InspirasI

Jumat, 10 Juni 2016

Mendampingi Anak Berpuasa.

MENDAMPINGI  ANAK  BERPUASA

Oleh : Fx. wikan indrarto*)

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang harus dipenuhi oleh setiap umat muslim yang sudah akil baliq. Sebelum usia akil baliq, orangtua sebaiknya mulai mencoba mengajari dan mendampingi anak untuk berpuasa, sesuai dengan usia anak. Begitu juga untuk anak sakit kronis stabil, yang tetap harus minum obat secara teratur. Apa yang sebaiknya dilakukan?
Menurut Dr. Titis Prawitasari dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa puasa dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memelihara tubuh agar selalu dalam kondisi fit. Pada waktu berpuasa, metabolisme tubuh cenderung melambat, tetapi menjadi lebih efisien, insulin yang berguna untuk memasukkan gula yang dihasilkan dari makanan yang kita konsumsi pun menjadi lebih sensitif. Puasa juga terbukti dapat menurunkan tingkat stress oksidatif dan inflamasi yang akan mencederai sel dalam tubuh sehingga secara tidak langsung turut mencegah terjadinya kanker, meningkatkan kerja sistem imun, serta mencegah terjadinya penuaan dini. Selain itu, puasa sangat baik digunakan sebagai sarana pembelajaran bagi anak-anak dalam mengendalikan diri dan disiplin.
Menu makanan yang tepat untuk sahur dan berbuka puasa sangat banyak sekali pilihan, bahkan sangat menggiurkan untuk dicoba. Pada umumnya menu berbuka puasa tersebut berupa makanan atau minumam yang manis. Hal itu sebetulnya sejalan dengan tubuh yang memerlukan peningkatan kadar gula darah dengan cepat, dalam waktu singkat setelah berpuasa. Jangan lupa pula perbanyak minum karena selama berpuasa tubuh sedikit mengalami dehidrasi. Hal ini ditandai dengan semakin sedikit kita buang air kecil di waktu siang hari.
Pada waktu sahur dan berbuka, sangat penting untuk menyediakan makanan menu seimbang yang mengandung nutrisi lengkap, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Pada waktu berbuka puasa, kita memerlukan makanan dengan indeks glikemik tinggi yang dapat meningkatkan kadar gula dengan cepat dalam waktu singkat, contohnya manisan buah, buah dalam kaleng, semangka, donat, kentang, nasi dan roti. Sebaliknya makanan dengan indeks glikemik rendah, yang dapat mempertahankan kadar gula darah lebih lama, dianjurkan dikonsumsi saat sahur. Contohnya makanan dengan indeks glikemik sedang hingga rendah adalah beras merah, ubi, kacang hijau, oatmeal, roti gandum, apel, jeruk, dan pisang. Selain itu, perlu diperhitungkan pula kemampuan mempertahankan rasa kenyang (fullness) yang biasa didapat dari protein (lauk-pauk baik hewani maupun nabati), lemak dan serat. Kombinasi antara ketiganya dengan makanan lain dapat menurunkan nilai indeks glikemiknya, tetapi meningkatkan rasa kenyang.
Pada anak, terutama yang lebih kecil, sering kali terdapat kecenderungan sulit untuk bangun pagi saat sahur, tetapi hal ini umumnya hanya terjadi pada masa awal bulan puasa. Kesulitan ini berangsur-angsur menghilang seiring terbiasanya anak dengan jadwal yang ada. Untuk itu, dapat dicoba untuk mulai dengan puasa tidak penuh (6-8 jam) dahulu dan perlahan ditingkatkan menjadi berpuasa hingga azan Maghrib tiba. Jenis makanan padat saat sahur dan berbuka, sebenarnya tidak perlu berbeda dengan makanan sehari-hari. Namun demikian, seharusnya tetap memperhatikan pilihan menu agar terpenuhi kebutuhan nutrisinya secara seimbang.
Pada anak dalam terapi rumatan penyakit kronis stabil, misalnya TBC, epilepsi, asma, alergi, sindrome nefrotik, thalassemia, leukemia remisi dan lain sebagainya, obat rutin tetap harus diminum sesuai aturan, selama anak berpuasa. Untuk penggunaan obat dosis sekali sehari, obat dapat diminumkan sebelum makan sahur. Sebaliknya, untuk dosis 2 kali sehari, memang memerlukan pengaturan waktu yang disesuaikan dengan jadwal berbuka puasa. Untuk pengaturan minum obat, sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter yang menangani anak, agar dicarikan jalan keluar terbaik.
Para orang tua diharapkan tidak lupa untuk selalu memberi anak, variasi makanan dalam hal bentuk, rasa, dan bahan dasarnya. Dengan demikian anak tetap berselera untuk makan sahur dan berbuka puasa, juga menjalani puasa dengan semakin penuh. Sudahkah kita bertindak bijak?

Yogyakarta,4Juni2016
*) dokter spesialis anak, Alumnus S3 UGM

Tidak ada komentar: