KAMERA
@salimafillah
Tiap kali
berada di hadapan kamera, kita terkenang akan Ibn Al Haitham (965-1040) dan
Kitabul Manazhir, bahasan optikanya yang mendahului zaman.
Merumuskan 19 derajat di ufuk timur
dan barat sebagai titik fajar dan senja, dia patahkan pula teori Ptolemeus
tentang melihat, yang semula dikira mata memancarkan cahaya, menjadi bahwa
pantulan cahaya pada bendalah yang ditangkap mata. Dalam kajiannya, dia juga
berhasil merumuskan kedudukan cahaya terhadap kaca seperti pembiasan dan
pembalikan.
Ibn Al
Haitham juga merintis pembakaran kuarsa untuk dijadikan kaca, dan menemukan
padu-padan lensa serta prinsip kerja kamera. Awalnya, untuk mempelajari
gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra
matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar. Inilah yang disebut
"Al Kamrah", yang kemudian dialih bahasa menjadi "Kamera
Obscura" atau fenomena ruang gelap. Teori yang dicetuskan Ibn Al Haitham
ini telah mengilhami penemuan film yang disambung-sambung dan dimainkan.
Adalah
Johannes Kepler (1571-1630) yang memperkenalkan istilah dan konsep ini ke
barat. Terinspirasi, pada tahun 1827 Joseph Nicephore Niepce di Prancis mulai
menciptakan kamera permanen. Sekira 60 tahun kemudian George Eastman
mengembangkan kamera yang lebih canggih pada zamannya.
Tapi 'kamera' tercanggih yang selalu
harus kita waspadai adalah yang merekam hidup kita, dari baligh sampai mati,
tanpa kenal habis baterai dan penuh memori. Raqiib. 'Atiid.
Sebab hasil
tayangan kamera itu akan diputar pada hari yang disebut Yaumul Hisab. Gambaran
nikmat di satu sisi yang terakui, dan tayangan semua 'amal perbuatan di sisi
lain. Maka rasa malu yang menyergap karena begitu banyak karunia Allah kita
gunakan untuk mendurhakaiNya, akan merembeskan begitu banyak keringat dingin di
sekujur badan.
Ruahan peluh
itu, demikian Nabi ﷺ menggambarkan, akan menenggelamkan
para hamba sesuai berapa banyak 'amal memalukan yang tertayangkan. Ada yang
berkecipak hingga mata kaki, menggenang hingga pinggang, dan membeludak hingga
pundak. Ya, keringat kita sendiri.
Ternyata setiap kita adalah bintang
film kehidupan yang tertuntut berakting sebaik peran. KarenaNya. Hanya
karenaNya.
Ah, benarlah
Sayyidina 'Umar, "Siapa yang dihisab, maka sungguh dia telah
di'adzab." Maka Ya Allah, masukkan kami ke dalam golongan hamba-hambaMu
yang masuk surga tanpa hisab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar