Selamat
Datang Pemimpin Baru
Akhirnya semua lapisan
masyarakat Indonesia harus mengakui tentang Presiden baru Indonesia ke 7 yaitu
Ir. Jokowidodo berpasangan dengan Jusuf Kalla. Semua orang harus bersatu
setelah sekian lama terpecah, terkotak-kotak antara pendukung Prabowo-Hatta dan
Jokowi-JK.Sebagai rakyat biasa tentu saya berharap suasana kondusip, aman terus
di Negara kita ini. Suhu politik yang memuncak sejak masa-masa kampanye dahulu
perlahan dan pasti mulai menurun menjadi suhu yang sejuk. Jokowi akhirnya mau
menemui para petinggi partai Pro Prabowo yang tergabung dalam Koalisi Merah
Putih. Akhirnya semuanya melepas ego masing-masing dan kembali fokus ke depan
kepada Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia. Capres
terpilih Joko Widodo (Jokowi) merangkul jajaran parlemen dengan cara menggelar
pertemuan dengan Ketua DPR Setya Novanto, Ketua MPR Zulkifli Hasan, dan Ketua
DPD Irman Gusman di Hotel Hermitage, Menteng, Jakarta Selatan.Pertemuan
tertutup tersebut direspon baik oleh berbagai pihak. Ketua MPR Zulkifli Hasan
menjamin tidak akan ada yang mengganggu pelantikan presiden dan wakil presiden.
Pertemuan antara Jokowi dengan para Pimpinan Senayan ditujukan untuk
menghilangkan keraguan masyarakat soal hubungan antara pemerintah dan parlemen
yang diprediksi akan tidak baik nantinya.
Demikian halnya Ketua DPR
Setya Novanto juga memastikan bahwa persiapan jelang pelantikan presiden dan
wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla terus dilakukan. DPR/MPR
terus berkoordinasi dengan berbagai pihak demi kelancaran acara tersebut.
Politikus Partai Golkar ini juga menjadim tidak akan ada rencana pemakzulan
atau penolakan pelantikan Jokowi-JK, karena segala persiapan telah dilakukan.
Ketua
MPR Zulfikli Hasan, menyatakan bahwa agenda pelantikan Jokowi-JK sebagai
Presoden dan Wakil Presiden harus sukses, karena momen ini akan menjadi wajah
Indonesia dimata dunia internasional, pada khususnya dan dimata masyarakat
Indonesia sendiri pada umumnya.
Yang tidak kalah penting
adalah pertemuan Jokowi dan Prabowo. Mantan rival di pilpres yang sempat
bersetru sampai MK. Namun prabowo dengan kerendahan hati mau mengakui dan
akhirnya berjanji akan datang untuk pelantikan Jokowi JK hari ini. Sungguh
seorang ksatria bila Prabowo mau membuktikan kata-katanya hadir dan mengakui
Jokowi-JK sebagai presiden terpilih.
Jokowi-Prabowo
mengingatkan kepada Pertemuan Presiden Sukarno dan Jenderal Soedirman.
Kisah
pertemuan Prabowo dan Jokowi ini mengingatkan kita kepada pertemuan Presiden Soekarno Jenderal Soedirman. Kedua pemimpin besar ini sempat
berbeda pendapat saat menghadapi agresi militer Belanda 18 Desember 1948.
Menit-menit saat negara genting akibat serangan Belanda, Panglima TNI Jenderal Soedirman menemui Presiden Soekarno .
Soedirman meminta Soekarno ikut gerilya, sementara Soekarno bersikeras tetap tinggal untuk selanjutnya berjuang melalui jalan diplomasi. Soedirman berpendapat Belanda sudah ingkar janji, tak ada gunanya diplomasi.
Sementara Soekarno yakin hanya dengan jalan diplomasi Indonesia bisa mendapat dukungan internasional guna menekan Belanda.
Menit-menit saat negara genting akibat serangan Belanda, Panglima TNI Jenderal Soedirman menemui Presiden Soekarno .
Soedirman meminta Soekarno ikut gerilya, sementara Soekarno bersikeras tetap tinggal untuk selanjutnya berjuang melalui jalan diplomasi. Soedirman berpendapat Belanda sudah ingkar janji, tak ada gunanya diplomasi.
Sementara Soekarno yakin hanya dengan jalan diplomasi Indonesia bisa mendapat dukungan internasional guna menekan Belanda.
Pimpinan sipil dan militer bertolak belakang.
Soekarno-Hatta segera ditangkap oleh pasukan baret hijau Belanda sementara Soedirman memimpin perlawanan dari atas tandu, karena sakit paru-paru.
Jenderal Soedirman kecewa dengan keputusan Soekarno-Hatta yang memilih menyerah daripada ikut gerilya. Dengan tabah TNI melakukan perang gerilya melawan Belanda.
Soedirman pun tak percaya dengan perundingan Roem-Roijen yang ditandatangani 7 Mei 1949 oleh delegasi Republik Indonesia dan Belanda.
Dia tersinggung saat Mohammad Roem sebagai ketua delegasi Republik, tak lagi menyebut TNI melainkan hanya 'kesatuan bersenjata atau pengikut Republik yang bersenjata'.Soedirman marah. Buat apa TNI terus bergerilya membuktikan Republik Indonesia dan TNI masih ada, kalau dengan mudah pemerintah tak mengakui mereka? Bukankah Serangan Umum 1 Maret 1949 telah membuktikan kepada dunia bahwa TNI masih ada dan terorganisir, bukan hanya perampok bersenjata seperti tuduhan Belanda?
Menyebut pengikut bersenjata berarti mendukung propaganda Belanda yang menyebut TNI sudah hancur dan tinggal menyisakan gerombolan bersenjata yang sudah tak teratur.
TNI merasa dikorbankan untuk kepentingan politik. Mereka yakin ini hanya akal-akalan Belanda. Apalagi hasil perundingan Roem-Roijen menyebutkan TNI harus menghentikan aktivitas gerilya.
TNI merasa posisi Belanda sudah terjepit. Keputusan ini jelas merugikan TNI. Sudah menjadi kebiasaan Belanda minta berunding jika sudah terdesak. Lalu jika sudah menyusun kekuatan mereka akan menyerang kembali.
Bukankah sudah dua kali Belanda melanggar perjanjian Linggarjati dan Renville? TNI tak mau dibodohi untuk ketiga kalinya.
Soekarno-Hatta segera ditangkap oleh pasukan baret hijau Belanda sementara Soedirman memimpin perlawanan dari atas tandu, karena sakit paru-paru.
Jenderal Soedirman kecewa dengan keputusan Soekarno-Hatta yang memilih menyerah daripada ikut gerilya. Dengan tabah TNI melakukan perang gerilya melawan Belanda.
Soedirman pun tak percaya dengan perundingan Roem-Roijen yang ditandatangani 7 Mei 1949 oleh delegasi Republik Indonesia dan Belanda.
Dia tersinggung saat Mohammad Roem sebagai ketua delegasi Republik, tak lagi menyebut TNI melainkan hanya 'kesatuan bersenjata atau pengikut Republik yang bersenjata'.Soedirman marah. Buat apa TNI terus bergerilya membuktikan Republik Indonesia dan TNI masih ada, kalau dengan mudah pemerintah tak mengakui mereka? Bukankah Serangan Umum 1 Maret 1949 telah membuktikan kepada dunia bahwa TNI masih ada dan terorganisir, bukan hanya perampok bersenjata seperti tuduhan Belanda?
Menyebut pengikut bersenjata berarti mendukung propaganda Belanda yang menyebut TNI sudah hancur dan tinggal menyisakan gerombolan bersenjata yang sudah tak teratur.
TNI merasa dikorbankan untuk kepentingan politik. Mereka yakin ini hanya akal-akalan Belanda. Apalagi hasil perundingan Roem-Roijen menyebutkan TNI harus menghentikan aktivitas gerilya.
TNI merasa posisi Belanda sudah terjepit. Keputusan ini jelas merugikan TNI. Sudah menjadi kebiasaan Belanda minta berunding jika sudah terdesak. Lalu jika sudah menyusun kekuatan mereka akan menyerang kembali.
Bukankah sudah dua kali Belanda melanggar perjanjian Linggarjati dan Renville? TNI tak mau dibodohi untuk ketiga kalinya.
Pertentangan Soekarno dan Soedirman makin tajam.
Soekarno sampai menulis surat pribadi dengan nada penuh hormat pada Jenderal Soedirman. Menyebut Soedirman dengan panggilan yang mulia dan meminta Soedirman turun dari hutan dan kembali ke Yogya. Surat itu kemudian diantarkan oleh Overste Soeharto.Walau berat hati Soedirman akhirnya kembali ke Yogyakarta. Pimpinan militer harus tunduk pada keputusan presidennya. Dia memenuhi panggilan Presiden Soekarno tanggal 10 Juli 1949.
Pertentangan terjadi, apakah langsung memeriksa barisan kehormatan, atau ke istana menemui Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta yang sudah dibebaskan Belanda.
Kolonel TB Simatupang yang punya ide meminta Soedirman lebih dulu mampir ke istana. Momen ini penting artinya, pertemuan keduanya seakan menghapus perbedaan pendapat antara pemimpin sipil dan militer. Jika tak menemui Soekarno, tentu rakyat akan bertanya-tanya.
Soedirman cukup lama terdiam. Lalu akhirnya mengangguk setuju.
"Saya segera lari ke istana memberi tahu bahwa sore hari nanti Pak Dirman ingin menghadap Presiden dan Wakil Presiden," kenang Simatupang.
Pertemuan itu sangat mengharukan. Di depan istana Presiden Yogyakarta, Soekarno merangkul Soedirman yang bermantel lusuh. Soekarno sempat mengulangi pelukannya karena saat pelukan pertama tidak ada yang memotret momen itu. Mata keduanya berkaca-kaca haru.
Inilah pertemuan pertama mereka sejak terakhir bertemu 19 Desember 1949 lalu. Setelah melapor, Soekarno-Hatta menanyakan kabar Soedirman. Percakapan berlangsung dengan hangat.Baru setelah itu Soedirman memeriksa barisan kehormatan TNI yang sudah menunggunya. Pasukan TNI dengan seragam dan senjata seadanya berbaris rapi di depan panglima mereka.
Kali ini giliran mereka yang menangis haru melihat Soedirman dengan mantel lusuhnya.
Pelukan Bung Karno dan sikap legowo Pak Dirman mengakhiri pertentangan sipil dan militer
Soekarno sampai menulis surat pribadi dengan nada penuh hormat pada Jenderal Soedirman. Menyebut Soedirman dengan panggilan yang mulia dan meminta Soedirman turun dari hutan dan kembali ke Yogya. Surat itu kemudian diantarkan oleh Overste Soeharto.Walau berat hati Soedirman akhirnya kembali ke Yogyakarta. Pimpinan militer harus tunduk pada keputusan presidennya. Dia memenuhi panggilan Presiden Soekarno tanggal 10 Juli 1949.
Pertentangan terjadi, apakah langsung memeriksa barisan kehormatan, atau ke istana menemui Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta yang sudah dibebaskan Belanda.
Kolonel TB Simatupang yang punya ide meminta Soedirman lebih dulu mampir ke istana. Momen ini penting artinya, pertemuan keduanya seakan menghapus perbedaan pendapat antara pemimpin sipil dan militer. Jika tak menemui Soekarno, tentu rakyat akan bertanya-tanya.
Soedirman cukup lama terdiam. Lalu akhirnya mengangguk setuju.
"Saya segera lari ke istana memberi tahu bahwa sore hari nanti Pak Dirman ingin menghadap Presiden dan Wakil Presiden," kenang Simatupang.
Pertemuan itu sangat mengharukan. Di depan istana Presiden Yogyakarta, Soekarno merangkul Soedirman yang bermantel lusuh. Soekarno sempat mengulangi pelukannya karena saat pelukan pertama tidak ada yang memotret momen itu. Mata keduanya berkaca-kaca haru.
Inilah pertemuan pertama mereka sejak terakhir bertemu 19 Desember 1949 lalu. Setelah melapor, Soekarno-Hatta menanyakan kabar Soedirman. Percakapan berlangsung dengan hangat.Baru setelah itu Soedirman memeriksa barisan kehormatan TNI yang sudah menunggunya. Pasukan TNI dengan seragam dan senjata seadanya berbaris rapi di depan panglima mereka.
Kali ini giliran mereka yang menangis haru melihat Soedirman dengan mantel lusuhnya.
Pelukan Bung Karno dan sikap legowo Pak Dirman mengakhiri pertentangan sipil dan militer
Semoga dengan Pelantikan Presiden Hari ini
tanggal 20 Oktober 2014 dapat membangun bangsa kea rah yang lebih baik. Saya
berharap Bapak Jokowi-JK dapat menjaga NKRI ini sampai kapanpun. Selamat
bertugas Bapak Jokowi –JK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar