InspirasI

Selasa, 13 Desember 2016


Kisah Imam Ali bin Abi Thalib dan Ashabul Kahfi (2)

Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata : “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian”.
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti menunggu. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, di-ikuti oleh seekor anjing miliknya.
Waktu cerita Imam Ali kw, sampai di situ, salah satu pendeta Yahudi bergegas berdiri dan bertanya lagi, sambil berkata :
“Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya ?”
“Hai saudara saudar Yahudi…” kata Imam Ali bin Abi Thalib kw, memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rosululloh SAW, menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya : kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita ? Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali : “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Alloh, tak ada yang menyekutukaNya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah SWT..”
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata : “Apakah nama bukit itu dan apakah nama gua itu?” Imam Ali kw, menjelaskan : “bukit itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram”
Imam Ali kw, melanjutkan ceritanya… secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah SWT, memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. masing-masing orang dari mereka Allah SWT, menugaskan dua Malaikat untuk membolak-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah SWT, lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata : “Kalau aku ingin menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggil-lah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari..” Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan serabuk (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya : “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu”.
Dalam guha tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun. Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah Ta’ala, mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya : “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Alloh, mari kita pergi ke mata air”.
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah SWT, membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya, “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan ? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi”.
Tamlikha kemudian berkata, “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini…”
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan, “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah…”
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri, “Kusangka aku ini masih tidur..” Setelah agak lama memandang dan mengamati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjual roti, “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini ?” “Aphesus” sahut penjual roti itu.
“Siapakah nama raja kalian ?”tanya Tamlikha, “Abdurrahman,” jawab penjual roti. “Kalau yang kau katakan itu benar…” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali.. Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku..” Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman dulu, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib kw, “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru…”
Imam Ali kw, menjelaskan, “Kekasihku Muhammad Rosululloh SWT, menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru..”
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya : Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha, “Aduhai, alangkah beruntungnya aku..! Rupanya engkau baru menemukan harta karun..? Berikan sisa uang itu kepadaku..! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja..?” “Aku tidak menemukan harta karun…” jawab Tamlikha, “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham, Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius…!”
Penjual roti itu marah. Lalu berkata, “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku…? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam..! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku..?”
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha, “Bagaimana cerita tentang orang ini…?”
“Dia menemukan harta karun..” jawab orang-orang yang membawanya. Kepada Tamlikha, raja berkata, “Engkau tak perlu khawatir..! Nabi Isa as, memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu, Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat…” Tamlikha menjawab, “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun…! Aku adalah penduduk kota ini…!” Raja bertanya sambil keheran-heranan, “Engkau penduduk kota ini…?” “Ya.. Benar” sahut Tamlikha., “Adakah orang yang kau kenal ?” tanya raja lagi. “Ya.. ada,” jawab Tamlikha. “Coba sebutkan siapa namanya…?” tutur raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan saat itu. Mereka berkata, “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini ?” “Ya.. tuanku..” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”. Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan, “Inilah rumahku..!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang, “Kalian ada perlu apa ?”
Kami utusan raja yang menyertai Tamlikha, Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya…! Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamati dia bertanya, “Siapa namamu ?” “Aku Tamlikha anak Filistin…!” Orang tua itu lalu berkata, “Coba ulangi lagi…!” Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berkata, “Ini adalah datukku..! Demi Alloh, Dia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius raja durhaka” Kemudian diteruskannya dengan suara haru, “Dia lari berlindung kepada yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as, dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali…!”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya, “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua. Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali kw, melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka, “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka…”
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata, “Puji dan syukur bagi Alloh yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius…” Tamlikha mengelak, “Ada urusan apa dengan Diqyanius ? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini ?” “Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja” jawab mereka. “Tidak…!” sangkal Tamlikha, “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun..! Diqyanius sudah lama meninggal dunia..! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Alloh yang Maha Agung..! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian…!”
Teman-teman Tamlikha menyahut, “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad ?”. jawab Tamlikha, “Lantas apa yang kalian inginkan ?” Tamlikha balik bertanya, “Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa, “Ya Alloh, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain…!”
Alloh Ta’ala, mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Alloh SWT, melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Alloh SWT, Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Alloh kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata, “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku..! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu”. Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula, “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku..! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu”. dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam.
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib kw, berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian ?”
Pendeta Yahudi itu menjawab, “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun..! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi, …Bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah hamba Alloh serta Rosul-Nya.. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini…!”
Dinukilan dari kitab Qishosul Anbiya yang tercantum dalam kitab “Fadho’ilul Khomsah” Minas Shihohis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadho Al Faruz Aabaad.


Tidak ada komentar: