Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang
terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk
lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata : “Dalam
hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian
berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu
kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian”.
Tamlikha bersama teman-temannya
berhenti menunggu. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan
kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki,
di-ikuti oleh seekor anjing miliknya.
Waktu cerita Imam Ali kw, sampai di
situ, salah satu pendeta Yahudi bergegas berdiri dan bertanya lagi, sambil
berkata :
“Hai Ali, jika engkau benar-benar
tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya ?”
“Hai saudara saudar Yahudi…” kata
Imam Ali bin Abi Thalib kw, memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rosululloh SAW,
menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama
Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing
saling berkata kepada temannya : kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya
akan membongkar rahasia kita ? Mereka minta kepada penggembala supaya anjing
itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu
duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan
lancar dan jelas sekali : “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku,
padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Alloh, tak ada yang menyekutukaNya.
Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku
mendekatkan diriku kepada Allah SWT..”
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja.
Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu
bersama mereka mendekati sebuah gua.”
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari
tempat duduknya sambil berkata : “Apakah nama bukit itu dan apakah nama gua
itu?” Imam Ali kw, menjelaskan : “bukit itu bernama Naglus dan nama gua itu
ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram”
Imam Ali kw, melanjutkan ceritanya…
secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur
mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di
tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua.
Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga sambil menjulurkan
dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah SWT,
memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. masing-masing orang
dari mereka Allah SWT, menugaskan dua Malaikat untuk membolak-balik tubuh
mereka dari kanan ke kiri. Allah SWT, lalu memerintahkan matahari supaya pada
saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada
saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius
baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia
mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar.
Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menelusuri jejak enam
orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati
gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur
berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu
benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata : “Kalau aku ingin
menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan
mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggil-lah
tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari..” Setelah tukang-tukang
batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu
dan serabuk (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para
pengikutnya : “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau
benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka
yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu”.
Dalam guha tertutup rapat itu,
mereka tinggal selama 309 tahun. Setelah masa yang amat panjang itu lampau,
Allah Ta’ala, mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai
memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya
masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya : “Malam tadi kami lupa
beribadah kepada Alloh, mari kita pergi ke mata air”.
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat
mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi
kering semuanya. Allah SWT, membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling
bertanya, “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke
kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan ? Tetapi yang akan pergi ke
kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak
dengan lemak-babi”.
Tamlikha kemudian berkata, “Hai saudara-saudara, aku
sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala,
berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini…”
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat
menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali
belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui.
Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di
angkasa bertuliskan, “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah…”
Tamlikha berhenti sejenak memandang
bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri, “Kusangka aku
ini masih tidur..” Setelah agak lama memandang dan mengamati bendera, ia
meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca
Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di
sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjual roti, “Hai tukang roti, apakah
nama kota kalian ini ?” “Aphesus” sahut penjual roti itu.
“Siapakah nama raja kalian ?”tanya Tamlikha, “Abdurrahman,”
jawab penjual roti. “Kalau yang kau katakan itu benar…” kata Tamlikha,
“urusanku ini sungguh aneh sekali.. Ambillah uang ini dan berilah makanan
kepadaku..” Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang
dibawa Tamlikha itu uang zaman dulu, yang ukurannya lebih besar dan lebih
berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu
kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib kw, “Hai Ali,
kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang
lama itu dibanding dengan uang baru…”
Imam Ali kw, menjelaskan,
“Kekasihku Muhammad Rosululloh SWT, menceritakan kepadaku, bahwa uang yang
dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama
dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru..”
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya : Penjual Roti lalu
berkata kepada Tamlikha, “Aduhai, alangkah beruntungnya aku..! Rupanya engkau
baru menemukan harta karun..? Berikan sisa uang itu kepadaku..! Kalau tidak,
engkau akan ku hadapkan kepada raja..?” “Aku tidak menemukan harta karun…”
jawab Tamlikha, “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan
buah kurma seharga tiga dirham, Aku kemudian meninggalkan kota karena
orang-orang semuanya menyembah Diqyanius…!”
Penjual roti itu marah. Lalu berkata, “Apakah setelah
engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu
kepadaku…? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang
mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun
yang silam..! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku..?”
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian
dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan
bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha,
“Bagaimana cerita tentang orang ini…?”
“Dia menemukan harta karun..” jawab orang-orang yang
membawanya. Kepada Tamlikha, raja berkata, “Engkau tak perlu khawatir..! Nabi
Isa as, memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta
karun itu, Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan
selamat…” Tamlikha menjawab, “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta
karun…! Aku adalah penduduk kota ini…!” Raja bertanya sambil keheran-heranan,
“Engkau penduduk kota ini…?” “Ya.. Benar” sahut Tamlikha., “Adakah orang yang
kau kenal ?” tanya raja lagi. “Ya.. ada,” jawab Tamlikha. “Coba sebutkan siapa
namanya…?” tutur raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi
tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir
mendengarkan saat itu. Mereka berkata, “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang
yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di
kota ini ?” “Ya.. tuanku..” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”.
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh
Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu.
Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan, “Inilah
rumahku..!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang
sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian
putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia
terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang, “Kalian
ada perlu apa ?”
Kami utusan raja yang menyertai Tamlikha, Orang muda ini
mengaku rumah ini adalah rumahnya…! Orang tua itu marah, memandang kepada
Tamlikha. Sambil mengamati dia bertanya, “Siapa namamu ?” “Aku Tamlikha anak
Filistin…!” Orang tua itu lalu berkata, “Coba ulangi lagi…!” Tamlikha menyebut
lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha
sambil berkata, “Ini adalah datukku..! Demi Alloh, Dia salah seorang di antara
orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius raja durhaka” Kemudian
diteruskannya dengan suara haru, “Dia lari berlindung kepada yang Maha Perkasa,
Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as, dahulu telah memberitahukan kisah
mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali…!”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di
laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke
tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha,
raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak,
sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil
bertanya-tanya, “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya
masih berada di dalam gua. Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang
bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama
Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa
Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali kw, melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua
itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para
pengikut mereka, “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak
kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan
mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah
aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka…”
Semua berhenti menunggu dan
Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang,
teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada
Tamlikha mereka berkata, “Puji dan syukur bagi Alloh yang telah menyelamatkan
dirimu dari Diqyanius…” Tamlikha mengelak, “Ada urusan apa dengan Diqyanius ?
Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini ?” “Kami tinggal
sehari atau beberapa hari saja” jawab mereka. “Tidak…!” sangkal Tamlikha,
“Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun..! Diqyanius sudah lama
meninggal dunia..! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan
penduduk kota itu sudah beriman kepada Alloh yang Maha Agung..! Mereka sekarang
datang untuk bertemu dengan kalian…!”
Teman-teman Tamlikha menyahut, “Hai Tamlikha, apakah engkau
hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad ?”.
jawab Tamlikha, “Lantas apa yang kalian inginkan ?” Tamlikha balik bertanya,
“Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian
berdoa, “Ya Alloh, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami
tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa
kami tanpa sepengetahuan orang lain…!”
Alloh Ta’ala, mengabulkan permohonan mereka. Lalu
memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Alloh SWT,
melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu
segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari
pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk
lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin
tentang betapa hebatnya kekuasaan Alloh SWT, Dua orang bangsawan itu memandang semua
peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang
diperlihatkan Alloh kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata, “Mereka mati
dalam keadaan memeluk agamaku..! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu
gua itu”. Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula, “Mereka mati
dalam keadaan memeluk agamaku..! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua
itu”. dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian
senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama
Islam.
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib kw, berhenti
menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi
yang menanyakan kisah itu, “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam
kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua
yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian ?”
Pendeta Yahudi itu menjawab, “Ya
Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun..!
Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah
bersaksi, …Bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah hamba Alloh serta
Rosul-Nya.. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di
kalangan ummat ini…!”
Dinukilan dari kitab Qishosul Anbiya yang tercantum dalam
kitab “Fadho’ilul Khomsah” Minas Shihohis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadho Al
Faruz Aabaad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar