ASET YANG TERUS
BERKEMBANG
64 tahun yang lalu, setelah Buya Hamka
bekerjasama dengan Yayasan Al-Azhar Indonesia, kini telah memiliki 150 cabang
masjid di Indonesia, belum lagi aset sekolah-sekolahnya: sekarang hampir di
tiap provinsi ada Sekolah Al-Azhar. Siapa orang kaya di Indonesia, yang asetnya
sebanyak dan semanfaat Al-Azhar?
90 tahun yang lalu setelah sang kiai menyerahkan
seluruh tanahnya, dirinya, bahkan anaknya yang masih dalam kandungan,
diwakafkan untuk agamanya, 90 tahun kemudian GONTOR punya 20 cabang dan 400
pondok alumni tersebar di seantero nusantara bahkan ada yang di luar negeri.
Saya tidak tahu berapa ratus triliun asetnya. Bermula dari tiga orang
bersaudara. Sebutkan kepada saya, orang Indonesia dari penjajahan hingga
sekarang, yang asetnya sebanyak beliau? Baik secara nilai aset maupun secara
manfaat.
Muhammadiyah? Jangan ditanya. 104 tahun yang
lalu. KH, Ahmad Dahlan pernah keluar rumah, mengumumkan kepada semua orang,
siapa saja yang mau membeli seluruh perabotan yang ada di dalam rumahnya,
karena beliau kekurangan dana untuk menggaji guru-guru sekolah Muhammadiyah.
Kini, 104
tahun kemudian Muhammadiyah telah memiliki 10.000 lebih sekolah mulai dari PAUD
hingga SMU, 170 lebih universitas, 104 rumah sakit, yang pemerintah Indonesia
baru punya 48 rumah sakit vertikal, 300 klinik, 10 Fakultas Kedokteran, 700
dokter dikeluarkan setiap tahunnya. Dan hampir 1000 Triliun nilai aset
Muhammadiyah yang baru bisa terhitung dalam bentuk barang dan masih banyak lagi
yang tidak terhitung. Maaf, saya belum update data terbaru amal usaha
yang dimiliki ormas ini
NU? Ia sangat mengakar dan berbasis pada
pesantren. Jangan tanya jumlah, karena yang pasti sudah tidak bisa dihitung
lagi, meskipun data di Kemenag ada sekitar 27 ribu pesantren. Tapi, saya yakin
lebih dari jumlah itu. Hampir semuanya tumbuh kembang dari wakaf-wakaf umat,
mulai dari wakaf tanah 1 m, hingga ratusan hektar.
NU pun sejak
satu dasawarsa terakhir ini giat membangun sekolah-sekolah modern, rumah sakit
dan perguruan tinggi. Saya yakin dalam 20 tahun mendatang akan tumbuh ratusan
perguruan tinggi dan rumah sakit NU di tanah air. Belum lagi jika kita bicara
masjid-masjid yang dikelola ormas Islam yang didirikan oleh Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asyari ini, berapa nilai asetnya? Yang pasti akan fantastis.
Ada satu contoh lagi yang perlu kusebutkan di
sini: Pesantren Darunnajah Jakarta, salah satu pondok alumni Gontor yang
moncer. Baru-baru ini, dalam rangka miladnya yang ke-54 ia kembali mewakafkan
tanah seluas 602 ha atau senilai Rp. 1,6 Triliun. Sebutkan padaku, siapa yang
berani melepas asetnya sebesar 1,6 T dan diwakafkan pada umat? Gila? Tidak! Aku
bahkan menyebutkan sangat waras! Saat banyak orang kaya menghamburkan triliunan
rupiah untuk judi dan politik, sebuah pesantren berusia 54 tahun kembali
mewakafkan angka yang fantastis.
Tahun 2015, aset tanah wakaf Darunnajah mencapai
677,5 hektar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia seperti di Riau,
Kalimantan, Bandung, Jakarta, Bogor, Banten, Lampung, Bengkulu, dan
lain-lain. Seperti induknya, Gontor yang tanah wakafnya telah mencapai ribuan
hektar, dan juga mengelola unit usaha yang beragam.
Woouw, pesantren seperti perusahaan ya. Asetnya
fantastis. Bedanya, pesantren berasal dari wakaf, perusahaan dari modal. Kalau
begitu, berarti umat Islam ini umat yang besar dan kaya dong? Betul sekali!
Yang luar biasa dengan aset yang fantastis itu, kiai pendiri, pengasuh dan
keluarganya tidak memiliki satu sen pun, karena telah diwakafkan. Ada garis
tegas pemisahan harta pribadi dengan harta pondok.
Maka, jangan under-estimate, bahwa pesantren
tidak bisa apa-apa. Itu penilaian orang yang tidak paham, atau memang tidak mau
paham.
Tazakka, 6
tahun yang lalu hanyalah hamparan tanah kosong yang tak berpenghuni. Dulu, ia
adalah sebuah kebun cengkeh milik kakekku, hanya 1,6 ha luasnya yang setelah
wafatnya pada 1988 nyaris tak terurus dengan baik. Tahun 2009, aku tekadkan
untuk mengubahnya menjadi "kebun manusia"; bukan lagi cengkeh yang akan
dipetik, tapi manusia-manusia masa depan yang akan dipanen, 10, 20, atau 30
tahun yang akan datang, bahkan, ya Rabb, mungkin satu abad, atau 10 abad
seperti Universitas Al-Azhar di Kairo itu, tempatku dan adik-adikku nyantri.
Kini, wakaf Tazakka terus berkembang: tanah telah
menjadi hampir 10 ha, masjid, gedung-gedung asrama santri, ruang-ruang kelas,
aula pertemuan, dapur umum santri, kamar mandi, lapangan olah raga,
perpustakaan, dan lain sebagainya. Ya Rabb, bisakah seperti Al-Azhar di Kairo,
atau Gontor di Ponorogo? Ya Rabb. Entah, apakah aku masih hidup menyaksikannya
ataukah aku telah tenang di alam kubur. Ya Rabb.
Buya Hamka seandainya masih hidup, KH. Ahmad
Dahlan, KH. Hasyim Asyari dan juga Kiai Ahmad Sahal, Kiai Fannanie dan Kiai
Imam Zarkasyi, mungkin tidak pusing dengan tax amnesty, karena mereka punya
rekening gendut di akhirat dan di dunia, biasa-biasa saja. Sementara yang punya
rekening gendut di dunia, pusing di akhiratnya, pusing pula di dunianya.
Seperti yang
saya ketahui ada sebuah Hadis Nabi yang intinya: "Ada malaikat Allah yang
siap mendoakan orang-orang yang ikhlas di jalan Allah yang tak terhitung
jumlahnya."
Itulah jalan kemuliaan para ulama kita terdahulu.
Mereka tidak saja mewariskan nilai-nilai kehidupan, tetapi juga mewariskan
peradaban. Lalu, pertanyaannya, apa yang sedang dan akan wariskan kepada
generasi yang akan datang?
Maka, para ulama kita itu abadi hingga kini.
Setidaknya, nama, foto dan silsilahnya masih segar di ingatan seluruh umat dan
bangsa ini. Dengan begitu, mereka selalu didoakan. Duh, nikmatnya mereka, tiap
saat kuburnya basah dan jembar_ (lapang) karena kiriman doa-doa umatnya yang
terus-menerus tiada henti. Bisakah kita kelak seperti mereka? Ya Rabb!
Itulah jalan
wakaf, membentang ke depan tak berujung. Wakaf itu seperti --meminjam istilah
Taufik Ismail-- "Sajadah Panjang", tempat kita menghamparkan diri
berinvestasi untuk akhirat yang abadi. Harta yang kita wakafkan tidak hilang,
tapi tersimpan dalam rekening akhirat. Ibarat sebuah transaksi di bank, para
malaikat itulah yang bertugas sebagai teller-tellernya.
(Ust. Ihsan Zainuddin Lc MS.i).
(Ust. Ihsan Zainuddin Lc MS.i).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar