InspirasI

Senin, 16 April 2018

WANITA  HEBAT


Suasana hening dalam perpustakaan. Wanita itu sangat menikmati membaca buku yang ada dalam genggamannya.
Perlahan kudekati dia. Mengajaknya kenalan,
"Hai, Maaf ganggu, kamu Rina iya?" cara modus yang biasa kupakai, hehe
"Bukan, aku Nusaibah" jawabnya
"Maaf" aku malah terdiam mendenggar nama itu, mengingat nama itu adalah Wanita hebat di zaman Nabi Alaihi salam. Dan ini kisahnya.
                                                                 ***
Namanya adalah Nusaibah Binti Ka’ab Radhiyallahu Anha. Apa yang membedakan dirinya dengan wanita jaman sekarang. Mengapa namanya tercatat dalam tinta emas penuh kemuliaan.
Bahkan, kematiannya mengundang ribuan perhatian para Malaikat untuk menyambut dirinya. Hal yang sangat langkah untuk sebuah  kehormatan bagi perempuan dijaman kenabian.
Gelap malam mencekam, ditegah deburan pasir. Pekik dingin menembus selimut kulit yang dikenakan suaminya. Malam ini sangat tak bershabat.
"Hufftt"
Tarikan nafas panjang Nusaibah,  sepertinya akan terjadi sesuatu. Firasat yang tak mengenakan hatinya malam ini. Dia berdiri menerawang hening malam melalui jendela kecil yang berada di dapur.
Suaminya, Said sedang beristirahat di tempat tidur. Nampak sangat nyenyak terbalut selimut kulit, ditambah lelah yang mengikat tubunya. Dia adalah seorang pejuang bersama Nabi Alahi Salam.
"Tuk,tuk,tuk,"
Suara langkah kaki Nusaibah halus mendekati suaminya. Takut mengganggu, dengan pelan tangannya menyeka rambut suaminya. Lembut dengan seduhan kasih sayang tak ternilai.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh, bagaikan hambura gunung batu yang runtuh. Petik dalam hati Nusaibah menerka, itu pasti tentara musuh.
Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di kawasan Gunung Uhud. Kecamuk pertempuran mulai mengiang di telinganya. Bergegas berdiri untuk memastikman. Ternyata benar bala tentara pasukan berkuda kaum kafir menuju Gunung Uhud.
Nusaibah kembali menemui suaminya, dengan halus dan lembut dia membangunkan suaminya. Berharap Nusaibah tak mengejutkannya.
“Suamiku sayang"
Lirih suarahnya menjungkai ditelinga said. Sentuhan bibir Nusaibah berkata.
“Aku mendengar pekik suara menuju ke Uhud, Mungkin orang-orang kafir telah menyerang”
"Iyya sayang"
Said yang terjaga sejak dari  tadi dalam tidurnya, mendengar dan merasakan seruan istrinya.
"Bangunlah sayang!"
Perintah meyakinkan suaminya. Sebagai seorang prajurit, pejuang Nabi dalam menumpas kaum kafir. Tentu haruslah selalu siap.
"Ini masih larut sayang, ada apa?"
"Jihad sayang" bisikan Nusaibah lembut.
Said yang masih belum sadar sepenuhnya, kemudian tersentak. Dia menyesal mengapa bukan dia yang mendengar seruan ini. Malah isterinya.
Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Dengan gagah tubuh itu indah bebalut baju perang. Sesekali dia melirik kekasihnya. Senyum manis saling berbalas diantara mereka. Hati mereka bisa bicara satu sama lainya. Tak ada sedikitpun rasa takut akan kehilangan. Mereka sangat memahami, jihad adalah medan kematian.
Sewaktu dia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.
“Suamiku, bawalah pedang ini, jangan pulang sebelum menang”
"Sayang, kita akan menang,,!"
tegasnya, berjalan mendekati kekasihya. Memegang pipi, mengelus mata dengan ibu jarinya. Said memandang wajah isterinya. Menampakkan pembicaraan dari mata.
"Aku akan selulu menunggu, disini atau di surga"
Setelah mendengar perkataannya itu. Dia mengecup kening Nusaibah, memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. Kemudian melepaskannya dengan pelan. Dia berjalan menemui kedua anaknya. Berdiri sejak tadi memperhatikan mereka. Mengelus kepala dan meciumnya.
"Jaga Ummi kalian" kemudian medekati kuda terkuat yang dimilikina.
Tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaiki kuda itu. Kakinya yang kuat menapak pada tali kuda. lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke utara. Kemudian lenyap bersama rimbunan debu padang pasir.
                                                                 ***
   Said terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.
Satu persatu tentara kafir jatuh tersungkur. Pedangnya penuh dengan darah. Tebasan demi tebasan tak berhenti diayungkan. Begitu kuat tangan menggenggam pedang. Begitu geram ingin menumbangan semua pasukan kafir. Sayatan pedang pada tubuhnya nyaris tak dirasakan.
Namun, tancapan beberapa anak panah menembus dadanya yang datar. Satu persatu anak panah itu dicabut dari dada. Tapi telah merobek jantungnya. Darah menyembur melalui lobang panah itu. Tangan kirinya mecoba menutup. Namun tetap darah mengucur. Dia tersenyum menghadap kelangit. Kemudian bertakbir dengan suara yang sangat keras. Kemudian jatuh berlutut dengan tancapan pedang pasir. Dia syahid.
                                                                ***
Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang nampaknya sangat gugup.
“Ibu, salam dari Rasulullah"
"Wa alaikum salam" jawab Nusaibah, kemudia pemuda itu lanjut berkata
“Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang, beliau syahid…”
Nusaibah tertunduk sejenak, kemudian tersenyum. Kembali mengangkat kepalanya dengan mata nanar berkaca.
“Inna lillah, gumamnya, suamiku telah menang dalam perang, terima kasih, ya Allah"
Begitu tegar dadanya menerima kepergian suaminya. Allah memilih suaminya menjadi penghuni surga.
Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat, dan telah menunaikan tugasnya. Maka Nusaibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya ditengah tangis yang tertahan.
“Amar, kaulihat Ibu menangis...?
ini bukan air mata sedih yang mendengar ayahmu telah Syahid. Akan tetapi aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maka maukah engkau melihat ibumu bahagia?”
Suaranya lantang membakar semangat perang anaknya.
"Ibu, aku adalah anak ayah, semangatku akan berkobar seperti ayahku ibu"
Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar, dia akan membela agama Allah dan bisa jadi akan bernasib sama dengan ayahnya. Syahid di medan perang.
“Ambillah kuda di kandangmu, bawalah tombak yang paling kuat. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus!!"
Geram Nusaibah, tatapanya tajam seperti elang.
"Terima kasih Ibu, Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah"
"Pergilah, kamu akan menang..!"
Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya.
                                                       ***
Amar berada dalam perang yang berkecamuk. Dia mendekati Nabi. Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri.
“Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang telah gugur”
Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu.
"Engkau adalah pemuda Islam yang sejati Amar, Allah memberkatimu….”
Kemudian tombak Amar mengamuk, menembus barisan kafir. Meluluh lantahkan para prajuritnya. Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Kembali sengitnya pertempuran tak redah. Amar dikepung prajurit berkuda. Setelah tadi dia tumbang dari kudanya. Dia melompat menerjang seorang dari mereka. Sehingga mereka saling bergulingngan. Namun kepungan kafir terlalu banyak. Akhirnya pedang menembus perutnya hingga kepunggung. Dia tersenyum degan tatapan tajam. Menjerit dengan teriakan takbir seperti ayahnya. Allahu Akbar, dia jugva syahid.
Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkemahan di medan tempur, mereka menuju ke rumah Nusaibah.
Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita.
“Ada kabar apakah gerangan?..” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya.
“Apakah anakku gugur?"
“Betul….” utusan itu menunduk sedih
“Inna lillah….” Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis,
“Kau berduka, ya Ummu Amar..?"
“Tidak, aku gembira, hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatkan, Saad masih kanak-kanak"
Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di samping ibunya, menyela.
"Ibu, jangan remehkan aku, jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani!"
Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya.
“Kau tidak takut nak,,?"
Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan tentara itu.
Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan
“Allahu Akbar.." dia juga syahid.
Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah. Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu tengkuknya.
“Hai,,  kini kau saksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diriku yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang,,"
Nusaibah memintah untuk berperang. Sang utusan mengerutkan keningnya.
"Tapi engkau wanita, ya Ibu.."
“Engkau meremehkan aku karena aku wanita, apakah wanita tidak ingin pula masuk ke Syurga melalui jihad,,?"
Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan mengendarai kuda yang ada.
Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum.
"Nusaibah yang dimuliakan Allah, belum masanya wanita mengangkat senjata. Untuk sementara engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur,,!"
Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur.
Mereka yang mengalami luka-luka, segera dirawat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk dan memberi minum seorang prajurit muda yang terluka. Tiba-tiba rambutnya terkena percikan darah. Nusaibah lalu memandang. Ternyata kepala seorang tentara Islam terputus, tewas oleh pedang orang kafir.
Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi ketika dilihatnya Rasulullah terjatuh dari kuda. Keningnya terserempet anak panah musuh. Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi, menyaksikan hal itu.
Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang tewas itu.
Dinaiki kudanya. Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk.
Musuh banyak yang menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu ada seorang kafir yang mengendap dari arah belakang, menebas lengan kirinya.
Nusaibah pun terjatuh, terinjak-injak oleh kuda. Peperangan terus berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga tubuh Nusaibah teronggok sendirian.
Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, seorang sahabat. Melihat dari kejauhan dan segera menolongnya.
“Isteri Said-kah engkau..?"
Nusaibah samar memperhatikan dirinya.
“Bagaimana dengan Rasulullah?"
“Baginda Rasulullah tidak kurang suatu apapun…”
“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan?
"Iya"
"Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku!"
“Engkau masih terluka parah, Nusaibah….”
"Engkau mau menghalangi aku untuk membela Rasulullah,,?"
Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Susah payah Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke medan pertempuran.
Banyak musuh yang dijungkirbalikkannya. Namun karena satu tangannya telah putus. akhirnya diapun syahid. Gugurlah wanita perkasa itu di atas pasir. Darahnya membasahi bumi.
Tiba-tiba langit berubah mendung, hitam kelabu. Padahal tadinya langit tampak cerah dan terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak.
Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya,
“Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam,,?"
"Allah dan Rosulnya yang lebih tau" jawab sahabat.
"Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa"
"Subhanallah,Allahu Akbar, Allahu,Akbar,Allahu Akbar"
Suara sahabat menggema.
Tanpa pejuang sejati seperti dia, mustahil agama Islam bisa sampai dengan damai kepada kita yang hidup di jaman sekarang.
Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla menempatkan mereka, dan kita semua di Syurga-Nya disamping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aamiin..
Apa yang telah kita perbuat untuk menegakkan Dienullah Islam?.
(Syahrul S)


Tidak ada komentar: