KH. ABDUL
HAMID PASURUAN
Suatu ketika ada seseorang meminta nomer togel ke
Kyai Hamid. Oleh Kyai Hamid diberi dengan syarat jika dapat togel maka uangnya
harus dibawa kehadapan Kyai Hamid. Maka orang tersebut benar-benar memasang
nomer pemberian Kyai Hamid dan menang. Saran ditaati uang dibawa kehadapan Kyai
Hamid. Oleh kyai uang tersebut dimasukan ke dalam bejana dan disuruh melihat
apa isinya. Terlihat isinya darah dan belatung. Kyai Hamid berkata “tegakah
saudara memberi makan anak istri saudara dengan darah dan belatung?” Orang
tersebut menangis dan bertobat.
Setiap pergi ke manapun Kyai Hamid selalu
didatangi oleh umat, yang berduyun duyun meminta doa padanya. Bahkan ketika
naik haji ke mekkah pun banyak orang tak dikenal dari berbagai bangsa yang
datang dan berebut mencium tangannya. darimana orang tau tentang derajat Kyai
Hamid? Mengapa orang selalu datang memuliakannya? Konon inilah keistimewaan
beliau, beliau derajatnya ditinggikan oleh Allah SWT.
Pada suatu saat orde baru ingin mengajak Kyai
Hamid masuk partai pemerintah. Kyai Hamid menyambut ajakan itu dengan ramah dan
menjamu tamunya dari kalangan birokrat. Ketika surat persetujuan masuk partai
pemerintah itu disodorkan bersama pulpennya, Kyai Hamid menerimanya dan
menandatanganinya. Anehnya pulpen tak bisa keluar tinta, diganti polpen lain
tetap tak mau keluar tinta. Akhirnya Kyai Hamid berkata: “Bukan saya yang gak
mau tanda tangan, tapi bolpointnya gak mau”. Itulah Kyai Hamid dia menolak
dengan cara yang halus dan tetap menghormati siapa saja yang bertamu
kerumahnya.
Inilah beberapa dari banyak karomah Kyai Hamid.
Kyai Hamid adalah realita nyata tentang munculnya seorang hamba Allah yang
mempunyai kekuatan ma’rifat billah yang mumpuni dan kekuatan musyahadah atas
nur tajalli dengan maqam wilayah yang amat tinggi. Dan kekuatan tersebut tentu
tidak mungkin beliau dapatkan dengan serta merta tanpa melalui tahapan-tahapan
amaliyah dan maqamat tarekat yang beliau jalani dan beliau istiqamahkan.
Setidaknya -dari sirah Kyai Hamid yang dapat kita baca-, kualitas amaliyah dan
maqamat itulah yang selalu beliau pancarkan dalam setiap gerak langkah beliau.
Kewara’an, kezuhudan, ketawadlu’an, kesabaran, keistiqamahan, dan riyadlah.
Dan yang jelas, kekuatan ma’rifat dan wilayah
tersebut hingga saat ini telah menjadi hamparan hikmah yang maha luas dan
menebarkan harum pada sanubari tiap orang yang mengenalnya. Hingga siapapun tak
akan pernah kehabisan untuk mengais suri tauladan atas keagungan akhlaknya dan
menempa keberkahan yang telah beliau sebarkan dalam setiap relung hati dan
palung hidup kita.
Sebelum menjadi kyai, semasa beliau mondok di
Termas, Abdul Hamid (nama asli Kyai Hamid) banyak melakukan suluk tarekat
secara sirri. Seperti sering pergi ke gunung dekat pondok Termas untuk
melakukan khalwat dan dzikir. Tapi kalau ada orang datang, ia pura-pura mantheg
(mengetapel) agar orang tidak tahu bahwa dia sedang berkhalwat. Amalan wirid
juga sering beliau baca disela-sela aktifitasnya sebagai seorang santri.
Bahkan, ketika sering diajak begadang untuk mencari jangkrik, Kyai Hamid segera
membaca wirid ketika teman-temannya tidak melihatnya.
Lambat laun, aktifitas suluk Kyai Hamid dengan
dzikir sirri (qalbi) dan membaca awrad semakin intens dilakukan di kamar
Pondok. Bahkan diceritakan, semakin hari, Kyai Hamid semakin jarang keluar dari
kamar untuk melakukan dzikir dan wirid tarekat tersebut. Sampai-sampai,
kawan-kawannya menggodanya dengan mengunci pintu kamar dari luar.
Beliau
bersikap hormat pada siapapun. Dari yang miskin sampai yang kaya, dari yang
jelata sampai yang berpangkat, semua dilayaninya, semua dihargainya. Misalnya,
bila sedang menghadapi banyak tamu, beliau memberikan perhatian pada mereka
semua. Mereka ditanyai satu per satu sehingga tak ada yang merasa disepelekan.
“Yang paling berkesan dari Kiai Hamid adalah akhlaknya: penghargaannya pada
orang, pada ilmu, pada orang alim, pada ulama. Juga tindak tanduknya,” kata
Mantan Menteri Agama, Prof. Dr. Mukti Ali, yang pernah menjadi junior sekaligus
anak didiknya di Pesantren Tremas.
Beliau sangat
menghormat pada ulama dan habaib. Di depan mereka, sikap beliau layaknya sikap
seorang santri kepada kiainya. Bila mereka bertandang ke rumahnya, beliau sibuk
melayani. Misalnya, ketika Sayid Muhammad ibn Alwi Al-Maliki, seorang ulama
kondang Mekah (yang baru saja wafat), bertamu, beliau sendiri yang mengambilkan
suguhan, lalu mengajaknya bercakap sambil memijatinya. Padahal tamunya itu
lebih muda usia.
Sikap tawadhu’
itulah, antara lain, rahasia “keberhasilan” beliau. Karena sikap ini beliau
bisa diterima oleh berbagai kalangan, dari orang biasa sampai tokoh. Para kiai
tidak merasa tersaingi, bahkan menaruh hormat ketika melihat sikap tawadhu’
beliau yang tulus, yang tidak dibuat-buat. Derajat beliau pun meningkat, baik
di mata Allah maupun di mata manusia. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.,
“Barangsiapa bersikap tawadhu’, Allah akan mengangkatnya.”
Beliau sangat penyabar, sementara pembawaan
beliau halus sekali. Sebenarnya, di balik kehalusan itu tersimpan sikap keras
dan temperamental. Hanya berkat riyadhah (latihan) yang panjang, beliau
berhasil meredam sifat cepat marah itu dan menggantinya dengan sifat sabar luar
biasa. Riyadhah telah memberi beliau kekuatan nan hebat untuk mengendalikan
amarah.
Beliau, misalnya, dapat menahan amarah ketika
disorongkan oleh seorang santri hingga hampir terjatuh. Padahal, santri itu
telah melanggar aturan pondok, yaitu tidak tidur hingga lewat pukul 9 malam.
Waktu itu hari sudah larut malam. Beliau disorongkan karena dikira seorang
santri. “Sudah malam, ayo tidur, jangan sampai ketinggalan salat subuh
berjamaah,” kata beliau dengan suara halus sekali.
Beliau juga tidak marah mendapati buah-buahan di
kebun beliau habis dicuri para santri dan ayam-ayam ternak beliau ludes
dipotong mereka. “Pokoknya, barang-barang di sini kalau ada yang mengambil
(makan), berarti bukan rezeki kita,” kata beliau.
Pada saat-saat awal beliau memimpin Pondok Salafiyah, seorang tetangga sering melempari rumah beliau. Ketika tetangga itu punya hajat, beliau menyuruh seorang santri membawa beras dan daging ke rumah orang tersebut. Tentu saja orang itu kaget, dan sejak itu kapok, tidak mau mengulangi perbuatan usilnya tadi. Beliau juga tidak marah ketika seorang yang hasud mencuri daun pintu yang sudah dipasang pada bangunan baru di pondok.
Melalui riyadhah dan mujahadah (memerangi hawa nafsu) yang panjang, beliau telah berhasil membersihkan hati beliau dari berbagai penyakit. Tidak hanya penyakit takabur dan amarah, tapi juga penyakit lainnya. Beliau sudah berhasil menghalau rasa iri dan dengki. Beliau sering mengarahkan orang untuk bertanya kepada kiai lain mengenai masalah tertentu. “Sampeyan tanya saja kepada Kiai Ghofur, beliau ahlinya,” kata beliau kepada seorang yang bertanya masalah fiqih. Beliau pernah marah kepada rombongan tamu yang telah jauh-jauh datang ke tempat beliau, dan mengabaikan kiai di kampung mereka. Beliau tak segan “memberikan” sejumlah santrinya kepada KH. Abdur Rahman, yang tinggal di sebelah rumahnya, dan kepada Ustaz Sholeh, keponakannya yang mengasuh Pondok Pesantren Hidayatus Salafiyah.
Pada saat-saat awal beliau memimpin Pondok Salafiyah, seorang tetangga sering melempari rumah beliau. Ketika tetangga itu punya hajat, beliau menyuruh seorang santri membawa beras dan daging ke rumah orang tersebut. Tentu saja orang itu kaget, dan sejak itu kapok, tidak mau mengulangi perbuatan usilnya tadi. Beliau juga tidak marah ketika seorang yang hasud mencuri daun pintu yang sudah dipasang pada bangunan baru di pondok.
Melalui riyadhah dan mujahadah (memerangi hawa nafsu) yang panjang, beliau telah berhasil membersihkan hati beliau dari berbagai penyakit. Tidak hanya penyakit takabur dan amarah, tapi juga penyakit lainnya. Beliau sudah berhasil menghalau rasa iri dan dengki. Beliau sering mengarahkan orang untuk bertanya kepada kiai lain mengenai masalah tertentu. “Sampeyan tanya saja kepada Kiai Ghofur, beliau ahlinya,” kata beliau kepada seorang yang bertanya masalah fiqih. Beliau pernah marah kepada rombongan tamu yang telah jauh-jauh datang ke tempat beliau, dan mengabaikan kiai di kampung mereka. Beliau tak segan “memberikan” sejumlah santrinya kepada KH. Abdur Rahman, yang tinggal di sebelah rumahnya, dan kepada Ustaz Sholeh, keponakannya yang mengasuh Pondok Pesantren Hidayatus Salafiyah.
Menghilangkan rasa takabur memang sangat sulit.
Terutama bagi orang yang memiliki kelebihan ilmu dan pengaruh. Ada yang tak
kalah sulitnya untuk dihapus, yaitu kebiasaan menggunjing orang lain. Bahkan
para kiai yang memiliki derajat tinggi pun umumnya tak lepas dari penyakit ini.
Apakah menggunjing kiai saingannya atau orang lain. Kiai Hamid, menurut
pengakuan banyak pihak, tak pernah melakukan hal ini. Kalau ada orang yang
hendak bergunjing di depan beliau, beliau menyingkir. Sampai KH. Ali Ma’shum
berkata, “Wali itu ya Kiai Hamid itulah. Beliau tidak mau menggunjing
(ngrasani) orang lain.”
Kiai Hamid, seperti para wali lainnya, adalah
tiang penyangga masyarakatnya. Tidak hanya di Pasuruan tapi juga di
tempat-tempat lain. Beliau adalah sokoguru moralitas masyarakatnya. Beliau
adalah cermin (untuk melihat borok-borok diri), beliau adalah teladan, beliau
adalah panutan. Beliau dipuja, di mana-mana dirubung orang, ke mana-mana
dikejar orang (walaupun beliau sendiri tidak suka, bahkan marah kalau ada yang
mengkultuskan beliau).
Tanggal 9
rabiul awal 1403 H beliau berpulang ke rahmatulloh. Umat menangis, gerak
kehidupan di Pasuruan seakan terhenti. Ratusan ribu orang membanjiri Pasuruan,
memenuhi relung Masjid Agung Al Anwar dan alun alun serta memadati gang dan
ruas jalan. Beliau dimakamkan di belakang masjid agung Pasuruan. Ribuan umat
menziarahinya setiap waktu mengenang jasa dan cinta beliau kepada umat.
Seperti kebanyakan para kiai, Kiai Hamid banyak
memberi ijazah wirid kepada siapa saja. Biasanya ijazah diberikan secaara langsung
tapi juga pernah memberi ijazah melalui orang lain.
Diantara ijazah beliau adalah:
1. Membaca SURAT AL-FATIHAH 100 kali tiap hari. Menurutnya, orang yang membaca ini bakal mendapatkan keajaiban-keajaiban yang tak terduga. Bacaan ini bisa dicicil setelah sholat Shubuh 30 kali, selepas shalat Dhuhur 25 kali, setelah Ashar 20 kali, setelah Maghrib 15 kali dan setelah Isya’ 10 kali.
2. Membaca HASBUNALLAH WA NI’MAL WAKIL sebanyak 450 kali sehari semalam.
3. Membaca sholawat 1000 kali. Tetapi yang sering diamalkan Kiai Hamid adalah shalawat Nariyah dan Munjiyat.
4. Membaca kitab DALA’ILUL KHAIRAT. Kitab yang berisi kumpulan shalawat.
5. Wirid rutin AL-WIRD AL-LATHIF dan RATIB AL-HADDAD. Dua wirid yang diajarkan oleh Kyai Hamid dan diwariskan hingga sekarang kepada para santri dan keluarganya.
Terakhir, berikut Syiir doa beliau yang pernah dimuat di KWA
بسم الله الرّحمن الرّحيم
يَا رَبَّنا اعْتَرَفْنا * بِأَنَّنَا اقْتَرَفْنَا
Wahai Tuhan kami! kami mengakui telah berbuat dosa
وَاَنَّنَا اَسْرَفْنَا * عَلَى لَظَى اَشْرَفْنَا
Sungguh kami telah melampaui batas dan kami hampir masuk neraka ladho
فَتُبْ عَلَيْنَا تَوْبَةْ * تَغْسِلْ لِكُلِّ حَوْبَةْ
Maka berilah kami taubat, sucikanlah kami dari segala dosa
وَاسْتُرْ لَنَا الْعَوْرَاتِ * وَاَمِنِ الرَّوْعَاتِ
Tutuplah segala keburukan kami, amankanlah dari segala ketakutan
وَاغْفِرْ لِوَالِدِيْنَا * رَبِّ وَمَوْلُوْدِيْنَا
Wahai Tuhan ampunilah orang tua kami dan anak-anak kami
وَالْاَلِ وَالْاِخْوَانِ * وَسَائِرِالْخِلَّانِ
Ampunilah keluarga, teman-teman dan semua saudara
وَكُلِّ ذِيْ مَحَبَّةَ * أَوْ جِيْرَةٍ أَوْ صُحْبَحْ
Ampunilah kekasih, tetangga dan semua sahabat
وَالْمُسْلِمِيْنَ اَجْمَعْ * اَمِيْنَ رَبِّ اِسْمَعْ
serta semua muslim, Wahai Tuhan semoga Kau dengar kau kabulkan
فَضْلًا وَجُوْدًا مَّنَّا * لَا بِاكْتِسَابٍ مِنَّا
Dengan anugrah, kemurahan, dan kemuliaanMu, bukanlah sebab usaha kami
بِاالْمُصْطَفَى الرَّسُوْلِ * نَحْظَى بِكُلِّ سُوْلِ
Dengan wasilah Rasul Terpilih, kami peroleh segala permintaan
صَلَّى وَسَلَّمْ رَبِّ * عَلَيْهِ عَدَّ الْحَبِّ
Semoga Allah memberi rahmat dan keselamatan kepada Rasul sebanyak bijian (sebanyak-banyaknya).
وَاَلِهِ وَالصَّحْبِ * عَدَدَ طَشِّ السُّحْبِ
Kepada dan keluarganya sebanyak rintikan hujan yang turun
وَالْحَمْدُ لِلْاِلَهِ * فِيْ الْبَدْءِ وَالتَّنَاهِى
Segala puji bagi Allah dari permulaan dan penghabisan
1. Membaca SURAT AL-FATIHAH 100 kali tiap hari. Menurutnya, orang yang membaca ini bakal mendapatkan keajaiban-keajaiban yang tak terduga. Bacaan ini bisa dicicil setelah sholat Shubuh 30 kali, selepas shalat Dhuhur 25 kali, setelah Ashar 20 kali, setelah Maghrib 15 kali dan setelah Isya’ 10 kali.
2. Membaca HASBUNALLAH WA NI’MAL WAKIL sebanyak 450 kali sehari semalam.
3. Membaca sholawat 1000 kali. Tetapi yang sering diamalkan Kiai Hamid adalah shalawat Nariyah dan Munjiyat.
4. Membaca kitab DALA’ILUL KHAIRAT. Kitab yang berisi kumpulan shalawat.
5. Wirid rutin AL-WIRD AL-LATHIF dan RATIB AL-HADDAD. Dua wirid yang diajarkan oleh Kyai Hamid dan diwariskan hingga sekarang kepada para santri dan keluarganya.
Terakhir, berikut Syiir doa beliau yang pernah dimuat di KWA
بسم الله الرّحمن الرّحيم
يَا رَبَّنا اعْتَرَفْنا * بِأَنَّنَا اقْتَرَفْنَا
Wahai Tuhan kami! kami mengakui telah berbuat dosa
وَاَنَّنَا اَسْرَفْنَا * عَلَى لَظَى اَشْرَفْنَا
Sungguh kami telah melampaui batas dan kami hampir masuk neraka ladho
فَتُبْ عَلَيْنَا تَوْبَةْ * تَغْسِلْ لِكُلِّ حَوْبَةْ
Maka berilah kami taubat, sucikanlah kami dari segala dosa
وَاسْتُرْ لَنَا الْعَوْرَاتِ * وَاَمِنِ الرَّوْعَاتِ
Tutuplah segala keburukan kami, amankanlah dari segala ketakutan
وَاغْفِرْ لِوَالِدِيْنَا * رَبِّ وَمَوْلُوْدِيْنَا
Wahai Tuhan ampunilah orang tua kami dan anak-anak kami
وَالْاَلِ وَالْاِخْوَانِ * وَسَائِرِالْخِلَّانِ
Ampunilah keluarga, teman-teman dan semua saudara
وَكُلِّ ذِيْ مَحَبَّةَ * أَوْ جِيْرَةٍ أَوْ صُحْبَحْ
Ampunilah kekasih, tetangga dan semua sahabat
وَالْمُسْلِمِيْنَ اَجْمَعْ * اَمِيْنَ رَبِّ اِسْمَعْ
serta semua muslim, Wahai Tuhan semoga Kau dengar kau kabulkan
فَضْلًا وَجُوْدًا مَّنَّا * لَا بِاكْتِسَابٍ مِنَّا
Dengan anugrah, kemurahan, dan kemuliaanMu, bukanlah sebab usaha kami
بِاالْمُصْطَفَى الرَّسُوْلِ * نَحْظَى بِكُلِّ سُوْلِ
Dengan wasilah Rasul Terpilih, kami peroleh segala permintaan
صَلَّى وَسَلَّمْ رَبِّ * عَلَيْهِ عَدَّ الْحَبِّ
Semoga Allah memberi rahmat dan keselamatan kepada Rasul sebanyak bijian (sebanyak-banyaknya).
وَاَلِهِ وَالصَّحْبِ * عَدَدَ طَشِّ السُّحْبِ
Kepada dan keluarganya sebanyak rintikan hujan yang turun
وَالْحَمْدُ لِلْاِلَهِ * فِيْ الْبَدْءِ وَالتَّنَاهِى
Segala puji bagi Allah dari permulaan dan penghabisan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar