Cantik, Salahkah
Bila Aku Jatuh
Cinta
Oh Cinta, Inikah Rasanya?
Aha…? Aku sedang Jatuh Cinta? Ahhh.., pertanyaan inilah
yang sampai saat ini belum mampu aku jawab. Aku mungkin termasuk dalam katagori
manusia kurang pengalaman. Manusia yang tidak mampu memahami gejolak yang
berada dalam dirinya sendiri. Atau, ini pengalaman pertama bagiku? Ternyata
tidak. Dulu ketika kau masih berseragam abau-abau putih pernah memilki perasaan
yang demikian. Tapi, tapi ini sangat berbeda. Tidak seperti yang dulu, aku tahu
pasti itu. Persaan ini sangat kuat, bahkan sanggup mewarnai hari-hariku,
Berapa banyak malam
Terasa lebih lama
Dari helaan napas cinta
Yang terputus talinya.
Helaan napas orang jatuh
cinta
Yang bertubi-tubi
Pertanda derita cinta
Yang terpendam
di relung hati
Detak-detak cinta
Menghentak dinding
sanubari
Menghela napas panjang
untuk
Mengusir tabir di hati
Aku bisa
merasakan ada getaran aneh yang menelusup dalam relung-relung hatiku. Sebuah
deguban yang sangat halus dalam jiwaku. Sebuah hasrat yang terus menggodaku.
Hari-hariku menjadi indah dan secerah sinar mentari dipagi hari. Semangatku
semakin membara. Dan angan-anganku, ah…., kadang aku tak sanggup untuk membendungnya.
Dalam kesendirianku, ditengah-tengah kesibukanku, aku sering melantumkan perlahan-lahan
syair cintanya Ibn Ar-Rumy,
Ku ingin
memeluknya di saat hati sedang merindukan
adakah
kedekatan setelah kami saling berpelukan
kucium
mesra agar kerinduan itu sirna
keinginan
untuk bertemu semakin membara
kobaran di
hati belum jua terobatai
kecuali setelah
dua hati saling mengisi
Ahhhh,…benarkah
aku memang telah jatuh cinta? Astaghfirullahal’adzim…. Jangan-jangan ini
ulahnya setan yang sengaja ingin menggelincirkan dirku. Bukankah fitnah
terbesar yang akan menimpa laki-laki adalah wanita? Yach, kecantikan wanita
sering menjadi malapetaka bagi kaum laki-laki yang tidak mampu mengendalikanm
hawa nafsunya. Tapi, apakah ini yang terjadi pada diriku? Ahh,….. aku rasa
tidak!
Tapi jika saja
aku memang beanr-benar telah jatuh cinta, maka tidak akan aku ijinkan diri ini mengotori
keindahan cinta itu dengan maksiat. Walaupun itu adalah hal sangat sulit bagiku.
Ya Allah, semoga Engkau menguatkan hati hamba-Mu yang lemah ini. Hati yang
mudah tergoda oleh perhiasan dunia. Perhiasaan yang sering melenakan manusia dari
jalan-Mu yang agung itu.
Ya, Allah!
Seandainya aku memang sedang jatuh cinta, apakah salah? Walaupun sekarang ini
saya menyandang emebel-embel aktivis dakwah? Apakah Engkau melarang para
aktivis di jalan-Mu tergoda oleh keindahan cinta? Cinta yang dirasakan oleh
laki-laki kepada peremupuan? Atauapun cinta yang dirasakan operempuan kepada
laki-laki? Bukankah ini fitrah yang telah Engkau turunkan kepda kami, sebagai
makhluk ciptaan-Mu?
Bukankah cinta
bisa menyerang siapa saja? Tak peduli dia kaya atau miskin. Tak memandang
apakah dia seorang aktivis atau orang awam. Tidak mau tahu apakah dia seorang
pemuda atau sudah tua renta. Bukankah Engkau telah menjelaskan semua ini kepada
kami dalam kitab-Mu;
Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di
dunia; dan di sisi allah-lah tempat kembali yang baik. (ali Imron: 14)
Dalam ayat
yang lain, Engkau juga telah menjelaskan;
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptaklan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di anatarmu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
Tidak cukup
itu, Engkau menjelaskan tentang keberadaan fitrah cinta dalam diri hamba-MU
yang disertai pula ancaman-Mu dalam surat At-Taubah ayat 24,
Katakanlah:
“Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,
harat kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu suaki, adalah lebih kamu cintai dari
pada allah dan Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah samapi allah
mendatangkan keputusan-Nya.”……
Nah, sipakah yang bisa mengindar dari cinta, kalau dia masih bernama
manusia? Aku yakin tidak ada. Cinta tidak mengenal usia, tidak mengenal tempat karena cinta
tempatnya di dalam hati. Cinta bisa mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran,
mendorong orang untuk berpakaian yang rapi, makan yang baik-baik, memelihara
akhlak yang mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan
pergaulan yang baik, menjaga adab dan kepribadian. Aku teringat pesan Abdullah
bin Thahir, seorang gubernur Khurasan yang berkata kepada anak-anaknya,
“Bercintalah agar kalian merasakan keindahan dan jagalah kehormatan agar kalian
terpandang.”
Apakah ada
orang yang bisa menghindar dari Cinta? Abu Naufal ketika mendapatkan pertanyaan
ini dia menjawab, “Ada, yaitu orang yang hatinya keras dan bododh, yang tidak
memiliki keutamaan dan pemahamn. Sekalipun seseorang hanya memiliki sedikit
kepandaian dan kehalusan budi, namun tidak mungkin menghindar dari cinta.” Juga
Ali bin Abdah pernah berkata, “Tak mungkin seseorang bisa menghindar dari
cinta, kecuali orang yang kasar perangainya, kurang waras atau tidak mempunyai
gairah.”
Jadi, bukankah
perasaan yang sedang bergejolak dihatiku sekarang ini merupakan persaan yang
wajar? Bukankah getar-getar yang sedang berkecamuk dalam jiwaku merupakan sesuatu
yang normal ketika usiaku menginjak dewasa? Bukankah aku tidak perlu takut
dikejar-kejar oleh dosa atas perasaan yang sekarang bersemayam dalam jiwaku?
Aku haya berharap, semoga cinta yang bersemayam dalam hatiku tidak membuat aku
bisu dan tuli, sebagaimana pernah dikatakan oleh Rosulullah,
“Kecintanmu
kepada sesuatu bisa membuat kamu buta dan tuli” (HR. Ahmad)
Semoga
kecintaankau ini masih membuatku mampu melihat mana yang hak dan mana yang
batil. Semoga kecintaanku ini juga masih membuatku mampu mendengar kata-kata
yang baik dan bijak dari orang-orang yang memeberi naehat kepadaku. Untuk
itulah aku sering berdoa, doa yang dilantumkan oelh seorang ulama besar Abu As
Saib Al-Makzumy, “Ya Allah, kasihanilah orang-orang yang diambuk cinta
(termasuk diriku) dan kuatkanlah hati mereka serta diriku serta condongkanlah
hati orang-orang yang dicintai kepada mereka”
Engkau Cantik, Engkau Baik,
Kau Wanita Aku Suka
Lagu nakalnya Iwan Fals “Mata Indah Bola Ping-pong” menjadi
terngiang lagi dalam telingaku. Lagu yang dulu menjadi favororitku ketika masih
SMU, dan sudah lama kuitngggalakan, kini begitu saja merayap dalam ingatanku. Padajhal
aku merasa tidak lagi mendengearkan lagu itu limatahun trekahir ini. Namun
entah mengapa, bait-bait demi bait terekam sangat kuat dalam kepalaku saat ini.
Aneh? Mungkin bagi orang yang pernah merasakan cinta hal itu biasa saja.
Bukankah memnag cinta kadang seperti itu. Kadang muncul kejadian-kejadian yang
tidak mampu dicerna dengan logaka? Aku teringat sekali dengan sebuah syair Arab
yang berbunyi,
Lewat cintalah
semua yang pahit
Menjadi manis
Lewat cintalah
semua yang tembaga
Akan jadi emas
Lewat cintalah
semua yang endapan
Akan jadi
anggur murni
Lewat cintalah
semua kesedihan akan jadi obat
Lewat cintalah
si mati akan jadi hidup
Lewat cintalah
raja jadi budak
Jujur saja aku
akui, kecantikanmulah yang membuat hatiku jadi terombang-ambing seperti
sekarang ini. Pesonamulah yang membuat hatiku sering berdegup kencang, tanpa
mampu aku kendalikan. Ahhh…., kau memang cantik! Pesonamu sanggup
menggoncangkan kalbuku! Subhanalloh….., karunia-Mu yang Kau berikan padanya
sungguh luar biasa.
Apakah aku
salah? Apakah aku berdosa karena terpikat akan kecantikan seorang wanita? Apakah
aku tidak pantas hanya sekedar menginginkan seorang bidadari cantik yang
nantinya bis amenjadi teman hidupku? Bukankah Rosulullah tercinta mengikau
fitrah ini. Fitrah bahwa manusia menyukai keindahan? Bukankah kecantikan serta
ketampanan merupakan keindahan yang memang dianugerahkan Allah kepada manusia?
Rasullah SAW, pemilik wajah terindah diantara manusia, pernah bersabda,
Wanita
dinikahi karena empat perkara, yakni karena kecantikannya, kekayaanya,
keturunannya, serta karena agamanya. Maka pilihlah atas sebab agama niscaya
barokah kedua tanganmu.” (HR. Muslim)
Dalam hadits
itu, Rosulullah SAW menempatkan urutan kecantikan pada urutan yang pertama
sebelum yang lainnya. Hal ini menunjukkan betapa Beliau sangat mengerti tentang
fitrah manusia. Yah, fitrah yang menyukai keindahan wajah. Dengan alas an ini
juga, maka Rosululullah menyruh Mughirah bin Syu’bah untuk terlebih dahulu
melihat calon istrinya. Beliau berkata kepada Mughirah, “Lihatlah dia, karena
sesungguhnya itu lebih menjamin untuk melangsungkan hubungan kamu berdua.”
Jadi, kalau
aku kemudian terpesona oleh keindahan wajahnya, aku merasa hal itu wajar dan
diperbolehkan. Janmgan sampai, gara-gara yang satu ini (kecantikan), justru
akan mengakibatkan rumah tangga yang dibangun menjadi berantakan. Aku pernah
membaca kisah protesnya Habibah kepada Rosulullah yang memperkarakan masalah
wajah suaminya. Pada suatu saat Habibah binti Sahl menghadap Rosulullah Saw. Di
berkata, “Kalau bukan karena takut kepada allah ketika dia masuk, niscaya
kuludahi mukanya”. Itulah komentar Habibabh kepada suaminya. Sesungguhnya, ia
belum petrnah melihat suaminya samapai saat malam pertama tiba. Ia, sebagaimana
wanita di zamannya, sedemikian percaya kepada orang tua, hatta dalam masalah
pilihan jodoh. Tak terpikir olehnya orang tuanya akan tega memilihkan suami
untuk dirinya seperti Tsabit bin Qais.
Habibah mengungkapkan kekecewaannya kepada Rosulullah saw,
“Ya Rasulullah, aku mempunyai wajah yang cantik sebagaimana engkau lihat,
sedang Tsabit adalah laki-laki yang buruk rupanya”. Inilah ternyata yang
membuat Habibah tidak bisa sepenuhnya menerima Tsabit sebagai suaminya.
“Wahai Rosulullah, kepalaku tidak dapat bertemu dengan
kepala Tsabit selamanya. Abu pernah menyingkap kemah, maka aku melihat dia
sedang bersiap-siap, ternyata ia sangat hitam kulitnya, sangat pendek tubuhnya,
dan sangat buruk wajahnya”.
“Ya Rasulullah, saya tidak mencela
akhlak maupun agama suaminya saya. Tetapi saya tidak menyukai kekufuran dalam
Islam”. Rosulullah saw bertanya, “Maukah engkau mengembalikan kebun pemberian
suamimu?” Ia menjawab, “Ya”. Maka Rosulullah bersabda, “Terimalah kebun itu hai
Tsabit, dan jatuhkanlah talak satu kepadanya”. Inilah kisah Khulu’ (gugatan
cerai isttri kepada suami) pertama kali dalam sejarah hokum Islam.
Dari cerita itu, aku meyakini bahwa
kertarikan yang disebbakan oleh keindahan wajah sangat diperbolehkan, walaupun
itu tentunya bukanlah satu-satunya alasan. Bukankah juga kecantikan Yulaikha
mampu mempesona Nabi Yususf Alaisalam? Allah berfirman dalam suratnya,
“Sesungguhnya wanita itu bernmaksud (melakukan perbautan
itu) dengan Yususf, dan Yususf pun bnermaksud (melakukan pula) dengan wanita
itu, andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar kami
memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yususf itu
termasuk hamba-hamba yang pilihan.” (Yusuf: 24)
Ibnul Qoyyim Al Jauzy mengatakan dalam bukunya, bahwa
sebebenarnya Yusuf pun amat tertarik
dengan kecantikan Yulaikha. Namun kertarikannya tidak kemudian membuat Beliau
kehilangan kendali diri untuk berbuat maksiat.
Aku juga teringat akan sebuah kisah tentang diri Rosulullah
SAW yang dirawikan oleh Sahl bin sa’ad. Bahwa ada seorang wanita yang menghadap
Beliau, dan berkata:
“Aku datang untuk ‘menyerahkan’ diriku untuk mu.”
Rosulullah memandang kepadanya dari atas samapai ke bawah,
kemudian menundukkan kepalanya, tanpa memberikan jawaban apa-apa. Maka wanita
itu pun duduk kembali setelah tidak memeproleh putusan apapun dari Beliau.
Akhirnya ada salah satu sahabat yang mau menerima wanita tersebut. Maka Rasul
pun menikahkan mereka berdua.
Sekali lagi, aku teramat sadar, bahwa kecatikan bukanlah
satu-satunya alasan yang membuat pesonanya begitu lekat dalam hatiku. Kalau
hanya kecantikan semata yang membuatku terpikat, itu bencana besar bagiku. Aku
masih ingat betul kata-kata Rasul kita tercinta, Muhammad SAW,
“Janganlah kamu menikahi seorang wanita hanya karena
kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatnya hina. Jangnlah kamu
menikahi wanita karena hartanya; mungkinsaja harta itu membuatnya melampaui
batas. Akan tetapi, nikahilah seorang wanita karena agamanya. Sebab, seorang
budak wanita yang shalihah meskipun buruk rupanya adalah wanita utama.” (HR.
Ibnu Majjah)
Yah,…. Aku menyadari sepenuhnya bahwa pesonanya bukan hanya
terletak pada kecantikannya. Pesona yang memncar dari dirinya juga tumbuh dari
akhlak yang mulia serta keimanan yang mendalam. Kedaan itulah yang memebuat aku
semakin suka dengannya. Aku yakin dengan keimanannya. Aku bisa melihat itu dari
sisi dhohirnya. Bukankah itu yang bisa dilihat oleh manusia? Bukankah urusan
batin itu hanya milik Allah SWT? Ya Allah sekali lagi, semoga kecintaanku tidak
membuat aku buta dan gelap mata.
Kaulah terakhir yang
kusebut
Sebelum terlelap
Kau pula yang pertama
kusebut
Setelah terjaga
Karena cinta mulai
tertambat
Di dalam dada
Ia takkan bisa berpisah
Sampai ragapun harus
berpisah
Dengan nyawa
Semoga memang kecantikan yang dia miliki
berpadu dengan akhlak yang mulia. Buat apa kecantikan, kalau akhlaknya tidak
mencerminkan muslimah sejati. Bukankah justru kecantikan itu akan membiat aku
tidak tenang? Aku teringat akan pengaduan seorang sahabat kepada Rasulullah SAW
mengenai istrinya. Sahabata ini berkata, “sesungguhnya isteriku ini tidak
menolak jamahan orang”. Maka Nabi SAW bersabda, “Ceraikan saja”. Namun
laki-laki itu menjawab, “Saya khawatir, saya tidak sanggup berpisah”. Nabi
bersabda, “kalau begitu peliharalah ia”. (HR. Abu Dawud dan An Nasa’i)
Aku pun juga
sangat memahami, bahwa dia bukanlah perempuan sempurna, sebagaimana aku
bukanlah laki-laki sempurna. Apakah ada manusia yang sempurna di dunia ini
kecuali Rasulullah al ma’sum? Yach, setiap kita pasti memilki kelebihanyang
telah dikarunuiakan Allah kepada kita. Namun disisi lain, kita masih terlalu
banyak kekurangan. Maka, akaupun tidak akan menuntut manusia sempurna untuk
menjadi pendamping hidupku, karena ku pun juga bukan lelaki sempurn. No body is
perfect!
Nikah, Obat penawar bagiku
Pacaran? Kata
yang satu ini sering menggodaku. Aku kadang-kadang (nggak sering loh!)
membayangkan, betapi indahnya bisa dudk berdampingan dengan si dia. Betapa
nikmatnya bisa ngobrol, bercnda dan bercengkrama berdua di tempat yang indah.
Betapa senangnya kalau bisa selalu bersama dengan dia di setiap waktu. Oh…..,
tapi kemudian aku sadar, itu pikiran konyol! Itu pikiran sesat. Itu nafsu setan
yang terus menyentak-nyentak dalam hatiku, agar aku berani berbuat maksiat,
menerjang segara laranagn Allah. Apakah aku tega berbuat zina? Sedang Allah
sudah berfirman:
“Jangan
sekali-kali kamu mendekati zina, karena itu adalah sejelek-jeleknya jalan..”
Rosulullah
tercinta juga pernah bersabda:
“….
Aku tidak akan
mengijinkan tangan ini terkotori oleh perbuatan yang tercela. Aku tidak akan
membiarkan mata ini penuh dengan kemaksiatan. Akupun tidak akan membiarkan hati
ini berlama-lama berkubang dalam lumpur dosa.
Aku jadi
teringat kata-kata kekasihku tercinta, Rasulullah saw. Beliau pernah berkata;
“Tidak ada
yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang yang saling mencintai seperti halnya
pernikahan.” (HR al Hakim)
Aku memahami
bahwa Allah ‘azza wajallah telah menciptakan penawar bagi segala macam penyakit
yang melanda manusia. Penawar itu mudah didapatkan, baik dari sisi syariat
maupun kemampuan manusia dalam berikhtiar. Barang siapa ingin berobat dengan
apa-apa yang telah disyariatkan Allah, meminta tolong kepada-Nya dengan
mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki dan menghampiri urusan dari pintu
yang semestinya dan sewajarnya, tentu dia akan memperoleh kesembuhan. Namun
sebaliknya, barangsiapa mencari obat dengan apa-apa yang dilarang syriat,
sekalipun itu sanggup dilakukan, berarti telah melakukan kesalahan dalam
usahanya mencapai kesembuhan. Dia seperti orang yang hendak mengobati penyakit
dengan penyakit yang justru berbahaya.
Salah satu penyakit yang sering melanda orang, dan mungmkin
saat ini sedang menyerang diriku, adalah penyakit cinta. Katanya, penyakit
cinta bisa menyerang siapa saja, tanpa pandang bulu. Entah dia orang yang miskin,
kaya, muda, tua, aktivis, maupun orang awam.
Lantas bagaimana menyembuhkan penyakit cinta ini? Ibnu
Qoyyim al-Jauziyah memberikan resepnya, “Para ilmuwan dan dokter-dokter serta
kalangan lainnya sepakat bahwa kesembuhan sakit cinta adalah menyatunya dua ruh
dan badan yang berdekatan.” Menyatunya dua ruh dan badan itulah yang dinamakan
pernikahan. Sebagaimana pernah dikatkan oleh Isma’il bin Ayyasy,” Wahai
penduduk Khaulan, nikahkanlah pemuda dan pemudi kalian, karena birahi yang
berkobar itu adalah masalah gawat. Maka buatlah persiapan untukurusan itu dan
ketahuilah bahwa tidak ada penolakan bagi siapa yang meminta izin untuk
menikah.”
Benarlah resep yang ditawarkan oleh Ibnul Qayyim
rahimakumullah. Tidak ada obat yang paling manjur bagi orang yang telah jatuh
cinta kecuali pernikahan. Nikah merupakan penyaluran hasrat kejiwaan sekaligus
hasrat biologis manusia yang mrupakan fitrah setiap manusia. Sehingga, Islam
tidak menganjurkan orang hidup membujang. Karena hidup membujang jelas-jelas
menyalahi fitahnya sebagai manusia. Dengan jalan menikah, manusia memiliki cara
yang terhormat untuk menyalurkan hasrat cintanya kepada lawan jenisnya.
Berkenaan dengan hal ini, Rosulullah SAW telah bersabda,
Parktek homoseksual adalah jelas-jelas perilaku yang
bertentangan dengan fitrah Allah swt. Dan hokuman bagi para pelaku hoseksual
itu sangat berat. Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas r.a. berkata, ‘ Rosulullah saw
bersabda, ‘ Barangsiapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatannya kaum
Luth, maka bunuhlah keduanya.’”
Kertarikan dan kecintaan terhadap
sesama jenis itu merupakan sebuah penyimpangan yang besar. Bukankah Allah swt
dalam Al Qur’an sudah bersabda,
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptaklan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di anatarmu rasa kasih dan
saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kamu yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita…..” (Ali Imran: 14)
Kecendrungan dan keinginan bercinta itu hanya bisa diredam
untuk sementara waktu saja. Meredam gejolak cinta yang terlalu lama akan
melahirkan penyimpangan seksual dikalangan manusia. Dibutuhkan mujahadah
yang sebenar-benarnya. Karena jika seseorang tidak mampu meredam gejolak itu
dengan cara yang benar, maka dipastikan akan melahirkan kemaksiatan. Banyak
sekali kejadian demi kejadian yang kita saksikan hari ini, batpa bahayanya
orang memendam gejolak birahi dalam dirinya. Karena begitu beratnya meredam
hasrat bercinta ini, Rosulullah memberikan nasehat kepada kita, kaum muda.
“Wahai para pemuda, jika kamu telah sanggup untuk
menikah, maka menikahlah. Karena itu akan menjaga kehormatanmu. Kalau belum
mampu, maka tundukkanlah pandangan kamu dan berpuasalah. Karena itu adalah
benteng bagi kamu.” (HR. Al Hakim)
Dalam pesan itu, Rosululah memberikan dua
macam solusi bagi gejolak jiwa muda, solusi utama dan pengganti. Solusi pertama
adalah menikah. Karena menikah adalah obat yang paling mujarab bagi
bergejolaknya jiwa di saat usia muda. Jadi menikah merupakan sarana yang paling
utama untuk terpenuhinya hasrat dan keinginan dalam jiwa.
Ketahuilah. Hasrat untuk bercinta ini
kalau tidak segera disalurkan dengan jalan yang benar merupakan salah satu
sumber bagi manusia. Ia paling mudah menggelincirkan seseorang ke dalam
kemaksiatan yang berkepanjangan. Namun kadangkala manusia tidak menyadarinya
atau pura-pura tidak menyadarinya. Untuk itulah Imam Ahmad secara tegas
mengingatkan kepada kita,
“Jika sesorang telah mampu untuk menikah tapi tidak segara
menikah, maka pastilah ada dua alasan. Pertama dia patut diragukan
kejantannanya. Sedangkan yang kedua dia menikmati bergelimang dalam
kemaksiatan.”
Subhanallah. Sebegitu cermatnya Imam Ahmad dalam
memahami kejiwaan kaum muda. Hidup membujang terlalu lama rasanya lebih dekat
dengan kehinaan, sekalipun jenggot yang lebat telah membungkus kefasihan
mengucapkan dalil-dalil suci al qur’an dan al hadits. Benarlah apa yang
dikatakan oleh Rosulullah, “Orang meninggal di antara kalian yang berada
dalam kehinaan adalah bujangan”.
Bujangan. Tanpa seorang pendamping
yang dapat membantunya bertakwa kepada Allah, hati dapat terombang-ambing oleh gharizah
(instink) untuk memenuhi panggilan biologis. Hati akan diliputi oleh
kerinduan untuk mendapatkan sahabat khusus yang hanya kepadanya kita bisa
menceritakan sisi-sisi hati yang paling sacral dan paling rahasia, serta oleh
panjangnya angan-angan yang sulit sekali memangkasnya.
Dalam keadaan yang demikian, sangat sulit untuk menggapai
kekhusyukan dalam shalat. Sulit untuk mendapatkan ketenangan dalam zikir. Sulit
mendapatkan keikhlasan dalam dakwah Hati akan tersibukkan oleh kemaksiatan yang
terus-menerus. Sesekali dapat melepaskan diri dari maksiat memandang wanita
atau melirik laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi masuk kedalam maksiat
lainya. Kegelisahan dan ketidaktentraman adalah buah dari hasrat yang tertunda
terlalu lama. Astaghfirullahal’dzim. Ada sebuah syair karya Al-Bushiri
yang merupakan sindiran kepada saya dan Anda:
Siapakah itu
Yang sanggup kendalikan
hawa nafsu
Seperti kuda liar
Yang diekkang temali kuat?
Jangan kau berangan
Dengan maksiat
nafsu dikalahkan
Maksiat itu makanan
Yang bikin nafsu buas dan
kejam
Akupun hendak Mengikitu Sunah Rasul-Mu
Pernikahan dalam agama Islam merupakan sunnah. Dalam Islam
sama sekali tidak dibenarkan hidup dalam kerahiban. Artinya hidup membujang
tanpa keinginan membangun rumah tangga. Dari Abu Dzar r.a. Rosulullah Saw,
mengatakan.
“Orang yang paling buruk diantara kalian ialah yang
melajang (membujang), dan seburuk-buruknya mayat (di anatara) kalian ialah yang
melajang (membujang).” (HR. Imam Ahmad)
Kita berdo’a kepada Allah swt agar
tidak dimatikan dalam keadan membujang, sementara niat yang sungguh-sungguh
untuk segera menikah belum tumbuh. Semoga allah swt menolong kita yang sudah
mempunyai niat. Kalau belum lurus niatnya, mudah-mudahan Allah mensucikan niat
dan prasangkanya. Kalua telah kuad tekadnya (‘azzam). Semoga Allah
menyegerakan terlaksanakanya pernikahan yang barokah dan penuh dengan
ridha-Nya. Kalau kita masih terhalang, mudah-mudahan Allah melapangkan
jalannya.
Ketahuilah.
Perkawianan merupakan sunnah para Nabi terdahulu, sebagaimana Firman Allah:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul
sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan”
(Ar Ra’du: 38)
Nabi adam diciptakan Allah dengan
memiliki isteri, sebagaiman firmannya:
“Dan kami berfirman: Hai adam, diamilah ioleh kamu dan
isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagfi baik
dimana saja kamu sukai” (Al Baqorah: 35)
Nabi Nuh dan Luth as juga memilki isteri, kendatipun dibuat
percontohan dalam onmteks yang tidak positif.
“Allah membuat Isteri Nabi Nuh dan isteri Luth perumpamaan
bagi orang-orang kafir” (At Tahrim: 10)
Demikian juga Nabi Ibrahim as memiliki isteri yang amat
setia, sebagaimana digambarkan dalam Al Quran:
:Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum.
Maka ami sampaikan kepadanay kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak, dan dari
Ishak (akan lahir putranya) Ya’kub” (Hud: 71)
Pernikahan juga telah menjadi sunnah
kenabian Muhammad SAW. Beliau mencontohkan kepada umatnya menuikahi beberapa
wanita, dan menjadikan pernikahan sebgaia bagian dari aplikasi keberislamana
seseorang. Inilah rahmat Allah bagi alam semesta, dengan pernikahan tercegahlah
kerusakan moral. Dengan pernikahan terjagalah keturnan. Dengan pernikahan,
terciptalah ketenangan kehidupan.
Sekarang, apa yang menjadi halangan kita untuk
mempersunting seorang Istri? Ingatlah, Allah akan menolong hambanya yang ingin
menikah demi menjaga kehormatan dan kesucian farjinya. Rosulullah
bersabda.
“Tiga orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh allah
adalah seorang mujahis yang selalu emmperjaungkan agama allah, seorang penulis
yang sellau memberi openawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga
kehormatannya.” (HR Thabrani)
Masih banyak hadis-hadis yang senada, yang memberikan
kemantaban keyakinan bagi kita untuk segera melaksanakan sunnah kenabian nan
indah ini. Tetapi, ada baiknya pula kalau kita alihkan perhatian sejenak kepada
peringatan yang disamapaikan oleh Rosulullah, “Bukan termasuk golonganku
orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia
tidak menikah.’ (HR. Thabrani)
Pada kesempatan yang lain, Rosulullah juga pernah berkata.
“Miskin, miskin, miskin; seorang laki-laki yang tidak
emmpunyai istri. “ Para sahabat bertanya, “meskipun ia seorang yang kaya harta?”
“Meskipun seorang yang kaya harta,” jawab Rosulullah. Dan Beliau besabda pula,
“Miskin, miskin, miskin; seorang perempuan yang tidak punya suami.” Para
sahabat bertanya lagi, “Meskipun ia seorang yang kaya harta?” “Meskipun ia
seorang yang kaya harta,” jawab Nabi.” (HR. Ahmad)
Sekarang, apa yang menghalangi kitautnuk menikah? Kenapa
kita merasa berat untuk meminang seorang perempuan? Kenapa kita sulit menetrima
lamaran laki-laki? Mengapa kita justru senang membiarkan diri kalian
tergelincir dalam kemaksiatan? Seandainya Rosulullah saw hidup pada hari ini,
maka kita pasti akan mendaptkan teguran keras, sebagaimana teguran yang
diberikan kepada ‘Ukaf bin Wada’ah al Hilali.
Pada suatu saat Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ukaf,
“Apakah engkau telah beristri wahai ‘Ukaf?” Ia menjawab, “Belum”. Rasul saw
berkata, “Tidakkah engkau mempunyai budak perempuan?” Jawabnya, ‘Tidak”. Kata
beliau, “Bukankah engkau sehat lagi berkemampuan?” Jawab ‘Ukaf, “Ya,
alhamdulillah”. Maka Beliau bersabda:
“Kalau begitu engkau termasuk teman setan. Karena engkau
mungkin termasuk pendeta Nasrani, lantaran itu berarti engkau termasuk dalam
golongan mereka. Atau mungkin engkau termasuk golongan kami, lantaran itu
hendaklah engkau berbuat seperti yang menjadi kebiasaan kami, karena kebiasaan
kami adalah beristri. Orang yang oaling durhaka di antara kalian ialah yang
membujang, dan orang mati yang paling ina diantara kalian ialah kematian
bujangan. Sungguh celaka wahai kamu’Ukaf. Oleh karena itu menikahlah!”
Kan kuraih Separoh Agamaku
Pernikahan adalah peristiwa tarbiyah, bahwa dengan
melaksankan pernikahan akan mengutkan sisi-sisi kebaikan pribadi dari laki-laki
dan perempuan yang bertemu di pelaminan tersebut. Proses tarbiyah islamiyah
pada kedua memepelai akan lebih bisa ditingkatkan baik kualitas maupun
kuantitasnya setelah menikah.
Bukankah Rasulullah telah menyebutkan bahwa pernikahan
telah menghantarkan seseorang mencapai separuh bagian agamanya:
“apabila seseorang melaksanakan pernikahan, berarti
telah menyempurnakan separuh agamanya, maka hendaklah ia menjaga separuh yang
lain dengan bertakwa kepada Allah” (HR Baihaqi dari anas bin Malik).
Dulu ketika masih bujangan, mereka
melakukan pembianan diri dan menjaga kebaikan itu seorang diri. Nah, dengan
menikah mereka bisa melaksanakan shalat malam berdua, tilawah al quran bersama,
menambah hafalan ayat alquran dan hafalan al hadis secara bersama-sama. Saling
mengingatkan apabila ada kelalaian dalam emnunaikan kewajiban. Saling menegur
apabila ada perbuatan yang bermakna penyimpanagn dari kebenaran.
Disamping itu, dengan pernikahan pintu-pintu ibadah jadi
bertambah banyak. Bukankah mempergauli istri secara baik adalah ibadah.
Bukankah setiap tetesan keringat yang mengalir yang dipergunakan untuk
mencukupi kebutuhan keluarga merupakan ibadah? Bahkan dalam jima’nya
(bersenang-senang) bersama sang istri terkandung pahala yang besar. Berkata
Rosulullah saw
“Dan dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Para sahabat
bertanya, “Ya rasulallah, apakah kita mendapat pahala atas perbuatan kita menggauli
istri?’ Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian slaurkan nafsumu di jalan
haram kalian berdosa? Maka begitu juga bila dia disalurkan di jalan yang halal,
maka kalian menmdapat pahala.” (HR Muslim)
Seorang istri yang tersenyum manis dihadapan suaminya
merupkan ibadah. Istri yang menyediakan diri untuk tidur bersama suaminya
dengan sepenuh hati adalah amal shalih. Seorang istri yang sedang mengandung,
para malaikat memohonkan ampun untuknya. Isteri yang membuatkan tepung untuk
suami dan anak-anaknya merupakan kebaikan.
Wahai ukhti
muslimah! Ingatlah selalu pesan Rosulullah saw kepada kalian.
“Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari
disertai hati yang baik, ikhlas dan niat yang benar, maak Allah mengampuni
dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan
dicatatkan untuknya paad setiap rambut yang ada di tubuhnya dengan seribu
kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya sebanyak seratus pahala orang
yang berhaji dan berumrah.”
“Hai
Fatimah, setiap istri yang meminyaki rambuat suaminya demikian pula jenggotnya,
memangkas kumis dan emmotong kuku-kukunya, maka allah kelak memberi minum
kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel) dan dari sunagi yang
ada di surga. Bahkan Allah kelak akan meringankan beban sakaratul maut. Kelak
dirinya akan menjumpai kuburnya bagaikan taman surga. Allah mencatatnya
terbebas dari neraka dan mudah melewati sirath (titian)”
Biarlah Allah menjadi
Saksi
Untuk mengakhiri bab ini, saya ingin anda jujur pada nurani
anda sendiri. Tanyakanlah pada diri Anda sendiri apakah seringkali engkau
merasakan kesepian dalam hidup ini? Jika kerinduan-kerindua halus tentang
hadirnya seorang pendamping sering engkau rasakan, sementara di saat-saat lain
engkau dilanda kegelisahan atas kesendirian Anda, ini sudah cuku sebagai
jawaban. Bahwa engkau sudah saatnya mepersiapkan diri untuk menikah. Janganlah
Anda membohongi bisikan nurani dengan mengatakan, “Kalau kita memang aman dari
godaan syahwat, nggak apa-apa kan menunda nikah?”
Kata Al Qasim bin Abdurrahman, Abdullah bin Mas’ud setelah
selesai membaca Al Qur’an bertanya kepada orang-orang disekelilingnya, “Mana
orang yang masih bujangan?”
Selanjutnya, Ibnu Mas’ud berkata lagi, “Mendekatlah ke
sini, kemudian katakan, ‘Ya Allah, anugerahilah aku seorang wanita yang apabila
kupandang, dia membuatku senang, jika kusuruh, dia menurutku, dan jika aku
meninggalkannya, dia menjaga dirinya dan hartaku.”
Apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud? Menumbuhkan ‘azzam
untuk menikah pada orang-orang muda. Melalu caranya mengajak para pemuda
bujangan berdoa memohon istri salehah, Ibnu Mas’d membangun orientasi nikah
pada para bujangan. Orientasi ini akan membentuk rasa tanggung jawab dan
membangkitkan keberanian untuk menikah.
Berhati-hatilah dalam menilai diri
Anda. Sudah selayaknya anda menikah atau tidak, tolok ukur yang paling utama
adalah anda sendiri. Jika diri anda telah dipenuhi dorongan untuk memeliki
pendamping hidup, anda perlu memeprtimbangkan utnuk segera menikah, meskipun anda
harus segera mempersiapkan banyak hal. Bagaiamana mungkin anda mengatakan nikah
belum menjadi kebutuhan karena merasa belum terdorong sama sekali, sedangkan
setiap kali bertemu sahabat atau teman dekat, anda sangat bersemangat bercerita
tentang akhwat? Apa yang menggerakkan anda sehingga begitu antusias setiap kali
bercerita tentang akhwat jika tak ada hasrat yang terpendam atau gejolak yang
bergemuruh diam-diam dalam dada anda?