Wanita
cantik itu, istriku.
Sejak menikahi istriku
sebelas tahun yang lalu, tak pernah terpikirkan olehku untuk menduakannya,
meskipun secara psikis dan finansial mungkin aku mampu.
"Apa tak ingin untuk nambah lagi gan?"
Sahabatku pernah bertanya.
Tentu saja bukan anak yang dimaksudnya, tetapi istri. Aku hanya tersenyum. karena bagaimanapun aku menjelaskan bagaimana aku mencintai istriku, tetap saja aku jadi bahan tertawaan.
Sudah lumrah dilingkungan pekerjaan kami, yang sering melanglang buana ke penjuru kota, bermain cinta tanpa sepengetahuan istri mereka. Bahkan ada yang menikah diam-diam, kemudian kembali ke kota asalnya dengan membawa istri muda. Atau setidaknya mencari teman ngobrol, kencan atau berbagi cerita. "Naluriah lelaki" kata temanku waktu itu.
Tentu saja bukan anak yang dimaksudnya, tetapi istri. Aku hanya tersenyum. karena bagaimanapun aku menjelaskan bagaimana aku mencintai istriku, tetap saja aku jadi bahan tertawaan.
Sudah lumrah dilingkungan pekerjaan kami, yang sering melanglang buana ke penjuru kota, bermain cinta tanpa sepengetahuan istri mereka. Bahkan ada yang menikah diam-diam, kemudian kembali ke kota asalnya dengan membawa istri muda. Atau setidaknya mencari teman ngobrol, kencan atau berbagi cerita. "Naluriah lelaki" kata temanku waktu itu.
Lalu bagaimana denganku? Entahlah. Yang pasti sampai saat ini,
belum ada perempuan yang berhasil mengisi hati selain istriku. Bukan tidak ada
godaan. Pekerjaan kami yang selalu bertemu klien dan banyak orang, seringkali
menjadi kesempatan untuk bertemu wanita cantik. Bahkan ada yang berani
menyatakan keinginannya untuk menjadi istri kedua. Melalui sahabatku, dia
menyatakan keinginan untuk menjadi istriku, rela walau dimadu. Aku menolaknya
secara halus, karena bagiku, cukuplah cinta sebagai alasan aku bertahan dengan
satu-satunya wanita.
"Mungkin Pipit pakai pelet untukmu, Gan!" Celetuk temanku
suatu waktu, yang membuatku meradang karena menuduh istriku meskipun hanya
bercanda. Memang, banyak yang membicarakan ketimpangan antara aku dan istriku.
Terlebih setelah ia melahirkan jagoan kedua kami.
Pernah aku memutuskan meninggalkan acara reuni, karena teman SMA-ku berkomentar menyakitinya. "Owh, ini istrimu gan, kupikir tantemu" kontan wajah istriku memerah. Saat itu juga kutinggalkan acara dan menghibur hati istriku dengan mengajaknya kencan berdua.
Pernah aku memutuskan meninggalkan acara reuni, karena teman SMA-ku berkomentar menyakitinya. "Owh, ini istrimu gan, kupikir tantemu" kontan wajah istriku memerah. Saat itu juga kutinggalkan acara dan menghibur hati istriku dengan mengajaknya kencan berdua.
Apakah istriku tidak cantik? Jika indikatornya standar cantik netizen
Indonesia, mungkin bisa dikatakan istriku tidak begitu cantik. Kulit coklat dan
badan yang berisi. Beberapa orang mengatakan istriku mirip dengan presenter
cerdas Okky Lukman.
Lalu apakah aku tampan? Ah, bukankah pria menjelang 40 tahun selalu
terlihat tampan?
Tapi apakah mereka tahu, bahwa tidak pernah aku merasa ada sesuatu yang
kurang dari dirinya. Darinya, dua jagoan kami lahir, dan karenanya pula mereka
tumbuh berkembang menjadi anak yang cerdas dan Sholeh. Istriku selalu bisa
mengerti dan mengendalikan suasana. Caranya berbicara, caranya bersikap,
siapapun akan terpesona. Dia cerdas, lulusan cumlaude di jenjang sarjana maupun
pendidikan magister. Dia bukan anak orang kaya, yang dari kecil biasa berjuang
untuk membiayai sekolah, dan pada akhirnya menyelesaikan studi dengan beasiswa.
Dan disaat ia mencapai puncak karier sebagai manajer di sebuah perusahaan
ternama, tanpa kuminta dengan rela hati ia berhenti karena sibungsu yang
sakit-sakitan. Aku yang hanya lulusan sarjana, tak pernah digurui dalam hal
apapun. Tapi ketika pulang membawa segudang masalah pekerjaan, berbicara
dengannya seolah-olah menghadirkan solusi didepan mata.
Dan kini ia sedang mengandung anak ketiga kami, yang kata om dokter akan
hadir jagoan lagi. Rasa lelah karena menjalani pendidikan Doktor dalam kondisi
hamil besar, ditambah lagi timbangan yang sudah bergerak ke kanan, sama sekali
tak mengurangi pesonanya, dan aku jatuh cinta padanya, lagi.
Istriku cantik, dan siapapun tak boleh memungkirinya. Bisa saja dengan
tabungannya, istriku mampu mempermak fisiknya yang mungkin akan lebih cantik
dari Lucinta Luna. Tapi bagi kami, cukuplah cinta yang menyempurnakan sesuatu
yang tidak sempurna.
(Ganda Saputra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar