WANITA HEBAT
Suasana hening
dalam perpustakaan. Wanita itu sangat menikmati membaca buku yang ada dalam
genggamannya.
Perlahan kudekati dia. Mengajaknya kenalan,
"Hai, Maaf ganggu, kamu Rina iya?" cara
modus yang biasa kupakai, hehe
"Bukan, aku Nusaibah" jawabnya
"Maaf" aku malah terdiam mendenggar
nama itu, mengingat nama itu adalah Wanita hebat di zaman Nabi Alaihi salam.
Dan ini kisahnya.
***
Namanya adalah
Nusaibah Binti Ka’ab Radhiyallahu Anha. Apa yang membedakan dirinya dengan wanita
jaman sekarang. Mengapa namanya tercatat dalam tinta emas penuh kemuliaan.
Bahkan,
kematiannya mengundang ribuan perhatian para Malaikat untuk menyambut dirinya.
Hal yang sangat langkah untuk sebuah kehormatan bagi perempuan dijaman
kenabian.
Gelap malam mencekam, ditegah deburan pasir.
Pekik dingin menembus selimut kulit yang dikenakan suaminya. Malam ini sangat
tak bershabat.
"Hufftt"
Tarikan nafas
panjang Nusaibah, sepertinya akan terjadi sesuatu. Firasat yang tak
mengenakan hatinya malam ini. Dia berdiri menerawang hening malam melalui
jendela kecil yang berada di dapur.
Suaminya, Said sedang beristirahat di tempat
tidur. Nampak sangat nyenyak terbalut selimut kulit, ditambah lelah yang
mengikat tubunya. Dia adalah seorang pejuang bersama Nabi Alahi Salam.
"Tuk,tuk,tuk,"
Suara langkah kaki Nusaibah halus mendekati
suaminya. Takut mengganggu, dengan pelan tangannya menyeka rambut suaminya.
Lembut dengan seduhan kasih sayang tak ternilai.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh, bagaikan
hambura gunung batu yang runtuh. Petik dalam hati Nusaibah menerka, itu pasti
tentara musuh.
Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di
kawasan Gunung Uhud. Kecamuk pertempuran mulai mengiang di telinganya. Bergegas
berdiri untuk memastikman. Ternyata benar bala tentara pasukan berkuda kaum
kafir menuju Gunung Uhud.
Nusaibah
kembali menemui suaminya, dengan halus dan lembut dia membangunkan suaminya.
Berharap Nusaibah tak mengejutkannya.
“Suamiku sayang"
Lirih suarahnya menjungkai ditelinga said.
Sentuhan bibir Nusaibah berkata.
“Aku mendengar pekik suara menuju ke Uhud,
Mungkin orang-orang kafir telah menyerang”
"Iyya sayang"
Said yang terjaga sejak dari tadi dalam
tidurnya, mendengar dan merasakan seruan istrinya.
"Bangunlah sayang!"
Perintah meyakinkan suaminya. Sebagai seorang
prajurit, pejuang Nabi dalam menumpas kaum kafir. Tentu haruslah selalu siap.
"Ini masih larut sayang, ada apa?"
"Jihad sayang" bisikan Nusaibah lembut.
Said yang
masih belum sadar sepenuhnya, kemudian tersentak. Dia menyesal mengapa bukan
dia yang mendengar seruan ini. Malah isterinya.
Dia segera bangun dan mengenakan pakaian
perangnya. Dengan gagah tubuh itu indah bebalut baju perang. Sesekali dia
melirik kekasihnya. Senyum manis saling berbalas diantara mereka. Hati mereka
bisa bicara satu sama lainya. Tak ada sedikitpun rasa takut akan kehilangan.
Mereka sangat memahami, jihad adalah medan kematian.
Sewaktu dia menyiapkan kuda, Nusaibah
menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.
“Suamiku, bawalah pedang ini, jangan pulang
sebelum menang”
"Sayang, kita akan menang,,!"
tegasnya, berjalan mendekati kekasihya. Memegang
pipi, mengelus mata dengan ibu jarinya. Said memandang wajah isterinya.
Menampakkan pembicaraan dari mata.
"Aku akan selulu menunggu, disini atau di
surga"
Setelah mendengar perkataannya itu. Dia mengecup
kening Nusaibah, memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. Kemudian melepaskannya
dengan pelan. Dia berjalan menemui kedua anaknya. Berdiri sejak tadi
memperhatikan mereka. Mengelus kepala dan meciumnya.
"Jaga Ummi kalian" kemudian medekati
kuda terkuat yang dimilikina.
Tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke
medan perang. Dengan sigap dinaiki kuda itu. Kakinya yang kuat menapak pada
tali kuda. lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke utara. Kemudian
lenyap bersama rimbunan debu padang pasir.
***
Said terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.
Said terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.
Satu persatu tentara kafir jatuh tersungkur.
Pedangnya penuh dengan darah. Tebasan demi tebasan tak berhenti diayungkan.
Begitu kuat tangan menggenggam pedang. Begitu geram ingin menumbangan semua
pasukan kafir. Sayatan pedang pada tubuhnya nyaris tak dirasakan.
Namun,
tancapan beberapa anak panah menembus dadanya yang datar. Satu persatu anak
panah itu dicabut dari dada. Tapi telah merobek jantungnya. Darah menyembur
melalui lobang panah itu. Tangan kirinya mecoba menutup. Namun tetap darah
mengucur. Dia tersenyum menghadap kelangit. Kemudian bertakbir dengan suara
yang sangat keras. Kemudian jatuh berlutut dengan tancapan pedang pasir. Dia
syahid.
***
Di rumah,
Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun
dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan
cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang nampaknya
sangat gugup.
“Ibu, salam dari Rasulullah"
"Wa alaikum salam" jawab Nusaibah,
kemudia pemuda itu lanjut berkata
“Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang,
beliau syahid…”
Nusaibah tertunduk sejenak, kemudian tersenyum.
Kembali mengangkat kepalanya dengan mata nanar berkaca.
“Inna lillah, gumamnya, suamiku telah menang
dalam perang, terima kasih, ya Allah"
Begitu tegar
dadanya menerima kepergian suaminya. Allah memilih suaminya menjadi penghuni
surga.
Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat,
dan telah menunaikan tugasnya. Maka Nusaibah memanggil Amar. Ia tersenyum
kepadanya ditengah tangis yang tertahan.
“Amar,
kaulihat Ibu menangis...?
ini bukan air mata sedih yang mendengar ayahmu telah Syahid. Akan tetapi aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maka maukah engkau melihat ibumu bahagia?”
ini bukan air mata sedih yang mendengar ayahmu telah Syahid. Akan tetapi aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maka maukah engkau melihat ibumu bahagia?”
Suaranya lantang membakar semangat perang
anaknya.
"Ibu, aku adalah anak ayah, semangatku akan
berkobar seperti ayahku ibu"
Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar, dia akan
membela agama Allah dan bisa jadi akan bernasib sama dengan ayahnya. Syahid di
medan perang.
“Ambillah kuda di kandangmu, bawalah tombak yang
paling kuat. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus!!"
Geram Nusaibah, tatapanya tajam seperti elang.
"Terima kasih Ibu, Inilah yang aku tunggu
sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk
membela agama Allah"
"Pergilah, kamu akan menang..!"
Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus
menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan
sedikitpun dalam wajahnya.
***
Amar berada dalam perang yang berkecamuk. Dia
mendekati Nabi. Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri.
“Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang
untuk menggantikan ayahku yang telah gugur”
Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu.
"Engkau adalah pemuda Islam yang sejati
Amar, Allah memberkatimu….”
Kemudian tombak Amar mengamuk, menembus barisan
kafir. Meluluh lantahkan para prajuritnya. Hari itu pertempuran berlalu cepat.
Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Kembali sengitnya pertempuran tak
redah. Amar dikepung prajurit berkuda. Setelah tadi dia tumbang dari kudanya.
Dia melompat menerjang seorang dari mereka. Sehingga mereka saling
bergulingngan. Namun kepungan kafir terlalu banyak. Akhirnya pedang menembus
perutnya hingga kepunggung. Dia tersenyum degan tatapan tajam. Menjerit dengan
teriakan takbir seperti ayahnya. Allahu Akbar, dia jugva syahid.
Pagi-pagi seorang
utusan pasukan Islam berangkat dari perkemahan di medan tempur, mereka menuju
ke rumah Nusaibah.
Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang
termangu-mangu menunggu berita.
“Ada kabar apakah gerangan?..” serunya gemetar
ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya.
“Apakah anakku gugur?"
“Betul….” utusan itu menunduk sedih
“Inna lillah….” Nusaibah bergumam kecil. Ia
menangis,
“Kau berduka, ya Ummu Amar..?"
“Tidak, aku gembira, hanya aku sedih, siapa lagi
yang akan kuberangkatkan, Saad masih kanak-kanak"
Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di
samping ibunya, menyela.
"Ibu, jangan remehkan aku, jika engkau
izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah
berani!"
Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya.
“Kau tidak takut nak,,?"
Saad yang
sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di
wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang
bersama utusan tentara itu.
Di arena pertempuran, Saad betul-betul
menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak
menghempaskan nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika
sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan
menyerukan
“Allahu Akbar.." dia juga syahid.
Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke
rumah Nusaibah. Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu
tengkuknya.
“Hai,, kini kau saksikan sendiri aku sudah
tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diriku yang tua ini. Untuk itu
izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang,,"
Nusaibah memintah untuk berperang. Sang utusan
mengerutkan keningnya.
"Tapi engkau wanita, ya Ibu.."
“Engkau meremehkan aku karena aku wanita, apakah
wanita tidak ingin pula masuk ke Syurga melalui jihad,,?"
Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan
tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan mengendarai kuda yang ada.
Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua
perkataan Nusaibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum.
"Nusaibah yang dimuliakan Allah, belum
masanya wanita mengangkat senjata. Untuk sementara engkau kumpulkan saja
obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang
bertempur,,!"
Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun
segera menenteng obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang
bertempur.
Mereka yang mengalami luka-luka, segera dirawat.
Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk dan memberi minum seorang prajurit
muda yang terluka. Tiba-tiba rambutnya terkena percikan darah. Nusaibah lalu
memandang. Ternyata kepala seorang tentara Islam terputus, tewas oleh pedang
orang kafir.
Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman
ini. Apalagi ketika dilihatnya Rasulullah terjatuh dari kuda. Keningnya
terserempet anak panah musuh. Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi,
menyaksikan hal itu.
Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang
prajurit yang tewas itu.
Dinaiki kudanya. Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk.
Dinaiki kudanya. Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk.
Musuh banyak yang menghindarinya. Puluhan jiwa
orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu ada seorang kafir yang
mengendap dari arah belakang, menebas lengan kirinya.
Nusaibah pun terjatuh, terinjak-injak oleh kuda.
Peperangan terus berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga tubuh
Nusaibah teronggok sendirian.
Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, seorang sahabat.
Melihat dari kejauhan dan segera menolongnya.
“Isteri Said-kah engkau..?"
Nusaibah samar memperhatikan dirinya.
“Bagaimana dengan Rasulullah?"
“Baginda Rasulullah tidak kurang suatu apapun…”
“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan?
"Iya"
"Pinjamkan kuda dan senjatamu
kepadaku!"
“Engkau masih terluka parah, Nusaibah….”
"Engkau mau menghalangi aku untuk membela
Rasulullah,,?"
Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan
senjatanya. Susah payah Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju
ke medan pertempuran.
Banyak musuh yang dijungkirbalikkannya. Namun
karena satu tangannya telah putus. akhirnya diapun syahid. Gugurlah wanita
perkasa itu di atas pasir. Darahnya membasahi bumi.
Tiba-tiba langit berubah mendung, hitam kelabu.
Padahal tadinya langit tampak cerah dan terang benderang. Pertempuran terhenti
sejenak.
Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya,
“Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam,,?"
"Allah dan Rosulnya yang lebih tau"
jawab sahabat.
"Itu adalah bayangan para malaikat yang
beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah
Nusaibah, wanita yang perkasa"
"Subhanallah,Allahu Akbar,
Allahu,Akbar,Allahu Akbar"
Suara sahabat menggema.
Tanpa pejuang sejati seperti dia, mustahil agama
Islam bisa sampai dengan damai kepada kita yang hidup di jaman sekarang.
Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla menempatkan mereka,
dan kita semua di Syurga-Nya disamping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Aamiin..
Apa yang telah kita perbuat untuk menegakkan
Dienullah Islam?.
(Syahrul S)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar