MENCARI PEMIMPIN SEJATI
Belajar Dari Kisah
Zulkarnain
Salah satu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar
kehidupan mereka berjalan dengan baik
dan lebih baik lagi adalah pemimpin yang baik. Karena itu, kehadiran pemimpin
yang baik selalu dirindukan oleh masyarakat, termasuk masyarakat kita sekarang.
Yang menjadi persoalan kita kemudian adalah seperti apa pemimpin yang baik
itu?. Al-Qur’an ternyata menceritakan tentang banyak pemimpin yang salah
satunya adalah Zulkarnain. Belajar dari Zulkarnain, kita bisa menemukan
kriteria pemimpin yang sejati, begitu yang dikemukakan Allah Swt di dalam surat
Al Kahfi.
Dari kisah yang dikemukakan Allah Swt tentang Zulkarnain,
kita memang tidak mendapat penjelasan tentang siapa Zulkarnain, dimana tempatnya
dan kapan semua itu terjadi. Hal itu memang tidak terlalu penting, karena yang
terpenting adalah pelajaran apa yang bisa diambil darinya. Yang jelas, kata
Sayyid Quthb, dia bukanlah raja Alexander Zulkarnain yang animisme. Namun
Sayyid Quthb juga mengutip pendapat Abu Raihan al Biruni –meskipun bukan sebuah
kemutlakan- yang menyatakan bahwa
Zulkarnain berasal dari Humair, nama aslinya Abu Bakar bin Ifriqisy. Dia
berkelana bersama tentaranya ke pantai laut putih tengah, dia melampaui Tunis
dan Maroko, dia membangun kota Afrika hingga benua itupun disebut Afrika. Dia
dijuluki dua tanduk (bukan karena kepalanya bertanduk,red) tapi karena dia
berhasil mencapai dua tanduk matahari, yakni Timur dan Barat.
Ada beberapa pelajaran yang dapat kita tangkap dari kisah
Zulkarnaian, khususnya dalam konteks kepemimpinan yang sangat kita dambakan
adanya pemimpin yang mulia sehingga membawa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat dan bangsa.
1. Berkuasa Tapi Tidak
Sombong.
Zulkarnain adalah raja yang memiliki kekuasaan yang besar
dengan tentaranya yang kuat sehingga ia bisa mengembara ke Timur dan ke Barat,
namun dengan kekuasaannya itu ia tidak menyombongkan diri. Sayyid Quthb
menyatakan bahwa Zulkarnain menuju kearah Barat hingga sampai ke satu titik di
pantai Samudera Atlantik yang dinamai dengan Laut Gelap. Ia menganggap telah
mencapai akhir daratan di titik itu dan melihat matahari tenggelam di di situ,
Allah Swt berfirman: Sesungguhnya Kami
telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan
kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun menempuh suatu
perjalanan. Hingga apabila telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia
melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam (QS 18:84-86).
Ketika ia mendapati segolongan umat yang telah pasrah
kepadanya, ia justeru tidak berniat untuk menzalimi mereka dan mengambil
keuntungan duniawi dari mereka, padahal Allah Swt memberikan pilihan kepadanya
mau berbuat baik atau buruk. Namun ia justeru mengajak mereka kepada iman dan
amal shaleh, Allah Swt berfirman: dan dia
mendapati disitu segolongan umat. Kami berkata: Hai Zulkarnain, kamu boleh
menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Zulkarnaian:
adapun orang yang menganiaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia
dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada
taranya. Adapun orang yang beriman dan beramal shaleh, maka baginya pahala yang
terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah
dari perintah-perintah kami. Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga
apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur), dia
mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan
bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah,
sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya (QS 18:86-91)
.
2. Melayani Rakyat.
Pemimpin yang baik adalah pelayan bagi masyarakat yang
dipimpinnya, karena Zulkarnain yang memiliki kekuasaan menunjukkan klasnya
sebagai pemimpin yang sejati dengan melayani dan melindungi rakyatnya, bahkan
tanpa meminta pembayaran sekalipun meskipun mereka mau membayarnya. Hal ini
nampak ketika dalam pengembaraannya, Zulkarnaian mendapati suatu umat yang
sangat terbelakang sehingga mereka hampir tidak mengerti pembicaraan, bahkan
mereka sendiri dalam keadaan terancam dari Ya’juj dan Ma’juj yang suka
melakukan kerusakan di muka bumi. Maka Zulkarnain melibatkan semua komponen
masyarakat untuk membangun tembok yang sangat kuat yang terbuat dari besi dan
tembaga yang dibangun diantara dua gunung dengan ketinggian mencapai puncak
gunung sehingga tertutup bagi Ya’juj dan Ma’juj untuk memasuki wilayah penduduk
itu sehingga keberadaan (eksistensi) mereka bisa dipertahankan.
Dengan keberhasilan itu, Zulkarnain tetap menyadari
kelemahannya karena semua itu adalah karunia Allah Swt, Allah Swt menceritakan
hal ini dalam firman-Nya: Kemudian dia
menempuh jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia sampai diantara dua buah
gunung, dia mendapati dihadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak
mengerti pembicaraan. Mereka berkata: Hai Zulkarnain: sesungguhnya Ya’juj dan
Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Maka dapatkah kami
memberikan suatu pembayaran kepadamu, supaya membuat dinding antara kami dan
mereka?. Zulkarnain berkata: Apa yang telah dikuasakan Tuhanku kepadaku
terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan
alat-alat) agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. Berilah aku
potongan-potongan besi. Hingga apabila besi telah sama rata dengan dengan kedua
(puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: “Tiuplah (api itu)” hingga apabila
besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: Berilah aku tembaga
(yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa
mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Zulkarnain berkata: Ini
adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah dating janji Tuhanku, Dia akan
menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar (QS 18:84-98).
3. Menegakkan Keadilan,
Memberantas Kezaliman.
Kesediaan Zulkarnain membangun tembok yang kuat dari besi
dan tembaga guna melindungi masyarakat dari ganguan Ya’juj dan Ma’juj
menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang sangat memberi perhatian kepada
rakyat untuk memperoleh keadilan dan terbebas dari segala bentuk kezaliman.
Oleh karena itu, para pemimpin dari level terendah hingga level tertinggi
seharusnya berupaya untuk menegakkan
keadilan dan memberantas kezaliman, bukan malah bersekongkol dengan orang-orang
yang melakukan kezaliman.
Pemimpin yang menegaakkan keadilan dan memberantas
kezaliman akan dikenang sepanjang masa sebagai pemimpin yang baik, begitulah
yang dialami oleh Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang memimpin tidak
sampai tiga tahun dan tidak diabadikan di dalam Al-Qur’an, namun sejarah tidak
melupakan jasanya dalam memimpin sehingga keadilan yang ditegakkan dan
kezaliman yang diberantas membuat kesejahteraan dan kedamaian rakyatnya tercapai
hingga pada masanya sulit untuk mencari mustahik (orang yang berhak menerima
zakat).
4. Berorientasi Pada
Kebaikan.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu
berorientasi pada kebaikan, kebaikan bagi rakyat yang dipimpinnya. Karena itu
Zulkanain mengarahkan masyarakat yang didatanginya dalam pengembaraan untuk
beriman dan beramal shaleh. Mereka dilibatkan dalam kerjasama yang baik ketika
membangun tembok pertahanan sehingga keamanan yang menjadi pilar penting dalam
membangun masyarakat bias terwujud.
Sekarang ini kita sangat mendambakan kehadiran pemimpin
yang berorientasi pada kebaikan, kebaikan menurut Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar