InspirasI

Rabu, 08 November 2017

Cantik, Salahkah

Bila Aku Jatuh Cinta



Oh Cinta, Inikah Rasanya?

          Aha…? Aku sedang Jatuh Cinta? Ahhh.., pertanyaan inilah yang sampai saat ini belum mampu aku jawab. Aku mungkin termasuk dalam katagori manusia kurang pengalaman. Manusia yang tidak mampu memahami gejolak yang berada dalam dirinya sendiri. Atau, ini pengalaman pertama bagiku? Ternyata tidak. Dulu ketika kau masih berseragam abau-abau putih pernah memilki perasaan yang demikian. Tapi, tapi ini sangat berbeda. Tidak seperti yang dulu, aku tahu pasti itu. Persaan ini sangat kuat, bahkan sanggup mewarnai hari-hariku,
          Berapa banyak malam
Terasa lebih lama
Dari helaan napas cinta
Yang terputus talinya.
Helaan napas orang jatuh cinta
Yang bertubi-tubi
Pertanda derita cinta

Yang terpendam di relung hati

Detak-detak cinta
Menghentak dinding sanubari
Menghela napas panjang untuk
Mengusir tabir di hati
Aku bisa merasakan ada getaran aneh yang menelusup dalam relung-relung hatiku. Sebuah deguban yang sangat halus dalam jiwaku. Sebuah hasrat yang terus menggodaku. Hari-hariku menjadi indah dan secerah sinar mentari dipagi hari. Semangatku semakin membara. Dan angan-anganku, ah…., kadang aku tak sanggup untuk membendungnya. Dalam kesendirianku, ditengah-tengah kesibukanku, aku sering melantumkan perlahan-lahan syair cintanya Ibn Ar-Rumy,
Ku ingin memeluknya di saat hati sedang merindukan
adakah kedekatan setelah kami saling berpelukan
kucium mesra agar kerinduan itu sirna
keinginan untuk bertemu semakin membara
kobaran di hati belum jua terobatai
kecuali setelah dua hati saling mengisi
Ahhhh,…benarkah aku memang telah jatuh cinta? Astaghfirullahal’adzim…. Jangan-jangan ini ulahnya setan yang sengaja ingin menggelincirkan dirku. Bukankah fitnah terbesar yang akan menimpa laki-laki adalah wanita? Yach, kecantikan wanita sering menjadi malapetaka bagi kaum laki-laki yang tidak mampu mengendalikanm hawa nafsunya. Tapi, apakah ini yang terjadi pada diriku? Ahh,….. aku rasa tidak!
Tapi jika saja aku memang beanr-benar telah jatuh cinta, maka tidak akan aku ijinkan diri ini mengotori keindahan cinta itu dengan maksiat. Walaupun itu adalah hal sangat sulit bagiku. Ya Allah, semoga Engkau menguatkan hati hamba-Mu yang lemah ini. Hati yang mudah tergoda oleh perhiasan dunia. Perhiasaan yang sering melenakan manusia dari jalan-Mu yang agung itu.
Ya, Allah! Seandainya aku memang sedang jatuh cinta, apakah salah? Walaupun sekarang ini saya menyandang emebel-embel aktivis dakwah? Apakah Engkau melarang para aktivis di jalan-Mu tergoda oleh keindahan cinta? Cinta yang dirasakan oleh laki-laki kepada peremupuan? Atauapun cinta yang dirasakan operempuan kepada laki-laki? Bukankah ini fitrah yang telah Engkau turunkan kepda kami, sebagai makhluk ciptaan-Mu?
Bukankah cinta bisa menyerang siapa saja? Tak peduli dia kaya atau miskin. Tak memandang apakah dia seorang aktivis atau orang awam. Tidak mau tahu apakah dia seorang pemuda atau sudah tua renta. Bukankah Engkau telah menjelaskan semua ini kepada kami dalam kitab-Mu;
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi allah-lah tempat kembali yang baik. (ali Imron: 14)
Dalam ayat yang lain, Engkau juga telah menjelaskan;
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptaklan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di anatarmu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
Tidak cukup itu, Engkau menjelaskan tentang keberadaan fitrah cinta dalam diri hamba-MU yang disertai pula ancaman-Mu dalam surat At-Taubah ayat 24,
Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harat kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu suaki, adalah lebih kamu cintai dari pada allah dan Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah samapi allah mendatangkan keputusan-Nya.”……
Nah, sipakah yang bisa mengindar dari cinta, kalau dia masih bernama manusia? Aku yakin tidak ada. Cinta tidak mengenal usia, tidak mengenal tempat karena cinta tempatnya di dalam hati. Cinta bisa mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, mendorong orang untuk berpakaian yang rapi, makan yang baik-baik, memelihara akhlak yang mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, menjaga adab dan kepribadian. Aku teringat pesan Abdullah bin Thahir, seorang gubernur Khurasan yang berkata kepada anak-anaknya, “Bercintalah agar kalian merasakan keindahan dan jagalah kehormatan agar kalian terpandang.”
Apakah ada orang yang bisa menghindar dari Cinta? Abu Naufal ketika mendapatkan pertanyaan ini dia menjawab, “Ada, yaitu orang yang hatinya keras dan bododh, yang tidak memiliki keutamaan dan pemahamn. Sekalipun seseorang hanya memiliki sedikit kepandaian dan kehalusan budi, namun tidak mungkin menghindar dari cinta.” Juga Ali bin Abdah pernah berkata, “Tak mungkin seseorang bisa menghindar dari cinta, kecuali orang yang kasar perangainya, kurang waras atau tidak mempunyai gairah.”
Jadi, bukankah perasaan yang sedang bergejolak dihatiku sekarang ini merupakan persaan yang wajar? Bukankah getar-getar yang sedang berkecamuk dalam jiwaku merupakan sesuatu yang normal ketika usiaku menginjak dewasa? Bukankah aku tidak perlu takut dikejar-kejar oleh dosa atas perasaan yang sekarang bersemayam dalam jiwaku? Aku haya berharap, semoga cinta yang bersemayam dalam hatiku tidak membuat aku bisu dan tuli, sebagaimana pernah dikatakan oleh Rosulullah,
“Kecintanmu kepada sesuatu bisa membuat kamu buta dan tuli” (HR. Ahmad)
Semoga kecintaankau ini masih membuatku mampu melihat mana yang hak dan mana yang batil. Semoga kecintaanku ini juga masih membuatku mampu mendengar kata-kata yang baik dan bijak dari orang-orang yang memeberi naehat kepadaku. Untuk itulah aku sering berdoa, doa yang dilantumkan oelh seorang ulama besar Abu As Saib Al-Makzumy, “Ya Allah, kasihanilah orang-orang yang diambuk cinta (termasuk diriku) dan kuatkanlah hati mereka serta diriku serta condongkanlah hati orang-orang yang dicintai kepada mereka”




Engkau Cantik, Engkau Baik,
Kau Wanita Aku Suka

          Lagu nakalnya Iwan Fals “Mata Indah Bola Ping-pong” menjadi terngiang lagi dalam telingaku. Lagu yang dulu menjadi favororitku ketika masih SMU, dan sudah lama kuitngggalakan, kini begitu saja merayap dalam ingatanku. Padajhal aku merasa tidak lagi mendengearkan lagu itu limatahun trekahir ini. Namun entah mengapa, bait-bait demi bait terekam sangat kuat dalam kepalaku saat ini. Aneh? Mungkin bagi orang yang pernah merasakan cinta hal itu biasa saja. Bukankah memnag cinta kadang seperti itu. Kadang muncul kejadian-kejadian yang tidak mampu dicerna dengan logaka? Aku teringat sekali dengan sebuah syair Arab yang berbunyi,
Lewat cintalah semua yang pahit
Menjadi manis
Lewat cintalah semua yang tembaga
Akan jadi emas
Lewat cintalah semua yang endapan
Akan jadi anggur murni
Lewat cintalah semua kesedihan akan jadi obat
Lewat cintalah si mati akan jadi hidup
Lewat cintalah raja jadi budak
Jujur saja aku akui, kecantikanmulah yang membuat hatiku jadi terombang-ambing seperti sekarang ini. Pesonamulah yang membuat hatiku sering berdegup kencang, tanpa mampu aku kendalikan. Ahhh…., kau memang cantik! Pesonamu sanggup menggoncangkan kalbuku! Subhanalloh….., karunia-Mu yang Kau berikan padanya sungguh luar biasa.
Apakah aku salah? Apakah aku berdosa karena terpikat akan kecantikan seorang wanita? Apakah aku tidak pantas hanya sekedar menginginkan seorang bidadari cantik yang nantinya bis amenjadi teman hidupku? Bukankah Rosulullah tercinta mengikau fitrah ini. Fitrah bahwa manusia menyukai keindahan? Bukankah kecantikan serta ketampanan merupakan keindahan yang memang dianugerahkan Allah kepada manusia? Rasullah SAW, pemilik wajah terindah diantara manusia, pernah bersabda,
Wanita dinikahi karena empat perkara, yakni karena kecantikannya, kekayaanya, keturunannya, serta karena agamanya. Maka pilihlah atas sebab agama niscaya barokah kedua tanganmu.” (HR. Muslim)
Dalam hadits itu, Rosulullah SAW menempatkan urutan kecantikan pada urutan yang pertama sebelum yang lainnya. Hal ini menunjukkan betapa Beliau sangat mengerti tentang fitrah manusia. Yah, fitrah yang menyukai keindahan wajah. Dengan alas an ini juga, maka Rosululullah menyruh Mughirah bin Syu’bah untuk terlebih dahulu melihat calon istrinya. Beliau berkata kepada Mughirah, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya itu lebih menjamin untuk melangsungkan hubungan kamu berdua.”
Jadi, kalau aku kemudian terpesona oleh keindahan wajahnya, aku merasa hal itu wajar dan diperbolehkan. Janmgan sampai, gara-gara yang satu ini (kecantikan), justru akan mengakibatkan rumah tangga yang dibangun menjadi berantakan. Aku pernah membaca kisah protesnya Habibah kepada Rosulullah yang memperkarakan masalah wajah suaminya. Pada suatu saat Habibah binti Sahl menghadap Rosulullah Saw. Di berkata, “Kalau bukan karena takut kepada allah ketika dia masuk, niscaya kuludahi mukanya”. Itulah komentar Habibabh kepada suaminya. Sesungguhnya, ia belum petrnah melihat suaminya samapai saat malam pertama tiba. Ia, sebagaimana wanita di zamannya, sedemikian percaya kepada orang tua, hatta dalam masalah pilihan jodoh. Tak terpikir olehnya orang tuanya akan tega memilihkan suami untuk dirinya seperti Tsabit bin Qais.
          Habibah mengungkapkan kekecewaannya kepada Rosulullah saw, “Ya Rasulullah, aku mempunyai wajah yang cantik sebagaimana engkau lihat, sedang Tsabit adalah laki-laki yang buruk rupanya”. Inilah ternyata yang membuat Habibah tidak bisa sepenuhnya menerima Tsabit sebagai suaminya.
          “Wahai Rosulullah, kepalaku tidak dapat bertemu dengan kepala Tsabit selamanya. Abu pernah menyingkap kemah, maka aku melihat dia sedang bersiap-siap, ternyata ia sangat hitam kulitnya, sangat pendek tubuhnya, dan sangat buruk wajahnya”.
          “Ya Rasulullah, saya tidak mencela akhlak maupun agama suaminya saya. Tetapi saya tidak menyukai kekufuran dalam Islam”. Rosulullah saw bertanya, “Maukah engkau mengembalikan kebun pemberian suamimu?” Ia menjawab, “Ya”. Maka Rosulullah bersabda, “Terimalah kebun itu hai Tsabit, dan jatuhkanlah talak satu kepadanya”. Inilah kisah Khulu’ (gugatan cerai isttri kepada suami) pertama kali dalam sejarah hokum Islam.
          Dari cerita itu, aku meyakini bahwa kertarikan yang disebbakan oleh keindahan wajah sangat diperbolehkan, walaupun itu tentunya bukanlah satu-satunya alasan. Bukankah juga kecantikan Yulaikha mampu mempesona Nabi Yususf Alaisalam? Allah berfirman dalam suratnya,
          “Sesungguhnya wanita itu bernmaksud (melakukan perbautan itu) dengan Yususf, dan Yususf pun bnermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu, andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yususf itu termasuk hamba-hamba yang pilihan.” (Yusuf: 24)
          Ibnul Qoyyim Al Jauzy mengatakan dalam bukunya, bahwa sebebenarnya Yusuf  pun amat tertarik dengan kecantikan Yulaikha. Namun kertarikannya tidak kemudian membuat Beliau kehilangan kendali diri untuk berbuat maksiat.
          Aku juga teringat akan sebuah kisah tentang diri Rosulullah SAW yang dirawikan oleh Sahl bin sa’ad. Bahwa ada seorang wanita yang menghadap Beliau, dan berkata:
          “Aku datang untuk ‘menyerahkan’ diriku untuk mu.”
          Rosulullah memandang kepadanya dari atas samapai ke bawah, kemudian menundukkan kepalanya, tanpa memberikan jawaban apa-apa. Maka wanita itu pun duduk kembali setelah tidak memeproleh putusan apapun dari Beliau. Akhirnya ada salah satu sahabat yang mau menerima wanita tersebut. Maka Rasul pun menikahkan mereka berdua.
          Sekali lagi, aku teramat sadar, bahwa kecatikan bukanlah satu-satunya alasan yang membuat pesonanya begitu lekat dalam hatiku. Kalau hanya kecantikan semata yang membuatku terpikat, itu bencana besar bagiku. Aku masih ingat betul kata-kata Rasul kita tercinta, Muhammad SAW,
          “Janganlah kamu menikahi seorang wanita hanya karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatnya hina. Jangnlah kamu menikahi wanita karena hartanya; mungkinsaja harta itu membuatnya melampaui batas. Akan tetapi, nikahilah seorang wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shalihah meskipun buruk rupanya adalah wanita utama.” (HR. Ibnu Majjah)
          Yah,…. Aku menyadari sepenuhnya bahwa pesonanya bukan hanya terletak pada kecantikannya. Pesona yang memncar dari dirinya juga tumbuh dari akhlak yang mulia serta keimanan yang mendalam. Kedaan itulah yang memebuat aku semakin suka dengannya. Aku yakin dengan keimanannya. Aku bisa melihat itu dari sisi dhohirnya. Bukankah itu yang bisa dilihat oleh manusia? Bukankah urusan batin itu hanya milik Allah SWT? Ya Allah sekali lagi, semoga kecintaanku tidak membuat aku buta dan gelap mata.
Kaulah terakhir yang kusebut
Sebelum terlelap
Kau pula yang pertama kusebut
Setelah terjaga
Karena cinta mulai tertambat
Di dalam dada
Ia takkan bisa berpisah
Sampai ragapun harus berpisah
Dengan nyawa
 Semoga memang kecantikan yang dia miliki berpadu dengan akhlak yang mulia. Buat apa kecantikan, kalau akhlaknya tidak mencerminkan muslimah sejati. Bukankah justru kecantikan itu akan membiat aku tidak tenang? Aku teringat akan pengaduan seorang sahabat kepada Rasulullah SAW mengenai istrinya. Sahabata ini berkata, “sesungguhnya isteriku ini tidak menolak jamahan orang”. Maka Nabi SAW bersabda, “Ceraikan saja”. Namun laki-laki itu menjawab, “Saya khawatir, saya tidak sanggup berpisah”. Nabi bersabda, “kalau begitu peliharalah ia”. (HR. Abu Dawud dan An Nasa’i)
Aku pun juga sangat memahami, bahwa dia bukanlah perempuan sempurna, sebagaimana aku bukanlah laki-laki sempurna. Apakah ada manusia yang sempurna di dunia ini kecuali Rasulullah al ma’sum? Yach, setiap kita pasti memilki kelebihanyang telah dikarunuiakan Allah kepada kita. Namun disisi lain, kita masih terlalu banyak kekurangan. Maka, akaupun tidak akan menuntut manusia sempurna untuk menjadi pendamping hidupku, karena ku pun juga bukan lelaki sempurn. No body is perfect!
         



Nikah, Obat penawar bagiku
Pacaran? Kata yang satu ini sering menggodaku. Aku kadang-kadang (nggak sering loh!) membayangkan, betapi indahnya bisa dudk berdampingan dengan si dia. Betapa nikmatnya bisa ngobrol, bercnda dan bercengkrama berdua di tempat yang indah. Betapa senangnya kalau bisa selalu bersama dengan dia di setiap waktu. Oh….., tapi kemudian aku sadar, itu pikiran konyol! Itu pikiran sesat. Itu nafsu setan yang terus menyentak-nyentak dalam hatiku, agar aku berani berbuat maksiat, menerjang segara laranagn Allah. Apakah aku tega berbuat zina? Sedang Allah sudah berfirman:
“Jangan sekali-kali kamu mendekati zina, karena itu adalah sejelek-jeleknya jalan..”
Rosulullah tercinta juga pernah bersabda:
“….
Aku tidak akan mengijinkan tangan ini terkotori oleh perbuatan yang tercela. Aku tidak akan membiarkan mata ini penuh dengan kemaksiatan. Akupun tidak akan membiarkan hati ini berlama-lama berkubang dalam lumpur dosa.
Aku jadi teringat kata-kata kekasihku tercinta, Rasulullah saw. Beliau pernah berkata;         
“Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan.” (HR al Hakim)
Aku memahami bahwa Allah ‘azza wajallah telah menciptakan penawar bagi segala macam penyakit yang melanda manusia. Penawar itu mudah didapatkan, baik dari sisi syariat maupun kemampuan manusia dalam berikhtiar. Barang siapa ingin berobat dengan apa-apa yang telah disyariatkan Allah, meminta tolong kepada-Nya dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki dan menghampiri urusan dari pintu yang semestinya dan sewajarnya, tentu dia akan memperoleh kesembuhan. Namun sebaliknya, barangsiapa mencari obat dengan apa-apa yang dilarang syriat, sekalipun itu sanggup dilakukan, berarti telah melakukan kesalahan dalam usahanya mencapai kesembuhan. Dia seperti orang yang hendak mengobati penyakit dengan penyakit yang justru berbahaya.
          Salah satu penyakit yang sering melanda orang, dan mungmkin saat ini sedang menyerang diriku, adalah penyakit cinta. Katanya, penyakit cinta bisa menyerang siapa saja, tanpa pandang bulu. Entah dia orang yang miskin, kaya, muda, tua, aktivis, maupun orang awam.
          Lantas bagaimana menyembuhkan penyakit cinta ini? Ibnu Qoyyim al-Jauziyah memberikan resepnya, “Para ilmuwan dan dokter-dokter serta kalangan lainnya sepakat bahwa kesembuhan sakit cinta adalah menyatunya dua ruh dan badan yang berdekatan.” Menyatunya dua ruh dan badan itulah yang dinamakan pernikahan. Sebagaimana pernah dikatkan oleh Isma’il bin Ayyasy,” Wahai penduduk Khaulan, nikahkanlah pemuda dan pemudi kalian, karena birahi yang berkobar itu adalah masalah gawat. Maka buatlah persiapan untukurusan itu dan ketahuilah bahwa tidak ada penolakan bagi siapa yang meminta izin untuk menikah.”
          Benarlah resep yang ditawarkan oleh Ibnul Qayyim rahimakumullah. Tidak ada obat yang paling manjur bagi orang yang telah jatuh cinta kecuali pernikahan. Nikah merupakan penyaluran hasrat kejiwaan sekaligus hasrat biologis manusia yang mrupakan fitrah setiap manusia. Sehingga, Islam tidak menganjurkan orang hidup membujang. Karena hidup membujang jelas-jelas menyalahi fitahnya sebagai manusia. Dengan jalan menikah, manusia memiliki cara yang terhormat untuk menyalurkan hasrat cintanya kepada lawan jenisnya. Berkenaan dengan hal ini, Rosulullah SAW telah bersabda,


          Parktek homoseksual adalah jelas-jelas perilaku yang bertentangan dengan fitrah Allah swt. Dan hokuman bagi para pelaku hoseksual itu sangat berat. Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas r.a. berkata, ‘ Rosulullah saw bersabda, ‘ Barangsiapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatannya kaum Luth, maka bunuhlah keduanya.’”
          Kertarikan dan kecintaan terhadap sesama jenis itu merupakan sebuah penyimpangan yang besar. Bukankah Allah swt dalam Al Qur’an sudah bersabda,
          “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptaklan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di anatarmu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
          “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita…..” (Ali Imran: 14)
          Kecendrungan dan keinginan bercinta itu hanya bisa diredam untuk sementara waktu saja. Meredam gejolak cinta yang terlalu lama akan melahirkan penyimpangan seksual dikalangan manusia. Dibutuhkan mujahadah yang sebenar-benarnya. Karena jika seseorang tidak mampu meredam gejolak itu dengan cara yang benar, maka dipastikan akan melahirkan kemaksiatan. Banyak sekali kejadian demi kejadian yang kita saksikan hari ini, batpa bahayanya orang memendam gejolak birahi dalam dirinya. Karena begitu beratnya meredam hasrat bercinta ini, Rosulullah memberikan nasehat kepada kita, kaum muda.
          “Wahai para pemuda, jika kamu telah sanggup untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu akan menjaga kehormatanmu. Kalau belum mampu, maka tundukkanlah pandangan kamu dan berpuasalah. Karena itu adalah benteng bagi kamu.” (HR. Al Hakim)
           Dalam pesan itu, Rosululah memberikan dua macam solusi bagi gejolak jiwa muda, solusi utama dan pengganti. Solusi pertama adalah menikah. Karena menikah adalah obat yang paling mujarab bagi bergejolaknya jiwa di saat usia muda. Jadi menikah merupakan sarana yang paling utama untuk terpenuhinya hasrat dan keinginan dalam jiwa.
          Ketahuilah. Hasrat untuk bercinta ini kalau tidak segera disalurkan dengan jalan yang benar merupakan salah satu sumber bagi manusia. Ia paling mudah menggelincirkan seseorang ke dalam kemaksiatan yang berkepanjangan. Namun kadangkala manusia tidak menyadarinya atau pura-pura tidak menyadarinya. Untuk itulah Imam Ahmad secara tegas mengingatkan kepada kita,
          “Jika sesorang telah mampu untuk menikah tapi tidak segara menikah, maka pastilah ada dua alasan. Pertama dia patut diragukan kejantannanya. Sedangkan yang kedua dia menikmati bergelimang dalam kemaksiatan.”
          Subhanallah. Sebegitu cermatnya Imam Ahmad dalam memahami kejiwaan kaum muda. Hidup membujang terlalu lama rasanya lebih dekat dengan kehinaan, sekalipun jenggot yang lebat telah membungkus kefasihan mengucapkan dalil-dalil suci al qur’an dan al hadits. Benarlah apa yang dikatakan oleh Rosulullah, “Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan”.
          Bujangan. Tanpa seorang pendamping yang dapat membantunya bertakwa kepada Allah, hati dapat terombang-ambing oleh gharizah (instink) untuk memenuhi panggilan biologis. Hati akan diliputi oleh kerinduan untuk mendapatkan sahabat khusus yang hanya kepadanya kita bisa menceritakan sisi-sisi hati yang paling sacral dan paling rahasia, serta oleh panjangnya angan-angan yang sulit sekali memangkasnya.
          Dalam keadaan yang demikian, sangat sulit untuk menggapai kekhusyukan dalam shalat. Sulit untuk mendapatkan ketenangan dalam zikir. Sulit mendapatkan keikhlasan dalam dakwah Hati akan tersibukkan oleh kemaksiatan yang terus-menerus. Sesekali dapat melepaskan diri dari maksiat memandang wanita atau melirik laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi masuk kedalam maksiat lainya. Kegelisahan dan ketidaktentraman adalah buah dari hasrat yang tertunda terlalu lama. Astaghfirullahal’dzim. Ada sebuah syair karya Al-Bushiri yang merupakan sindiran kepada saya dan Anda:

Siapakah itu

Yang sanggup kendalikan hawa nafsu
Seperti kuda liar
Yang diekkang temali kuat?
Jangan kau berangan

Dengan maksiat nafsu dikalahkan

Maksiat itu makanan
Yang bikin nafsu buas dan kejam

Akupun hendak Mengikitu Sunah Rasul-Mu

          Pernikahan dalam agama Islam merupakan sunnah. Dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan hidup dalam kerahiban. Artinya hidup membujang tanpa keinginan membangun rumah tangga. Dari Abu Dzar r.a. Rosulullah Saw, mengatakan.
          “Orang yang paling buruk diantara kalian ialah yang melajang (membujang), dan seburuk-buruknya mayat (di anatara) kalian ialah yang melajang (membujang).” (HR. Imam Ahmad)
          Kita berdo’a kepada Allah swt agar tidak dimatikan dalam keadan membujang, sementara niat yang sungguh-sungguh untuk segera menikah belum tumbuh. Semoga allah swt menolong kita yang sudah mempunyai niat. Kalau belum lurus niatnya, mudah-mudahan Allah mensucikan niat dan prasangkanya. Kalua telah kuad tekadnya (‘azzam). Semoga Allah menyegerakan terlaksanakanya pernikahan yang barokah dan penuh dengan ridha-Nya. Kalau kita masih terhalang, mudah-mudahan Allah melapangkan jalannya.
           Ketahuilah. Perkawianan merupakan sunnah para Nabi terdahulu, sebagaimana Firman Allah:
          “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan” (Ar Ra’du: 38)
          Nabi adam diciptakan Allah dengan memiliki isteri, sebagaiman firmannya:
          “Dan kami berfirman: Hai adam, diamilah ioleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagfi baik dimana saja kamu sukai” (Al Baqorah: 35)
          Nabi Nuh dan Luth as juga memilki isteri, kendatipun dibuat percontohan dalam onmteks yang tidak positif.
          “Allah membuat Isteri Nabi Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir” (At Tahrim: 10)
          Demikian juga Nabi Ibrahim as memiliki isteri yang amat setia, sebagaimana digambarkan dalam Al Quran:
          :Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka ami sampaikan kepadanay kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak, dan dari Ishak (akan lahir putranya) Ya’kub” (Hud: 71)
          Pernikahan juga telah menjadi sunnah kenabian Muhammad SAW. Beliau mencontohkan kepada umatnya menuikahi beberapa wanita, dan menjadikan pernikahan sebgaia bagian dari aplikasi keberislamana seseorang. Inilah rahmat Allah bagi alam semesta, dengan pernikahan tercegahlah kerusakan moral. Dengan pernikahan terjagalah keturnan. Dengan pernikahan, terciptalah ketenangan kehidupan.
          Sekarang, apa yang menjadi halangan kita untuk mempersunting seorang Istri? Ingatlah, Allah akan menolong hambanya yang ingin menikah demi menjaga kehormatan dan kesucian farjinya. Rosulullah bersabda.
          “Tiga orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh allah adalah seorang mujahis yang selalu emmperjaungkan agama allah, seorang penulis yang sellau memberi openawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR Thabrani)
          Masih banyak hadis-hadis yang senada, yang memberikan kemantaban keyakinan bagi kita untuk segera melaksanakan sunnah kenabian nan indah ini. Tetapi, ada baiknya pula kalau kita alihkan perhatian sejenak kepada peringatan yang disamapaikan oleh Rosulullah, “Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah.’ (HR. Thabrani)
          Pada kesempatan yang lain, Rosulullah juga pernah berkata.
          “Miskin, miskin, miskin; seorang laki-laki yang tidak emmpunyai istri. “ Para sahabat bertanya, “meskipun ia seorang yang kaya harta?” “Meskipun seorang yang kaya harta,” jawab Rosulullah. Dan Beliau besabda pula, “Miskin, miskin, miskin; seorang perempuan yang tidak punya suami.” Para sahabat bertanya lagi, “Meskipun ia seorang yang kaya harta?” “Meskipun ia seorang yang kaya harta,” jawab Nabi.” (HR. Ahmad)
          Sekarang, apa yang menghalangi kitautnuk menikah? Kenapa kita merasa berat untuk meminang seorang perempuan? Kenapa kita sulit menetrima lamaran laki-laki? Mengapa kita justru senang membiarkan diri kalian tergelincir dalam kemaksiatan? Seandainya Rosulullah saw hidup pada hari ini, maka kita pasti akan mendaptkan teguran keras, sebagaimana teguran yang diberikan kepada ‘Ukaf bin Wada’ah al Hilali.
          Pada suatu saat Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ukaf, “Apakah engkau telah beristri wahai ‘Ukaf?” Ia menjawab, “Belum”. Rasul saw berkata, “Tidakkah engkau mempunyai budak perempuan?” Jawabnya, ‘Tidak”. Kata beliau, “Bukankah engkau sehat lagi berkemampuan?” Jawab ‘Ukaf, “Ya, alhamdulillah”. Maka Beliau bersabda:
          “Kalau begitu engkau termasuk teman setan. Karena engkau mungkin termasuk pendeta Nasrani, lantaran itu berarti engkau termasuk dalam golongan mereka. Atau mungkin engkau termasuk golongan kami, lantaran itu hendaklah engkau berbuat seperti yang menjadi kebiasaan kami, karena kebiasaan kami adalah beristri. Orang yang oaling durhaka di antara kalian ialah yang membujang, dan orang mati yang paling ina diantara kalian ialah kematian bujangan. Sungguh celaka wahai kamu’Ukaf. Oleh karena itu menikahlah!”

Kan kuraih Separoh Agamaku

          Pernikahan adalah peristiwa tarbiyah, bahwa dengan melaksankan pernikahan akan mengutkan sisi-sisi kebaikan pribadi dari laki-laki dan perempuan yang bertemu di pelaminan tersebut. Proses tarbiyah islamiyah pada kedua memepelai akan lebih bisa ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya setelah menikah.
          Bukankah Rasulullah telah menyebutkan bahwa pernikahan telah menghantarkan seseorang mencapai separuh bagian agamanya:
          “apabila seseorang melaksanakan pernikahan, berarti telah menyempurnakan separuh agamanya, maka hendaklah ia menjaga separuh yang lain dengan bertakwa kepada Allah” (HR Baihaqi dari anas bin Malik).
          Dulu ketika masih bujangan, mereka melakukan pembianan diri dan menjaga kebaikan itu seorang diri. Nah, dengan menikah mereka bisa melaksanakan shalat malam berdua, tilawah al quran bersama, menambah hafalan ayat alquran dan hafalan al hadis secara bersama-sama. Saling mengingatkan apabila ada kelalaian dalam emnunaikan kewajiban. Saling menegur apabila ada perbuatan yang bermakna penyimpanagn dari kebenaran.
          Disamping itu, dengan pernikahan pintu-pintu ibadah jadi bertambah banyak. Bukankah mempergauli istri secara baik adalah ibadah. Bukankah setiap tetesan keringat yang mengalir yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga merupakan ibadah? Bahkan dalam jima’nya (bersenang-senang) bersama sang istri terkandung pahala yang besar. Berkata Rosulullah saw
          “Dan dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Para sahabat bertanya, “Ya rasulallah, apakah kita mendapat pahala atas perbuatan kita menggauli istri?’ Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian slaurkan nafsumu di jalan haram kalian berdosa? Maka begitu juga bila dia disalurkan di jalan yang halal, maka kalian menmdapat pahala.” (HR Muslim)
          Seorang istri yang tersenyum manis dihadapan suaminya merupkan ibadah. Istri yang menyediakan diri untuk tidur bersama suaminya dengan sepenuh hati adalah amal shalih. Seorang istri yang sedang mengandung, para malaikat memohonkan ampun untuknya. Isteri yang membuatkan tepung untuk suami dan anak-anaknya merupakan kebaikan.
Wahai ukhti muslimah! Ingatlah selalu pesan Rosulullah saw kepada kalian.
“Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari disertai hati yang baik, ikhlas dan niat yang benar, maak Allah mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan dicatatkan untuknya paad setiap rambut yang ada di tubuhnya dengan seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.”
“Hai Fatimah, setiap istri yang meminyaki rambuat suaminya demikian pula jenggotnya, memangkas kumis dan emmotong kuku-kukunya, maka allah kelak memberi minum kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel) dan dari sunagi yang ada di surga. Bahkan Allah kelak akan meringankan beban sakaratul maut. Kelak dirinya akan menjumpai kuburnya bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka dan mudah melewati sirath (titian)”      

 

Biarlah Allah menjadi Saksi
          Untuk mengakhiri bab ini, saya ingin anda jujur pada nurani anda sendiri. Tanyakanlah pada diri Anda sendiri apakah seringkali engkau merasakan kesepian dalam hidup ini? Jika kerinduan-kerindua halus tentang hadirnya seorang pendamping sering engkau rasakan, sementara di saat-saat lain engkau dilanda kegelisahan atas kesendirian Anda, ini sudah cuku sebagai jawaban. Bahwa engkau sudah saatnya mepersiapkan diri untuk menikah. Janganlah Anda membohongi bisikan nurani dengan mengatakan, “Kalau kita memang aman dari godaan syahwat, nggak apa-apa kan menunda nikah?”
          Kata Al Qasim bin Abdurrahman, Abdullah bin Mas’ud setelah selesai membaca Al Qur’an bertanya kepada orang-orang disekelilingnya, “Mana orang yang masih bujangan?”
          Selanjutnya, Ibnu Mas’ud berkata lagi, “Mendekatlah ke sini, kemudian katakan, ‘Ya Allah, anugerahilah aku seorang wanita yang apabila kupandang, dia membuatku senang, jika kusuruh, dia menurutku, dan jika aku meninggalkannya, dia menjaga dirinya dan hartaku.”
          Apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud? Menumbuhkan ‘azzam untuk menikah pada orang-orang muda. Melalu caranya mengajak para pemuda bujangan berdoa memohon istri salehah, Ibnu Mas’d membangun orientasi nikah pada para bujangan. Orientasi ini akan membentuk rasa tanggung jawab dan membangkitkan keberanian untuk menikah.
          Berhati-hatilah dalam menilai diri Anda. Sudah selayaknya anda menikah atau tidak, tolok ukur yang paling utama adalah anda sendiri. Jika diri anda telah dipenuhi dorongan untuk memeliki pendamping hidup, anda perlu memeprtimbangkan utnuk segera menikah, meskipun anda harus segera mempersiapkan banyak hal. Bagaiamana mungkin anda mengatakan nikah belum menjadi kebutuhan karena merasa belum terdorong sama sekali, sedangkan setiap kali bertemu sahabat atau teman dekat, anda sangat bersemangat bercerita tentang akhwat? Apa yang menggerakkan anda sehingga begitu antusias setiap kali bercerita tentang akhwat jika tak ada hasrat yang terpendam atau gejolak yang bergemuruh diam-diam dalam dada anda?
         


 







Tidak ada komentar: