Ada Apa Dengan Surat
Yusuf
Oleh : Nur Hasan
Oleh : Nur Hasan
Di surat Yusuf
Allah Swt., menjelaskan kepada kita, bahwa dalam perjalanan hidup Nabi Yusuf
ini ada 6 peristiwa penting di sana. Di mana tiga yang pertama adalah episode
kesedihan dan tiga peristiwa yang berikutnya adalah episode-episode
kegembiraan.
Tiga yang
pertama adalah ketika Nabi Yusuf menjadi korban konspirasi saudara-saudaranya,
dimasukkan ke dalam sumur. Kedua, ketika dari sumur itu Nabi Yusuf ditemukan
oleh seorang musafir di dalam sumur kemudian dijual sebagai budak. Ketiga,
ketika Nabi Yusuf mendapatkan fitnah yang sangat berat dirasakan, sehingga
beliau lebih memilih senang hidup di penjara.
Tiga berikutnya adalah, peristiwa-peristiwa yang
mengubah kesedihan Nabi Yusuf ini menjadi kebahagiaan dan kegembiraan. Pertama,
ketika beliau dikeluarkan dari penjara. Sebagai bentuk bonus ketika beliau bisa
mentakwil mimpi. Kedua, ketika setelah keluar dari penjara itu kemudian beliau
jadi penguasa, menjadi raja di Mesir. Ketiga, ketika beliau bisa memboyong
semua keluarganya: orangtuanya dan sebelas saudaranya berkumpul semua.
Allah Swt.,
berfirman:
"Dan demikianlah, Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui, Mahabijaksana."
(QS. Yusuf: Ayat 6)
"Dan demikianlah, Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui, Mahabijaksana."
(QS. Yusuf: Ayat 6)
Nabi Yusuf disebut dengan ibnul karim...ibnul
karim...ibnul karim. Maknanya, beliau adalah orang saleh dan dari bapak yang
saleh juga, karena Nabi Yusuf ini bin Ya'qub.
Ya'qub juga
dari anak yang saleh. Karena Ya'qub ini bin Ishaq. Ishaq juga dari anak yang
saleh. Karena ishaq bin Ibrahim.
Jadi Nabi Yusuf ini adalah orang saleh yang
dipilih oleh Allah Swt., keturunan dari orang-orang saleh juga. Sehingga Nabi
Yusuf termasuk satu di antara orang yang dipilih Allah Swt., sejak dari nenek
moyangnya terpilih dari orang-orang saleh. Sehingga ketika diutus Allah menjadi
Nabi, beliau memang pilihan Allah untuk manusia.
Di dunia ini
ada 3 macam orang, di antaranya adalah: kafir, munafik, dan muslim. Dan di
antara orang-orang muslim di dunia ini, ada yang taat dan ada yang tidak.
Alhamdulillah, Allah memilih kita menjadi muslim
yang taat. Kemudian dari sekian banyak muslim yang taat itu, ada yang rajin ke
masjid dan ada yang tidak.
Alhamdulillah,
kita dipilih oleh Allah masuk kelompok yang rajin ke masjid. Dan begitu
seterusnya. Maka kita perlu bersyukur ketika dipilih oleh Allah Swt., sebagai
muslim yang taat, rajin ke masjid, dan senang hadir di majelis-majelis taklim.
Karena
sekarang ini banyak orang yang tak suka pergi ke masjid dan majelis taklim,
tapi suka ke warung-warung kopi.
Yang suka ke masjid juga sudah banyak, tapi yang
tidak ke sana lebih banyak lagi.
Namun,
alhamdulillah kita dipilih oleh Allah termasuk orang-orang yang suka ke masjid,
sebagaimana Nabi Yusuf dipilih oleh Allah Swt.
Kemudian Allah Swt., bekali Nabi Yusuf punya
keahlian mentafsir mimpi. Ini merupakan salah satu mukjizatnya Nabi Yusuf.
Kalau orang jawa punya banyak tafsir mimpi, misal
jika mimpi dipatok ular katanya mau nikah. Itu kalau yang mimpi masih bujangan
tidak masalah. Jika umurnya sudah 70 tahun lalu mimpi digigit ular, ini yang
jadi masalah.
Takwil mimpi yang ditafsirkan oleh Nabi
Yusuf ini adalah mimpi-mimpi yang benar. Karena termasuk wahyu dari Allah Swt.
"Dan
menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub."Ini
cerita tentang keluarga di dalam Al-Quran. Antara orangtua dan anak yang
terkait dengan masalah pendidikan dan pembinaan, maka yang sering disebutkan di
situ adalah bapaknya.
Hampir tak pernah kalau kita lihat, Al-Quran berkisah tentang orangtua dan anak yang terkait dengan pendidikan, lalu ibunya yang disebutkan. Tidak ada. Semua ayahnya.
Hampir tak pernah kalau kita lihat, Al-Quran berkisah tentang orangtua dan anak yang terkait dengan pendidikan, lalu ibunya yang disebutkan. Tidak ada. Semua ayahnya.
Misalnya kisah Nabi
Ya'qub dengan Nabi Yusuf. Panjang ceritanya, satu surat penuh. Tapi tak ada
satu pun ayat yang menceritakan siapa ibunya Yusuf.
Di dalam Al-Quran ada kisah tentang Nabi Nuh
dengan Kan'an. Tapi tidak ada cerita tentang istrinya Nabi Nuh. Ada cerita Nabi
Ibrahim dengan Ismail dan Ishaq. Tapi kisah tentang Hajar dan Sarah tidak di
dalam Al-Quran, tapi di hadis.
Bahkan dialog
yang paling terkenal antara orangtua dan anak, yaitu Luqman Al-Hakim. Istrinya
juga tidak diceritakan di situ.
Ini semua bisa diambil sebuah pelajaran, bahwa
tugas mendidik dan membina anak bukan hanya seorang ibu, tapi juga bapaknya.
Bahkan bapaknya lebih berat lagi. Persoalan kalau ada undangan pertemuan wali
murid, tidak apa-apa kalau lebih banyak yang datang ibu-ibunya.
Allah Swt.,
berfirman:
"Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang bertanya." (QS. Yusuf: Ayat 7)
"Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang bertanya." (QS. Yusuf: Ayat 7)
Yusuf itu
seibu dengan Bunyamin. Sementara sebelas saudaranya yang lain beda ibu. Karena
Yusuf dan Bunyamin ini ditinggal mati oleh ibunya saat keduanya masih kecil.
Maka sejak awal, sebelum Yusuf mimpi itu sudah akrab.
Allah Swt.,
berfirman:
"Ketika mereka berkata, "Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata." (QS. Yusuf: Ayat 8)
"Ketika mereka berkata, "Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata." (QS. Yusuf: Ayat 8)
Karena sebelas
saudaranya Yusuf ini merasa diperlakukan tidak adil oleh bapaknya. Yang
kemudian perasaan itu melahirkan rasa iri, dengki, dan dendam. Lalu itulah yang
menggerakkan mereka untuk berbuat jahat. Maka, Allah Swt., berfirman:
"Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik." (QS. Yusuf: Ayat 9)
"Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik." (QS. Yusuf: Ayat 9)
Jadi sebelas saudaranya
Yusuf ini merencanakan berbuat jahat dan sekaligus setelah itu merencanakan
tobat.
Allah Swt.,
berfirman:
"Seorang di antara mereka berkata, "Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi masukkan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir, jika kamu hendak berbuat"." (QS. Yusuf: Ayat 10)
"Seorang di antara mereka berkata, "Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi masukkan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir, jika kamu hendak berbuat"." (QS. Yusuf: Ayat 10)
Ya'qub tak
bermaksud sedikit pun membuat zalim kepada anak-anaknya, kemudian hanya
memanjakan Yusuf dan Bunyamin.
Tetapi apa
yang dilakukan oleh Ya'qub terhadap Yusuf dan Bunyamin, itu suatu kewajiban.
Karena memang Yusuf dengan mimpinya melihat sebelas planet sujud kepadanya,
Ya'qub sudah merasa mendapat firasat dari Allah Swt., bahwa anaknya yang
bernama Yusuf ini akan menjadi Nabi.
Maka sudah selayaknya Ya'qub memperlakukan Yusuf
beda dengan yang lain. Karena ini Nabi. Tetapi apa yang sudah diniatkan oleh
Ya'qub, baik berdasarkan dasar-dasar yang baik, dipahami oleh yang lain itu tak
adil bagi mereka. Sehingga mereka mengatakan, "Sesungguhnya Yusuf dan
saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah
satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata."
(QS. Yusuf: Ayat 8)
Sekali lagi,
tidak adilnya orangtua yang itu dirasakan oleh anak, ini bisa menimbulkan iri.
Iri itulah yang menimbulkan dengki dan dendam. Dan dendam itulah yang mendorong
orang untuk melakukan kejahatan. Ini yang harus menjadi perhatian kita semuanya.
Ada sebuah
hadis Rasulullah. Dari Nu'man bin Basyir dia bercerita, bahwa pernah dibawa
oleh ayahnya menemui Rasulullah.
Kata ayahnya,
"Ya Rasul, anakku ini aku hadiahi pembantu yang dulu milikku."
Kemudian Rasul bertanya, "Apa semua anakmu kamu beri pembantu seperti
dia." Lalu ayahnya Nu'man menjawab, "Tidak."
Rasul berkata lagi, "Batalkan."
Kenapa? Kalau ini dilakukan oleh ayahnya Nu'man, maka itu akan dirasakan sebagai perbuatan tidak adilnya orangtua pada anak-anaknya. Karena tidak diberi pembantu rumah tangga dan itu bisa menyebabkan seperti dulu yang dialami oleh Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya.
Orangtua harus bisa dirasakan anak-anaknya bersikap adil dalam setiap pemberiannya.
Rasul berkata lagi, "Batalkan."
Kenapa? Kalau ini dilakukan oleh ayahnya Nu'man, maka itu akan dirasakan sebagai perbuatan tidak adilnya orangtua pada anak-anaknya. Karena tidak diberi pembantu rumah tangga dan itu bisa menyebabkan seperti dulu yang dialami oleh Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya.
Orangtua harus bisa dirasakan anak-anaknya bersikap adil dalam setiap pemberiannya.
Kemudian ada
hadis lain yang masih bercerita tentang Nu'man dari riwayat lain. Saat itu
Rasulullah bersabda, "Ya Basyir, apakah kamu punya anak selain
Nu'man?" Basyir kemudian menjawab, "Ya." Rasul lalu bertanya
lagi, "Apakah setiap anakmu kamu beri seperti ini?" Basyir menjawab,
"Tidak." "Kalau begitu jangan jadikan aku sebagai saksi. Sebab
aku tidak mungkin menjadi saksi perbuatan zalim," kata Rasul.
Kenapa Rasulullah tidak mau? Karena perbuatan
Basyir ini termasuk menzalimi yang lain. Dan Rasulullah tidak mau menjadi saksi
atas peristiwa seperti itu.
Bahkan seorang ulama yang bernama Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari mengatakan, "Ini merupakan suatu
kewajiban memutus hubungan silaturahmi dan durhaka. Itu dua hal yang
diharamkan. Sehingga segala sesuatu yang mengarah kepada putus hubungan
keluarga dan durhaka kepada kedua orangtua itu juga hukumnya haram dalam Islam.
Sementara orangtua yang mengutamakan anak satu dibanding yang lain itu di
antara hal yang menyebabkan dua hal tersebut."
Pertama,
seperti Nabi Yusuf dengan kakak-kakaknya yang sebelas itu. Putus sudah
hubungannya. Kedua, durhaka kepada kedua orangtuanya akan terjadi, seperti
saudara-saudaranya Yusuf kepada bapaknya. Apa itu? Yaitu berbohong.
Nah, dua hal
itu bisa dihindari dari orangtua dengan cara bersikap adil kepada anaknya.
Misal satu dibelikan baju yang lain juga dibelikan. Dengan catatan jika memang
membutuhkan. Tentu adil itu proporsional, mendapatkan sesuai dengan
kebutuhannya.
Sekali lagi
kembali kepada ayat tadi, bahwa ketika orangtua tidak adil kepada anaknya, maka
yang akan terjadi adalah iri. Ketika menimbulkan rasa iri itu akibat beratnya
dua tadi: putus hubungan kekeluargaan dan durhaka kepada kedua orangtua.
Mudah-mudahan kita dijauhkan dari keduanya ini.
Hal kedua, ada rencana jahat. Di belakang rencana
jahat itu ada rencana baik, yaitu tobat. Merencanakan kejahatan sekaligus
merencanakan tobat. "Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar
perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang
baik."
(QS. Yusuf: Ayat 9)
(QS. Yusuf: Ayat 9)
Di dalam kitab Riyadhus Shalihin itu ada bab
tobat. Di situ disebutkan, para ulama mengatakan bahwa tobat itu hukumnya wajib
dari semua jenis dosa. Baik dosa besar maupun kecil.
Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya yang berjudul
Al-Kabair (Dosa-dosa Besar). Kenapa disebut dosa besar? Pertama, beliau
mengatakan ada dosa yang Allah dan Rasulullah menyebutkan dosa yang merusak
amal.
Misalnya,
jauhi 7 dosa besar yang merusak seluruh amal kita. Salah satunya adalah syirik.
Beliau juga mengatakan, ada dosa yang Allah Swt., melaknat pelakunya. Yaitu, Allah
melaknat kalau ada orang melaknat, mencela, menghina, dan merendahkan kedua
orangtuanya.
Atau dosa
besar itu dosa yang Allah sebutkan dan Allah tentukan hukumannya di dunia
sebelum nanti di akhirat. Misalnya, membunuh ada hukuman dunianya qishas. Berzina,
ada hukuman dunianya yaitu dicambuk seratus kali atau dirajam. Membuat fitnah
atau isu perbuatan zina ada 80 kali cambukan. Minum-minuman keras ada
hukumannya di dunia, yaitu 80 kali cambukan. Homo sex dan lesbian ada
hukumannya. Dan seterusnya. Ini semua termasuk dosa besar.
Di dalam kitab
Al-Kabair itu beliau menyebutkan ada 70 macam dosa besar. Di bagian akhir
dikatakan, "Jangan engkau lihat dosa apa yang kamu kerjakan, tapi lihatlah
kepada siapa kamu berbuat maksiat."
Jadi kalau kita melakukan dosa walaupun dosanya
dosa kecil, tapi itu dilakukan dengan sadar dan dengan niat melanggar maka bisa
menjadi besar.
Allah Swt., berfirman: "Wahai orang-orang
yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang
semurni-murninya." (QS. At-Tahrim: Ayat 8)
Kenapa orang-orang beriman disuruh untuk
bertobat? Karena memang orang beriman itu belum ada jaminan bersih dari dosa
dan kesalahan.
Bedanya, kalau orang kafir melakukan perbuatan
dosa bukan disuruh bertobat, tapi disuruh masuk Islam. Makanya perintah tobat
itu bagi orang mukmin.
Kalau maksiatnya itu antara hamba dengan Allah
dan tidak terkait dengan hak orang, tobatnya punya tiga syarat. Pertama,
maksiatnya tinggalkan. Kalau dulu tidak shalat ya shalat. Kalau dulu tidak
puasa ramadhan ya puasa ramadhan. Kedua, harus disertai dengan rasa menyesal.
Kapok dan menyesali kenapa kemarin melakukan maksiat. Ketiga, harus ada tekad
untuk tidak kembali lagi ke lubang maksiat selamanya.
Kalau tobatnya berpedoman pada tiga hal ini, maka
tobatnya tergolong serius. Sebab ada orang yang berhenti dari maksiat tapi
tidak menyesal. Ini bisa gawat. Karena kalau ada kesempatan maksiatnya akan
balik lagi.
Nah, bagaimana
kalau dosanya itu terkait dengan orang lain? Syarat diterima tobatnya itu ada
empat. Tiga yang tadi dan keempatnya harus selesai urusannya dengan orang yang
dimaksiati, baru diterima tobatnya oleh Allah.
Kalau dosanya dengan orang lain itu terkait
dengan harta atau sejenisnya, maka yang diambil punya orang harus dikembalikan.
Misal tobat karena berkali-kali mencuri sandal di masjid. Ini terkait dengan
Allah dan manusia. Maka syarat diterima tobatnya adalah tidak mencuri lagi,
menyesal telah melakukan pencurian, berjanji tidak akan mencuri lagi, dan yang
selanjutnya sandalnya harus kembalikan.
Ini terkait
dengan serius atau tidak tobatnya. Kalau sudah dijual sandalnya gimana? Ya
harus diganti dengan harganya.
Tobat dari korupsi juga begitu. Berhenti tidak
lagi korupsi, menyesal karena melakukan korupsi, berjanji tidak korupsi lagi,
dan selanjutnya kembalikan uang hasil korupsi tersebut.
Kalau kita
serius bertobat, mudah-mudahan Allah mengampuni dosa kita dan menghapus
jejak-jejak dosa yang masih ada dalam diri kita, karena orang yang makan harta
orang lain maka di dalam tubuhnya tumbuh daging yang berasal dari makanan
haram. Ini yang terkait dengan harta.
Kalau yang
terkait dengan orang lain itu menuduh atau menghina, bagaimana cara
membereskannya? Yaitu kita harus minta maaf. Sampai orang yang disakiti itu
memaafkannya.
Jadi kalau
orang mau melakukan dosa hal ini harus dipikirkan matang-matang. Makanya di
dalam hadis dijelaskan, "Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau
berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan
menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlak yang baik."
(HR. Tirmidzi)
Dihapus di
Lauhul Mahfudz dan dihapus di dalam pikiran orang. Orang sulit melupakan dosa
kita kalau tidak kita tutup dengan kebaikan.
Kalau kita berbuat salah atau maksiat kemudian
tobat lalu kita akhiri dengan perbuatan baik, mudah-mudahan catatan di langit
dihapus dan di pikiran orang juga dihilangkan oleh Allah.
Seperti para
sahabat. Siapa yang tak kenal Umar bin Khattab. Beliau sebelum masuk Islam itu
pernah minum-minuman keras, menyembah berhala, dan menempeleng adiknya yang
masuk Islam. Tapi begitu dia masuk Islam ditutup dengan kebaikannya. Orang
mengenal Umar bin Khattab karena baiknya, sudah tidak ingat buruknya lagi.
Karena sudah ditutup dengan kebaikan.
Kita juga
mengenal Khalid bin Walid. Pernah menyembah berhala, pernah membantai umat
Islam di perang uhud, dan pernah mengusir dan menghina Rasulullah. Tapi ketika
sekarang kita mendengar nama Khalid bin Walid kita sudah tidak ingat
keburukannya. Yang kita ingat adalah sebagai pahlawan Islam. Kenapa? Karena
keburukannya ditutup dengan kebaikan.
Dan kita semua pernah melakukan keburukan dan
punya catatan-catatan kesalahan. Tapi dengan keseriusan kita bertobat, Allah
akan menghapus kesalahan-kesalahan tersebut.
Tapi ini yang
berat, kalau dosa itu terkait dengan orang lain yang berbentuk ghibah. Rangking
2 setelah syirik dalam kitab Al-Kabair. Karena saking berat dan menjijikkannya
dosa ini sampek Al-Quran menyebutnya begini:
"Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan
janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di
antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu
merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat,
Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: Ayat 12)
Orang yang
melakukan ghibah sesama saudaranya itu sama dengan makan bangkai saudaranya
sendiri. Begitu sangat menjijikkan. Apa ghibah itu? Kalau kamu menyebutkan dan
menceritakan tentang saudaramu, seandainya saudaramu ini mendengar dia tidak
suka. Pertanyaanya, siapa yang tidak pernah mengghibah orang? Artinya,
kebalikannya kalau kita menceritakan tentang saudara kita lalu saudara kita
mendengar malah senang. Itu termasuk bukan ghibah.
Sahabat pernah
bertanya, "Ya Rasul, kalau yang saya ceritakan itu memang kenyataannya
begitu. Saya tidak mengada-ada." Rasul lalu menjawab, "Ya itulah yang
namanya ghibah. Memang ghibah itu cerita tentang kenyataan." Sahabat
bertanya lagi, "Kalau yang saya ceritakan tidak seperti itu ya
Rasul?" Rasul menjawab, "Berarti kamu bohong."
Dua-duanya
jelek. Cerita sesuai kenyataan berarti ghibah, kalau tidak berarti tergolong
dusta. Kalau dosanya karena ghibah, berat. Karena harus mendatangi orangnya dan
menceritakan apa masalahnya, sampek orangnya memaafkan.
Jadi apa yang
dilakukan saudara-saudaranya Yusuf itu tidak termasuk di sini, sebab tobat itu
seperti firman Allah Swt., berikut ini:
"Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS. An-Nisa': Ayat 17)
"Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS. An-Nisa': Ayat 17)
Kebalikannya:
"Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan
kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka,
(barulah) dia mengatakan, "Saya benar-benar bertobat sekarang." Dan
tidak (pula diterima tobat) dari orang-orang yang meninggal, sedang mereka di
dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan azab yang
pedih."
(QS. An-Nisa': Ayat 18)
(QS. An-Nisa': Ayat 18)
Pintu tobat
terus dibuka pintunya oleh Allah: malam, siang, pagi. Dan pintu tobat ditutup
ketika kiamat sudah datang dan nyawa sudah sampai di tenggorokan. Tobatnya
Fir'aun ditolak karena tobatnya ketika pas mau tenggelam. Sudah terlambat.
Maka, di sini
ada dua pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah Yusuf di atas. Di
antaranya adalah:
1. Berusaha adil, objektif, dan proporsional dalam pemberian terhadap anak. Jangan sampai apa yang diberikan orangtua ke anak justru menimbulkan iri dan dendam kepada anak-anaknya yang lain
1. Berusaha adil, objektif, dan proporsional dalam pemberian terhadap anak. Jangan sampai apa yang diberikan orangtua ke anak justru menimbulkan iri dan dendam kepada anak-anaknya yang lain
2. Bertobat
sekecil apa pun dari perbuatan dosa.
Kalau dia tidak tahu bahwa itu dosa, setelah sadar kalau itu dosa, maka segera tobat dan tidak menunda-nundanya.
Kalau dia tidak tahu bahwa itu dosa, setelah sadar kalau itu dosa, maka segera tobat dan tidak menunda-nundanya.