TENTANG
WAKTU
Anis Matta
Setiap kali
ada pergantian tahun seperti sekarang, saya selalu membangunkan kembali
kesadaran saya tentang waktu dan cara merasakannya. Cara setiap orang merasakan
waktu berbeda karena "satuan waktu" yang mereka gunakan juga berbeda.
Itu lahir dari falsafah hidup yang juga berbeda. Jika kita memaknai hidup
sebagai pertanggungjawaban, maka waktu adalah masa kerja. Waktu adalah
kehidupan itu sendiri.
Orang-orang
beriman membagi waktu - seperti juga hidup – ke dalam waktu dunia dan waktu
akhirat. Itu 2 sistem waktu yang sama sekali berbeda. Waktu dunia adalah waktu
kerja. Waktu akhirat adalah waktu pertanggungjawaban dan pembalasan atas nilai
waktu kerja di dunia. Waktu kerja di dunia mengharuskan kita memaknai setiap
satuan waktu sebagai satuan kerja. 1 unit waktu harus sama dengan 1 unit amal.
Persamaan itu, 1 unit waktu sama dengan 1 unit kerja, membuat hidup kita jadi
padat sepadat-padatnya, nilai waktu terletak pd isinya, kerja!
Tidak ada hal
yang paling tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam hidup orang beriman selain
waktu luang. Itu hidup yang tidak terencana. Waktu luang lahir dari pikiran dan
jiwa yang kosong, yang tidak punya daftar pekerjaan yang harus dieksekusi.
Hidup mereka longgar tak bernas. Mereka yang punya daftar pekerjaan utk
dieksekusi menempatkan waktu sebagai sumber daya tak tergantikan. Karena itu
tidak boleh lewat tanpa nilai.
Efek waktu adalah akumulasi
Menyadari
waktu adalah menyadari efeknya dan efek terpenting dari waktu adalah efek
akumulasi. Sesuatu tidak terjadi seketika tapi bertahap. Akumulasi dari
tindakan yang sama yang kita lakukan secara berulang2 akan menjadi karakter
pada skala individu. Akumulasi dari karakter individu selanjutnya menjadi
budaya dalam skala masyarakat. Akumulasi itu terjadi dalam rentang waktu
tertentu. Akumulasi budaya dari berbagai kelompok masyarakat dalam rentang
waktu tertentu itulah yang berkembang menjadi peradaban. Karena efek akumulasi
sebuah peradaban tidak bisa bangkit seketika atau runtuh seketika. Ada
faktor-faktor yang mempengaruhinya secara akumlatif.
Masyarakat
bangkit melalui akumulasi kontribusi. Produktivitas individu-individu di
dalamnya berupa karakter dan ide yang membentuk budaya mereka. Begitu juga
keruntuhan sebuah masyarakat, itu akumulasi karakter dan ide destruktif
individu-individunya yang membentuk budaya keruntuhannya.
Contoh lain
adalah kesehatan. Kualitas kesehatan fisik dan mental kita di atas usia 40
tahun adalah akumulasi dari pola hidup sehari-hari kita. Sebagian besar
penyakit yang kita alami di atas usia 40 tahun itu adalah akumulasi
ketidakseimbangan pola hidup yang berlangsung lama. Begitu juga dengan struktur
pengetahuan kita, itu adalah akumulasi ilmu yang kita peroleh sehari-hari
melalui bacaan dan media belajar lain.
Usia membuat orang lebih arif karena ia mengalami
akumulasi pengetahuan. Tehnologi hari ini adalah akumulasi tehnologi kemarin.
Karena itu Nabi Muhammad saw mengatakan "Jangan pernah meremehkan
kebajikan sekecil apa pun itu". Itu karena sifat akumulasinya. Beliau juga
mengatakan "Amal yang paling baik dan paling dicintai Allah adalah yang
berkelanjutan walaupun hanya sedikit". Itu akumulasi. Kebajikan
kecil-kecil yang kita lakukan secara terus-menerus menunjukkan perhatian dan
konsistensi serta keterlibatan emosi yang dalam. Nilai-nilai emosi yang menyertai
amal itu hanya bisa dilihat dalam rentang waktu. Karena itu, waktu jadi alat
uji iman dan karakter yang efektif.
Sisi negatif
manusia juga akumulatif. Dosa yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi
karakter dan selanjutnya memenuhi ruang hati manusia. Dosa yang telah jadi
karakter tidak akan menyisakan ruang bagi dorongan kebajikan dalam diri
seseorang. Allah akhirnya mengunci hatinya. Akumulasi dosa yang menjadi
karakter menutup mata hati seseorang. Ada tabir yang menghalagi mata dan
telinganya utk melihat kebenaran. Akumulasi itulah yang sebenarnya banyak
menipu manusia pendosa karena terjadi secara perlahan dan tidak disadari oleh
pelaku. Terlalu halus.
Karena efek akumulasi itu, maka sifat-sifat
terpuji yang paling banyak berhubungan dengan waktu adalah kesabaran dan
ketekunan. Tidak ada prestasi besar yang bisa kita raih dalam hidup tanpa
kesabaran dan ketekunan yang panjang, sebab semua perlu waktu yang lama.
Kecerdasan yang tidak disertai kesabaran dan ketekunan tidak akan membuahkan
hasil apa-apa. Itu ciri orang cerdas yang tidak produktif. Itu sebabnya mengapa
di antara semua sifat yang paling terulang dalam Qur'an adalah sabar. Termasuk
hubungan dengan waktu dalam surat Al 'Ashr.
Kesabaran dan
ketekunan adalah sifat utama yang melekat pada orang-orang besar, baik dalam
dunia militer, bisnis, ekademik atau politik. Kesabaran dan ketekunan juga
merupakan sifat dasar kepemimpinan, karena mereka harus memikul beban berat
dalam jangka waktu yang lama. Kesabaran dan ketekunan adalah indikator kekuatan
kepribadian seseorang. Artinya ia punya tekad yang takkan terkalahkan oleh
rintangan.
Efek akumulasi
juga mengajarkan kita untuk berpikir secara sekuensial. Berurut mengikuti deret
ukur waktu. Itu strategic thinking. Kemampuan berpikir sekuensial adalah bagian
dari kemampuan berpikir strategis yang diajarkan oleh kesadaran akan waktu.
Efeknya besar! Kemampuan berpikir sekuensial terutama diperlukan saat kita membaca
sejarah dan berbagai fenomena sosial politik. Juga dalam perencanaan.
Konsep
Penggandaan
Sebagai sumber daya waktu sangat terbatas,
orang-orang produktif pasti selalu merasa bahwa waktu mereka terlalu sedikit
dibanding rencana amal mereka. Umat Muhammad saw juga mempunyai umur masa kerja
yang jauh lebih pendek dari umat-umat terdahulu, untuk sebuah hikmah Ilahiyah
yang kita tidak tahu. Jadi harus ada cara mengatasi keterbatasan itu. Untuk
itulah Islam memperkenalkan makna efesiensi melalui konsep penggandaan.
Kita
menggunakan waktu yang sama untuk sholat 5 waktu secara jamaah atau sendiri,
tapi mendapatkan pahala yang berbeda. Waktu sama pahala beda. Waktu yang sama
dengan pahala yang berbeda adalah inti dari konsep penggandaan. Ini menciptakan
perbedaan mencolok dan mengatasi keterbatasan. Konsep penggandaan ini bisa
mengubah persamaan dari sblmnya 1 unit waktu sama dengan 1 unit amal menjadi 1
unit waktu sama dengan beberapa unit amal. Ajaran tentang amal jariah, sedekah
jariyah, ilmu yang diajarkan, anak sholeh yang terus mendoakan, juga penerapan
lain dari konsep penggandaan.
Konsep
penggandaan bukan saja mengajarkan bagaimana mengatasi keterbatasan sumber daya
tapi juga bagaimana memaksimalkan sumber daya yang terbatas itu. Konsep
penggandaan bukan saja mengajar bagaimana mengatasi keterbatasan sumberdaya,
tapi juga bagaimana melipatgandakan hasil dari sedikit sumber daya. Seseorang
bisa hidup lebih lama dari umurnya dengan konsep penggandaan itu. Caranya
dengan menciptakan amal yang dampaknya lebih lama dari umur kita.
Seperti
individu, masyarakat juga punya umur. Peradaban juga punya umur. Umur
masyarakat ditentukan oleh akumulasi umur individu. Umur sosial menjadi panjang
jika banyak individunya melakukan kerja-kerja penggandaan. Salah satunya adalah
pewarisan ilmu pengetahuan.
Umur peradaban
juga begitu. Peradaban barat moderen dibangun pertama kali oleh spanyol dan
portugis, lalu inggris dan prancis, lalu AS. Epicentrum sebuah peradaban
berpindah dari 1 masyarakat ke yang lain, begitu umur sosial masyarakat itu
habis. Walaupun secara fisik tetap ada. Seperti Barat, peradaban Islam juga
dipikul banyak suku bangsa. Mulanya Arab, lalu Persia, lalu Afrika, lalu Turki,
lalu Mongol dst. Akumulasi umur sosial dari suku bangsa itu menentukan panjang
pendeknya umur peradaban. Makin banyak yang memikulnya makin panjang umurnya.
(HM. Anis Matta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar