LIMA HIKMAH PERNIKAHAN
Nasehat dan Anjuran telah banyak disinggung oleh
Allah dalam al-Quran dan Nabi lewat perkataan dan perbuatannya. Hikmah yang
terserak di balik anjuran tersebut bertebaran mewarnai perjalanan hidup
manusia.
Secara
sederhana, setidaknya ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam
Islam.
Pertama, sebagai pengendali birahi manusia
Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa
nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif.
Manusia yang
tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang
telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang.
Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi ‘aspirasi’
nulari normal seorang anak keturunan Adam.
Kedua, meneguhkan akhlak terpuji
Dengan menikah, dua anak manusia yang berlawanan
jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan
martabatnya sebagai hamba Allah yang baik.
Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya
akhlak dari diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi
dirinya bahkan bagi suatu bangsa. Kenyataan yang ada selama ini menujukkkan
gejala tidak baik, ditandai merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan.
Jauh
sebelumnya, Nabi telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk
menikah, “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk
menafkahi, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran
pandangan, pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia
berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ketiga, membangun rumah tangga islami
Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan
menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan
dari insan-insan terdahulu maupun sekarang hingga mereka sukses mendidik
putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun
biduk rumah tangga islami.
Layaknya perahu, perjalanan rumah tangga kadang
terombang-ambing ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan datang
menghadang. Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus
dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan
sahabatnya.
Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah
ketiga ini. Diriwayatkan tentang sayidina umar yang memperoleh cobaan dalam
membangun rumah tangga.
Suatu hari, Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan istrinya.
Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah.Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Suatu hari, Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan istrinya.
Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah.Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang
disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata,
“Wahai saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci
pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika
beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya mengingat
keburukannya dan melupakan kebaikannya.”
Pasangan yang
ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan prinsip kesabaran dan
rasa syukur dalam mempertahankan ‘perahu daratannya’.
Keempat, memotivasi semangat ibadah
Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada
umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk
bersembah sujud, beribadah kepada-Nya.
Dengan menikah, diharapkan pasangan suami-istri
saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan. Dengan menikah satu sama lain
memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya.
Lebih dari itu, hubungan biologis antara laki dan
perempuan dalam ikatan suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti
diungkap oleh rasul dalam haditsnya, “Dan persetubuhan salah seorang di antara
kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah
seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah
menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram,
dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia
mendapat pahala.” (HR. Muslim)
Kelima,
melahirkan keturunan yang baik
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang
salih, berkualitas iman dan takwanya, cerdas secara spiritual, emosional, maupun
intelektual.
Dengan
menikah, orangtua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai
generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik
tentulah tak akan mampu melahikan generasi yang baik pula.
Lima hikmah menikah di atas, adalah satu aspek
dari sekian banyak aspek di balik titah menikah yang digaungkan Islam kepada
umat. Saatnya, muda-mudi berpikir keras, mencari jodoh yang baik, bermusyawarah
dengan Allah dan keluarga, cari dan temukan pasangan yang beriman, berperangai
mulia, berkualitas secara agama, lalu menikahlah dan nikmati hikmah-hikmahnya.
Mudah-mudahan
Allah mengirimkan jodoh orang-orang yang baik sholeh/sholehah bagi yang belum
menikah.
Dan menjadikan keluarga siapapun yang telah menikah, menjadi keluarga samarah (sakinah mawaddah wa rahmah).
Dan menjadikan keluarga siapapun yang telah menikah, menjadi keluarga samarah (sakinah mawaddah wa rahmah).
Aamiin Ya
Rabbal 'Aalamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar