Dzikir Fikir, Design
Thinking ala alQuran
Dzikir dan Fikir
Dzikir itu pusaran hati & Fikir itu pusaran
aqal. Menumbuhkan Dzikir itu wilayah Bunda, membangun Fikir itu wilayah Ayah.
Dzikir tanpa Fikir, Fikir tanpa Dzikir, tidak akan melahirkan solusi apapun.
Dzikir adalah
tentang menumbuhkan firasat, nurani, intuisi, empati dan seterusnya tanya dalam
rangka mengembangkan kepekaan membaca tanda tanda atau ayat ayat Ilahi di
semesta dan di dalam diri kita termasuk dalam diri ananda.
Fikir adalah tentang membangun sistem logika,
rasionalitas, pembiakan idea, pemilihan idea, pengambilan keputusan,
perancangan solusi dstnya dalam rangka menajamkan kepekaan menemukan solusi
aqal atas pembacaan hati melalui dzikir.
Design Thinking
Design thinking adalah sebuah tools, yang awalnya
banyak dilakukan di dunia arsitektur, untuk menemukan atau merancang poduk atau
solusi dengan menggali secara mendalam kebutuhan pengguna (observe &
emphatize), menangkap tanda tanda bahagia dan harapan maupun kerisauan pengguna
dan membingkainya (define) secara utuh serta menemukan insight (hikmah), lalu
dari sanalah idea idea solusi dikembangkan secara bebas dan kreatif (ideate)
sehingga ditemukan solusi yang paling dekat (prototype).
Tidak perlu
sempurna, karena akan terus diulang prosesnya. Design thinking adalah perpaduan
Dzikir (Emphatize & Define) dengan Fikir (Ideate & Prototype Solution).
Setiap solusi peradaban dalam kehidupan dihasilkan dari kemampuan atau potensi
yang cukup untuk Dzikir dan Fikir.
Dzikir adalah
proses pembacaan tanda tanda atau makna makna (ayat ayat Allah) dengan mata
hati, telinga hati, kaki hati dengan penuh empati (emphatize), kemudian
kemampuan membingkai kebutuhan dan potensi (define atau point of view) yang
perlu diperhatikan dikembangkan atau ditumbuhkan. Inilah proses divergen,
menyebar, multi tasking.
Sementara
Fikir adalah proses membiakan ide atau mengenerate idea (Ideate) atas hasil
dzikir, kemudian menemukan idea yang paling feasible untuk diturunkan menjadi
prototype solusi yang disiap direlease menebar manfaat dan rahmat. Inilah
proses menuju konvergen, mengerucut, single tasking.
Ibu Sang
Penumbuh Dzikir, Ayah Sang Pembentuk Fikir
Dzikir adalah proses membeningkan hati,
menajamkan firasat, mengokohkan nurani, menghaluskan empati dstmya adalah
tanggungjawab Bunda, sementara membangun sistem berfikir, menajamkan logika dan
nalar, membiakan idea dan fokus menemukan solusi adalah tanggungjawab Ayah.
Karenanya awal
kelahiran manusia sampai masa latih awal , anak lebih didekatkan ke ibu, karena
ibulah yang mensuplai kemampuan dzikir sebagaimana digambarkan di atas, itulah
mengapa usia dini bukanlah pusat kepintaran tetapi pusat perasaan, puncak
tumbuhnya daya imajinasi dan abstraksi. Anak yang tidak dekat atau tak
dibersamai ibunya akan kehilangan potensi fitrah dzikirnya atau kemampuan
mrasanya.
Karenanya masa latih awal (7-10 tahun, ketika
nalar sudah tumbuh pesat, anak lebih didekatkan ke ayahnya, karena ayahlah yang
mensuplai kemampuan fikir sebagaimana digambarkan di atas. Itulah mengapa usia
7-10 tahun bergeser menjadi pusat kepintaran. Anak yang tidak dekat atau tidak
dibersamai ayahnya akan kehilangan potensi fitrah fikirnya atau menalarnya.
Maka menjelang
AqilBaligh, kemampuan dzikir dan fikir harus menyatu dalam menghadapi ujian
ujian kehidupan lalu memberi solusinya. Kemampuan berfikir yang hebat tak akan
mampu menemukan solusi hebat, ia harus dimulai dengan kemampuan dzikir yang
hebat, atau kemampuan membaca tanda atau ayat ayat Allah dengan hati.
Begitupula sebaliknya, kemampuan membaca tanda, tanpa kemampuan fikir akan
tiada berarti mengerucutkan solusi.
Maka tiada
sekolah berdzikir dan berfikir terbaik kecuali rumah, dan guru terbaiknya
adalah ayah dan ibunya, yang fitrah keibuan dan keayahannya tumbuh paripurna.
Ulil Albab dilahirkan dari rumah rumah yang sosok Ayah dan sosok Ibu hadir
seutuhnya sesuai fitrah keayah bundaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar