteng ransel besar.
"Abi mau kemana sepagi ini? " tanya mereka sambil salim.
"Abi mau berjuang,  menolong orang yang kesusahan, baik-baik  di rumah ya.  Nurut sama Umi."
"Begitu sampai langsung kasih kabar ya,  Bi, "kataku lirih.
"Jangan bilang ibu-bapak ya,  kalau Abi berangkat ke Aceh.  Entar mereka kawatir, " bisikmu di telinga," senyum,  dong.... " 
Kupaksakan tersenyum saat kaujentik hidungku dengan lembut, "jaga diri baik-baik  ya,  jangan lupa ngabari. "
Kuikuti langkahmu sampai menghilang dari pandangan. Kuiringi dengan doa sepenuh harapan,  semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya,  Robb semesta alam.
Setiap saat,  kuikuti berita di TV tentang kondisi Aceh,  hatiku semakin ciut.  Sehari,  dua hari, dirimu tak jua memberi kabar.  Atau memang tak ada sinyal?  Atau karena hapeku yang jadul?  Atau sesuatu terjadi padamu?  Hatiku terus menduga-duga, apalagi sampai hari kelima belum ada jua kabar darimu.
Esok harinya ayah dan ibu datang ke rumah,  mereka menanyakanmu dan kujawab engkau sedang ada tugas kantor di luar kota. 
"Iki mesti,  Amir mangkat neng Aceh.  Iyo to...? Mantuku siji iki opo iso meneng ae yen ono bencana..., " gerutu ayah dan ibu membuatku tak bisa berkata-kata  lagi.
"Bapak tinggal  kene ae,  ngancani Titin.  Mesakke anakke limo cilik-cilik,  meteng tuo sisan,  mengko yen ono opo-opo ....," ujar ayah yang langsung diiyakan ibu.
"Mboten nopo-nopo kok,  Pak,  Bu.  Tanggine kathah, rencang ugi wonten sing dados dokter, " sahutku berusaha menghilangkan kecemasan mereka.
"Yo wis,  malah kebeneran.  Bapak taktirah kene ae,  rong dino pisan doktere kon mrikso Bapak nang kene ae."
Jadilah mulai hari itu Bapak nginep di rumah. Sore itu baru kuterima kabar darimu,  alhamdulillah, setidaknya aku bisa menjawab bila Bapak menanyakan kabarmu.
Esok paginya,  ayahmu pun bertandang.  Seperti halnya ayahku,  beliau pun memutuskan untuk tinggal di sini menemani kami.
Sepuluh hari berlalu,  persediaan beras menipis,  uang pun tinggal sepuluh ribu.  Ada tiga perut orang dewasa dan lima perut anak-anak yang harus diisi setiap hari,  belum lagi obat yang mesti kusediakan untuk Bapak. Aku tak mungkin mengatakan kesulitanku pada kedua ayahku. Aku juga tak mungkin memberitahukan kesulitanku padamu yang sedang berada jauh di Aceh sana.  Aku hanya berharap Allah memberikan jalan keluar dari masalah ini. Yang kutahu,  Dia tak pernah menelantarkan hamba-Nya.
Pagi itu,  sambil menjemur pakaian,  mulai terlintas pikiran di kepalaku untuk berhutang, tapi pada siapa?  Seumur-umur aku belum pernah meminjam uang kepada siapapun,  kalau yang pinjam,  banyak,  walaupun yang bisa kupinjamkan tak seberapa. Alhamdulillah,  belum juga selesai menjemur pakaian,  seorang bapak tua menghampiriku. 
"Apa ini rumahnya Pak Amir? " tanyanya.
"Iya,  ada apa nggih,  Pak? " tanyaku deg-degan, takut bila ia membawa kabar buruk darimu.
"Alhamdulillah,  ini saya mau mengembalikan uang yang saya pinjam setahun lalu.  Mohon diterima ya,  Bu".
Dengan bergetar kubuka amplop yang disodorkannya,  ma syaa Allah, lima ratus ribu rupiah,  jumlah yang tidak sedikit pada waktu itu.
"Pak,  ini ndak salah,  Pak?  Banyak sekali...  " seruku kaget,  tapi bapak tua itu sudah tidak ada lagi di depanku.  Kuputar pandangan mencari-cari sosoknya di sekitar gang,  tak kutemui juga,  dia seolah hilang tanpa jejak.
Mungkin ini pertolongan dari Allah,  hingga aku tak perlu mencari pinjaman.  Dengan uang itu,  aku bisa membeli beras,  kebutuhan lain dan juga obat untuk Bapak. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan harian kami sampai engkau kembali, alhamdulillah.
Masih di episode yang sama,  tiga pekan sepeninggalmu,  Hari Raya Idhul Adha tiba.  Dan kami merayakannya tanpamu.  Alhamdulillah, kita masih bisa berkorban dan berbagi.  Engkau di Aceh sana dan kami di sini. Tapi Sayang,  hati kita serasa berada di tempat yang sama,  tempat yang penuh kesyukuran. Dan engkau baru kembali beberapa hari sesudahnya, saat persediaan uangku benar-benar habis.  Allah itu Maha Baik,  ya.  Dia selalu memberi yang kita butuhkan.

Rabu, 27 Desember 2017

           PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT

Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad, Allah berpesan kepada malaikat Jibril
“Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya malaikat ibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, TIMPAKAN SAJA SEMUA SIKSA MAUT INI KEPADAKU, JANGAN PADA UMATKU”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.
Menurut jumhur ulama sebagian Sakitnya Sakarotulmaut Seluruh umat Nabi muhammad sudah dilimpahkan kepada Sayyidina muhammad....
Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut Mengagungkan Pangilan Nabinya.
Allahumma sholli 'alaa Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad....
Mudah2an kita termasuk ummatnya yg nanti di hari kiamat akan mendapatkan syafaat baginda Rosulullah SAW.
Aamiin.
Yang like, komentar dan share status ini, Semoga kelak akan berkumpul bersama Rasulullah dan mendapatkan aliran syafa'at dari Baginda kita, Rasulullah Muhammad SAW.
Amiin...
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad......

Selasa, 26 Desember 2017

CIUMLAH ANAK-ANAKMU

Hal ini juga dilakukan oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Suatu ketika, beliau bertanya kepada seorang badui,
“Apakah kalian mencium anak kalian setiap hari?”
Orang itu menjawab, “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak yang tidak pernah aku cium satupun di antara mereka.”
Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya,
“Apa yang telah engkau lakukan? Sesungguhnya Allah telah mencabut rahmat dari hatimu.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi).
Telah diriwayatkan dalam sebuah atsar dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, bahwa ia menuturkan,
“Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berada di rumahku. Ketika itu pembantu mengatakan bahwa Ali dan Fathimah ada dalam kamarnya.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku,
“Bangunlah kamu tolong panggilkan ahli baitku.”
Mendengar sabda beliau itu, aku bangkit dan berdehem di dekat rumah. Seketika itu juga, masuklah Ali dan Fathimah, bersama kedua anaknya Al-Hasan dan Al-Husain yang masih balita
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menggendong kedua balita tersebut dan meletakkannya di atas pangkuannya lalu mencium keduanya.
Setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memeluk Ali pada satu tangannya dan Fathimah pada tangan yang lain, beliau mencium Fathimah dan mencium Ali, kemudian Rasulullah memberi mereka sebuah kain hitam, kemudian beliau berdoa,
“Ya Allah, aku minta kepada-Mu agar menjauhkan aku dan keluargaku dari neraka.”
Aku (Ummu Salamah) katakan, “Aku bagaimana wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Kamu juga.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya [6/296]).
Di antara bentuk ungkapan cinta Anda kepada anak-anak adalah mencium mereka. Ciumlah anak Anda setiap hari dan izinkan mereka mencium kepala Anda dan kepala ibunya setiap hari pula.
Sungguh, ciuman seorang ayah atau ibu memiliki pengaruh positif kepada anak-anaknya. Sebab, ciuman merupakan ungkapan cinta, perhatian, kerinduan dan lain sebagainya dari makna-makna keindahan yang mampu menjaga keharmonisan rumah tangga.
Berusahalah Anda untuk mencium anak-anak Anda setiap hari dalam rangka mengungkapkan rasa sayang dan cinta Anda kepada mereka.

33 TAHUN "HANYA" DAPAT 8 HAL

Suatu hari, Imam Syaqiq Al Balkhi bertanya kepada muridnya yang bernama
Hatim Al Ashom :
Imam syaqiq : "Sudah berapa lama engkau menuntut ilmu dariku?".
"Sudah 33 tahun", jawab Hatim.
"Apa yang telah kau pelajari, selama 33 th ini?", tanya Imam Syaqiq.
"Hanya 8 hal ", jawab Hatim.
" Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun !
Kuhabiskan umurku untuk mendidikmu,
namun kau hanya mempelajari 8 hal dariku?", Ucap Imam Syaqiq heran.
"Benar Yaa Syeikh, aku hanya mempelajari 8 hal saja,
aku tidak mau mendustai anda", jawab Hatim.
"Coba sebutkan 8 hal yang telah kau pelajari itu ! ". Minta Imam Syaqiq.
Hatim Al Ashom pun berkata :
Pertama :
"Kulihat setiap manusia memiliki seorang kekasih.
Ketika dia mati, kekasihnya ikut mengantarkannya hingga ke kuburan, lalu meninggalkannya sendirian di sana.
Maka,
Aku lebih memilih amal kebajikan sebagai kekasihku,
Sehingga ketika nanti Aku masuk liang kubur, amalku akan ikut bersamaku".
Kedua :
"Aku merenungkan Wahyu Alloh SWT :
"Dan Adapun orang2 yang takut kepada Kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka surga lah yang akan menjadi tempat tinggalnya".
(QS. An Naazi'aat,79:40-41).
Aku sadar,
Bahwa Firman Alloh pasti lah benar,
Maka Aku pun berjuang untuk melawan keinginan nafsuku, hingga nafsuku tunduk kepada Alloh SWT ".
Ketiga :
"Ku perhatikan manusia selalu memulyakan & menyimpan harta benda berharga yang mereka miliki, lalu Kupelajari Firman Alloh swt :
"Apa yang ada disisimu akan lenyap, & apa yang ada disisi Alloh akan kekal". (QS. An Nahl,16:96).
Maka setiap kali Aku memperoleh sesuatu yg berharga,
Aku pun menyedekahkannya dijalan Alloh swt, agar hartaku selalu tetap terjaga di sisi-Nya".
Keempat :
"Aku melihat setiap manusia mengejar harta, kedudukan, kehormatan dan kemulyaan nasab.
Namun setelah aku mempelajarinya, ternyata semua itu tidak ada apa2nya, saat Aku membaca Wahyu Alloh swt :
"Sesungguhnya, orang yg paling mulia disisi Alloh, adalah orang yg paling bertaqwa (kepada Alloh) di antara kalian".
(QS. Al Hujuroot,49:13).
Karena itulah,
Aku pun beramal utk mewujudkan Taqwa, agar Aku memperoleh kedudukan yang Mulia di sisi Alloh SWT.
Kelima :
"Aku melihat manusia saling mencela & melaknat, dan sumber semua itu adalah hasad (kedengkian). Lalu aku mempelajari Wahyu Alloh SWT :
"Kami telah membagikan utk penghidupan mereka di alam dunia".
(QS. Az Zukhruf,43:32).
Akupun sadar,
Bahwa semuanya telah dibagi oleh Alloh swt.
Maka aku tinggalkan sifat Hasad (dengki), kujauhi manusia, & aku tidak bermusuhan dengan seorang pun".
Keenam :
"Kulihat manusia saling menganiaya & saling membunuh, padahal Alloh SWT berfirman :
"Sesungguhnya syeitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh(mu)".
(QS. Al Fathir,35:6).
Oleh sebab itu,
Kutinggalkan permusuhan dengan manusia & Kujadikan Syeitan sebagai satu2nya musuhku.
Aku selalu mewaspadainya dengan sekuat tenaga, sebab Alloh swt sendiri yg telah menjadikan Syeitan sebagai musuhku".
Ketujuh :
"Aku melihat setiap orang hanya demi sepotong roti (harta), mereka rela menghinakan diri mereka sendiri dengan melakukan hal2 yg diharamkan oleh Alloh swt. Lalu kuperhatikan Firman Alloh SWT :
"Dan tiada satupun binatang melata dibumi, melainkan Alloh telah menanggung rezeki nya".
(QS. Hud,11:6).
Aku sadar,
Bahwa diriku adalah salah satu dari yang melata itu, dan Alloh swt telah menjamin Rezeki ku.
Oleh karena itu, kusibukkan diriku untuk menunaikan kewajiban yang telah di berikan oleh Alloh swt dan aku tidak pernah merisaukan sesuatu yang telah dijamin oleh Alloh swt untukku".
Kedelapan :
"Aku melihat semua org bergantung kepada Makhluq Alloh swt.
Ada yg bergantung kepada ladangnya,
bergantung kepada perniagaannya,
bergantung kepada pekerjaannya, dan
bergantung kepada kesehatan jasmaninya.
Akupun kembali kepada Firman Alloh :
"Dan barang siapa yg bertawakkal kepada Alloh, maka Alloh akan mencukupkan (segala keperluan) nya".
(QS. Ath Tholaaq,65:3).
Oleh karena itulah,
Aku pun bertawakkal (bergantung) kepada Alloh swt yang Maha Perkasa dan Maha Agung, dan Alloh swt pun mencukupi semua kebutuhanku".
Mendengar jawaban dari Hatim Al Ashom,
Imam Syaqiq Al Balkhi berkata :
"Wahai Hatim, semoga Alloh memberimu Taufiq.
Aku telah mempelajari Zabur, Taurot, Injil dan Al Qur'an.
Dan kutemukan bahwa semua jenis kebaikan dan ajaran Agama, berkisar pada 8 hal yang tadi telah kau sampaikan.
Barang siapa mengamalkan 8 hal tersebut.
Maka berarti, dia telah mengamalkan isi dari 4 kitab suci".
LALU........
- Berapa lama kita menuntut ilmu?
- Apa yang kita dapatkan?
- Adakah pelajaran penting yang meresap kedalam hati kita dan selalu kita amalkan?
- Atau semua itu hanya sekedar penghibur telinga kita?
Semoga Alloh SWT, memberi kita Hidayah,
Sehingga kita dapat mengamalkan apa yang kita dengar, kita lihat dan kita baca.......

Senin, 25 Desember 2017

JARENE WONG JOWO DINO IKU ONO PITU

Dino iku ono 7 (pitu): Maksudte PITU ugo bisa kanggo  PITUTUR, PITUDUH, PITULUNGAN, PITUNGKAS, monggo sareng2 disimak nggih?
1. SENEN: tegese ojo boSEN marang uNEN² (unen² Wong Jowo seng kang bisa kanggo tuntunan marang kauripan)
2. SELOSO: SElakno NGAMAL MARANG SOPO² (wong ngamal iku ora pilih², ora pandang wonge sopo)
3. REBO: KEREPO SINAU BEN ORA BODHO (mumpung isih urip ditlateni anggone luru ilmu, mergo ngaji iku penting, ojo sing penting ngaji)
4. KEMIS:  LUWIH BECIK MINGKEM TINIMBANG LAMIS (ojo podho ngumbar omongan kelawan wong liyo. Luwih² ngrasani tonggo)
5 JUMAT: JUMBUHNO LELAKON KARO KEKAREPAN / NIAT  (yen nduwe niat/cita² kudu usaha ikhtiar dungo supoyo kekarepanne biso kaleksanan)
6. SABTU: INSAP -PO MARANG BARANG SENG WES KEWETU (sak bejo bejane wong ngedan, isih luwih bejo wong kang eling kelawan waspodho)
7. MINGGU: MINGGIRO BARANG SENG OLO, LAKONONO BARANG SENG RAHAYU (sing apik ayo podho dilakoni)

SUDAH  TERBUKTI

Wajah tampanmu, paras cantikmu, badan kekarmu, indah kulitmu, kilau rambutmu, usia mudamu, apakah telah memberi nilai lebih bagimu? Kau akan menjawab itu adalah kelebihanmu, padahal kau tahu itu bukan prestasi yang kau usahakan sendiri. Sebelum lahir tak ada yang bisa memesan bentuk badanmu. Kau terima begitu saja apa adanya. Untuk apa semua itu dibangga-banggakan jika hanya jadi penghalang cahayaNya?
Setiap saat kau bercermin, seolah-olah takut hilang kecantikanmu, ketampananmu. Padahal dari kemarin masih tetap seperti itu. Dan siang malam kau sering disibukkan hanya untuk merawat badan.
Ingatlah, semua itu akan rusak jika telah sampai waktunya.
Kau keluarkan biaya berjuta-juta hanya takut ada satu jerawat yang hinggap, sedangkan sedikit membantu yang kekurangan, kau enggan melakukannya.
Kau begitu ketakutan kala garis keriput telah tergambar samar-samar. Krim anti aging benarkah bisa menunda ketuaan kulitmu?
Kala yang lain berbusana tertutup rapat, kau bilang itu menghilangkan pamor. Benarkah?
Apakah keindahan fisikmu untuk dipamerkan? Atau untuk diperlombakan?  Sudahlah kawan, sudah banyak terbukti, banyak contoh, keindahan fisik telah menghalangi cahayaNya menembus hati, bahkan menjerumuskan pada kehancuran dunia dan akhirat. Lihat para pesohor rupawan yang tengah dilanda masalah karena tak mampu mensyukuri kerupawanannya. Benar, ini sudah terbukti.
Baginda Yusuf AS, Bunda Aisyah ”Sang Humaira”, patutlah kau contoh kemuliannya, walau dianugerahi keindahan fisik jauh melebihi yang kau punya.

DOA DAN HARAPAN
Lirihku semoga jadi doa
Tangisanku semoga jadi sesal
Nafasku semoga jadi tasbih
Tatapanku semoga jadi rahmat
Perkenankanlah Ya Rabb…
Harapanku semoga jadi kenyataan
Resahku semoga jadi jawaban
Deritaku semoga jadi kesabaran
Pelitaku semoga jadi impian
Kabulkanlah Ya Rabb…
Doa di dalam sujud dan ruku
T’lah menghadirkan cahaya
Melaksanakan kepingan sisa harapan
Tuk meraih ampunanMu … Ya Rabb...

Minggu, 24 Desember 2017

MENGISLAMKAN ORANG  JAWA

Ngislam ke wong  jowo angel! Ojo titik' muni BID'AH,MUSYRIK,SIRIK
Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya Christia Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia.
Mengapa? Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk. Snouck Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Dia belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.
Hanya saja begitu ke Indonesia, Snouck Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari Snouck Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya Pangeran. Ketemunya Gusti. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Ada Gusti namanya Gusti Kanjeng. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.
Maka, ketika Snouck Hurgronje bingung, dia dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syekh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa.
Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego).  Snouck Hurgronje dan Van Der Plas tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz .
Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , korslet.
Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice.
Begitu diambil cicak satu, disini namanya
upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan hancur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.
Inilah bangsa aneh, yang membuat Snouck Hurgronje judeg, pusing.
Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal. Pertama, kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting). Kedua, mambu rokok (bau rokok). Ketiga, tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).
Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) Snouck Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan  Snouck Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di tanah Arab.
Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” saja. Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.
Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini saripati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.
Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.
Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi Rp 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih uang Rp 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa di Nusantara ini sedang kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian ini bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit.
Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan adanya di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-raya.
Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah.
Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain Ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni.
Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa pada waktu itu beragama hindu. Hindu itu berprinsip yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia.
Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang Gubernur atau Bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama.
Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama.
Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta paria, yang hidup dengan meminta-minta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini.
Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhirawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco.
Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang.
Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa. Pada akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. 
Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus.
Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau muncul orang-orang macam Sumanto.
Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet. Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet.
Ada 1.500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa pengamal Ngrogoh Sukma. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka Khalifah Turki Utsmani mengirim kembali tentara ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa.
Nama ulama itu Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki bala tentara Syekh Subakir, kemudian mereka diusir.
Ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro.
Karena Syekh Subakir sepuh, maka pasukannya dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi). Mereka melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik.
Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan.
Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah -kan, ceritakanlah ini. Kalau ngeyel, didatangi: tabok mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.
Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di Semarang dan menetap di daerah Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro.
Disana dia punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka kemudian ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.
Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.
Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang.
Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan : ".... masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”
Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi.
Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.
Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau menanam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan.
Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat. Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati.
Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?
Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang.
Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat.
Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.
Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.
Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah.
Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.
Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa.
Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.
Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.
Maka menurut NU ada ngapati, mitoni,
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.
Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya.
Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati. Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma.
Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur.
Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Terakhir sekali, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong. Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).
Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nankir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir apa karena tidak bisa mengucapkan Allah.
Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib buru-buru menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”
Maka, seperti itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya: ”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok.
Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tabok mulutnya!
Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu.
Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.
Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.
Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil.
Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.
Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, dengan simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.
Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat 'imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun.
Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebun, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua. Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang.
Padahal tugas Imam adalah menunggu makmum. Ditunggu dengan memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.
Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para ma'mum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allahu Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar ma'mum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair: kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun gajah.
Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir.
Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing. Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.
Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. "Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.
Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber. Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:
Gundul-gundul pacul, gembelengan.
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan.
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x
Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar.
Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan.
Kalau kepala memangku amanah rakyat kok terus gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.
Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi.
Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.
Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.
Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.
Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggung jawabkan disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.
Meski, nama ini tidak gagah. KH Ahmad Dahlan menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.
Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in . Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut.
Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa? Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.
Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali.
Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng.
Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath.
Kemudian murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.
Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.
Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran.
Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya.
Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.
Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.
Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”.
Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”.
Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga.
Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.
Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut.
Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran.
Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung.
Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir.
Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran.
Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu.
Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia.
Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi. Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris.
Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang.
Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia.
Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW.