*Pidato Panglima TNI
Jendral Gatot Nurmantyo.*
Assalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh,
Yang
terhormat,
Ketua-ketua
umum ormas Islam
Tokoh tokoh lintas agama
Para pejabat pemerintah daerah dan para pejabat TNI Polri.
Para Santri segenap para alim ulama para Kiai, hadirin undangan yang bebahagia.
Tokoh tokoh lintas agama
Para pejabat pemerintah daerah dan para pejabat TNI Polri.
Para Santri segenap para alim ulama para Kiai, hadirin undangan yang bebahagia.
Tidak
ada yang pantas kita ucapkan selain puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT
Karena hanya atas kuasa dan ridhonya kita dapat hadir dalam acara Peringatan 70
Tahun Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama di Tugu Proklamasi yang memiliki nilai
stratagis.
Dalam
kesempatan ini perlu saya jelaskan, mengapa begitu saya diundang saya hadir di
sini. Saya datang tidak sendirian, saya datang dengan dengan pasukan-pasukan
khusus. Ada Kopasus, ada Marinir, ada Paskas, ada Kostrad, ada Armed.
Ini
untuk mengingatkan generasi muda, bahwa perjuangan bangsa sejak proklamasi
kemerdekaan tidak dilakukan oleh TNI, tetapi yang merebut kemerdekaan adalah
seluruh komponen bangsa, termasuk para ulama. Setelah merdeka baru TNI lahir.
Jadi yang memerdekaan bangsa Indonesai bukan TNI, tetapi bapak-ibu kandung TNI,
sehingga TNI adalah anak kandung raya.
Karena
sejarah mencatat rangkaian peristiwa ini, bersentuhan langsung dengan
kedaulatan Republik Indonesia, Terdapat 4 peristiwa penting yang saling
mempengaruhi dan saling menguatkan yaitu: peristiwa tanggal 17 Agustus sebagai
hari kemerdekaan Republik Indonesia. 5 Oktober hari pembentukan TKR sekarang
TNI. 22 Oktober sebagai hari dicetuskannya Resolusi Jihad NU. Dan 10 November
pecahnya perang di Surabaya yang kita kenal sebagai hari pahlawan hanya dalam
hitungan empat bulan.
Pada
kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan apresiasi yang tinggi
terhadap semangat dan motivasi yang ditunjukkan para santri sebagai generasi
muda bangsa yang terus memelihara dan meneguhkan komitmennya terhadap
perjuangan para pahlawan serta kecintaan pada tanah air, salah satunya
diwujudkan pada gerak jalan memperingati Resolusi Jihad yang menempuh jarak
ratusan kilometer diawali dari tugu pahlawan di Surabaya dan sampai di tugu
proklamasi di Jakarta.
Hadirin
undangan, peserta gerak jalan yang berbahagia.
Setelah
tujuh puluh tahun berlalu, hikmah dan pelajaran yang diperoleh dari peristiwa
Resolusi Jihad antara lain: bahwa perjuangan melawan penjajah saat itu, terkait
erat dengan Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Ra'is akbar NU KH. Hasyim
Asyari pada tanggal 22 Oktober 1945.
Bangsa
penjajah tidak rela negeri ini merdeka sehingga berusaha untuk menguasai
kembali tanah air kita. NICA membonceng sekutu untuk menguasai tanah air
Indonesia, namun hal itu diketahui oleh para pejuang kemerdekaan dan
ditindaklanjuti dengan merapatkan barisan untuk menolak kedatangan kolonialis.
Untuk itu para santri berkumpul di seluruh wilayah, Jawa, Madura, seluruh Jawa
mereka mengatur langkah strategi perjuangan sebagai kewajiban mempertahankan
tanah air dan bangsanya.
Dan
pada tanggal 17 September 1945, Presiden Soekarno, memohon fatwa hukum
mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam kepada KH. Hasyim Asyari, sehingga
KH. Hasyim Asyari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang berisikan jihad bahwa
perjuangan membela tanah air adalah merupakan jihad fi sabilillah.
Dan
selanjutnya menilai situasi di sekitar Surabaya Jawa Timur, atas pemikiran
Mayor Jenderal TKR pada waktu itu, Mustopo, sebagai komandan sektor perlawaan
Surabaya, bersama Sungkono, Bung Tomo dan tokoh-tokoh Jawa Timur menghadap KH.
Hasyim Asyari untuk melakukan perang suci atau jihad dengan sasaran mengusir
sekutu dan NICA yang dipimpin oleh Brigjend Mallaby untuk menunjukkan eksistensi
adanya perlawanan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Mengapa
demikian? karena pada saat memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945, banyak bangsa-bangsa dunia dan PBB belum yakin apakah perjuangan
kemerdekaan bangsa ini diberi hadiah oleh penjajah ataukah perlawanan rakyat.
Untuk
itu makna perjuangan 10 November mempunyai makna yang luar biasa, bahwa bangsa
Indonesia bukan diberi tapi melawan mengusir penjajah. Maka lahirlah Resolusi
Jihad 22 Oktober 1945 yaitu berperang menolak dan melawan penjajah itu fardhu
ain yang harus dikerjakan oleh setiap orang Islam laki-laki, perempuan,
anak-anak bersenjata atau tidak. Bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km
dari tenpat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di luar jarak
lingkaran tadi kewajiban itu menjadi fardhu kifayah yang cukup kalau dikerjakan
sebagian saja untuk membantu perjuangan di wilayahnya.
Tanpa
Resolusi Jihad, maka tidak ada perlawanan heroik. Jika tidak ada perlawanan
heroik maka tidak ada hari pahlawan 10 November. Dan bisa mungkin mustahil
bangsa Indonesia ada seperti saat ini.
Saya
ingin pula menceritakan bahwa sebenarnya, perlawanan secara heroik bukan
dilaksanakan tanggal 10, tetapi lebih awal. Jadi pada saat itu KH. Hasyim
Asyari menyampaikan,”Kita tunda, kita menunggu singa Jawa Barat, yaitu Kiai
Abbas bin Abdul Jamil”. Beliau adalah cicit dari MBah Muqoyyim, pendiri
pesantren Buntet Cirebon.
Dan
KH. Hasyim Asyari memerintahkan setelah Kiai Abbas bin Abdul Jamil datang,
memerintahkan bahwa komando tertinggi Laskar Hizbullah diserahkan untuk
memimpin langsung penyerangan sekutu di Surabaya pada tanggal 10 November 1945.
Pengaruh
yang kuat membuat keputusan KH. Hasyim Asyari tersebut mengundurkan waktu
sangat tepat. Sehingga terjadilah pertempuran yang sangat heroik yang kita
kenal hari ini menjadi hari pahlawan. Hari ini mempunyai makna yang bisa kita
petik dari peristiwa tersebut, bahwa perjuangan dan kepentingan mempertahankan
kedaulatan negara berdimensi lintas etnis dan lintas wilayah. Siapapun dan di
manapun mempunyai kewajiban yang sama membela bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Tiga 'Jimat' Jendral
Sudirman
Dalam
kesempatan ini pula saya ingin mengingatkan, dan menggarisbawahi bahwa
perjuangan kemerdekaan Resolusi Jihad, hari pahlawan, dan TNI memiliki hubungan
historis yang erat dan menentukan. Kita tahu bahwa panglima TNI yang abadi,
yang pertama, yaitu Jendral Sudirman, adalah seorang guru agama, seorang
santri.
Saya
sedikit menceritakan bagaimana perjuangan Jenderal Sudirman. Bahwa pada saat
Jendral Sudirman belasan orang melakukan gerilya, ada satu orang pengkhianat.
Maka pada saat Jendral Sudirman di rumah penduduk, karena pengkhianat ini
melaporkan kepada Belanda, dikepung.
Tim
pengamanan paling depan melaporkan, “Pak Dhe kita sudah dikepung.”
“Tenang,
semuanya ganti pakaian, dan berdzikir bersama-sama saya.” (Mereka) melakukan
tahlil Lailahaillah, Lailahaillah, Lailahaillah.
Belanda
masuk, ditunjukkan anak buahnya Pak Dirman (yang pengkhianat itu), “Ini yang
namanya Sudirman, yang Tuan cari-cari selama ini.”
Dilihat-lihat
(oleh pihak Belanda),“Saya tidak percaya ini Sudirman.”
“Pak
Saya anak buahnya, saya bersama-sama bergerilya.”
Dilihat-lihat
lagi, tapi tetap tidak percaya.
Belanda
itu mencabut pistol. “Kamu pembohong!” Dan penghianat itu ditembak di depan Pak
Dirman. Lalu Belanda langsung keluar.
Makna
ini mengingatkan, jangan sekali-kali kita menjadi penghianat bangsa. Baru di
dunia saja sudah dihukum oleh Allah apalagi di akhirat nanti.
Kemudian,
peristiwa demi peristiwa Pak Dirman dikawal oleh Pak Tjokropranolo, dan Pak
Suparjo Rustam. Beliau berdua Pak Tjokropranolo dan Pak Rustam, karena saking
penasarannya bertanya. (Pak Dirman kadang-kadang dipanggil Pak Dhe
kadang-kadang dipanggil Pak Yai):
“Pak
Yai, saya pingin tahu, jimatnya Pak Yai itu apa? Kita dikepung, Pak Yai tenang
saja. Malah pengkhianat yang ditembak. Kita ditembaki, Pak Yai tenang-tenang
saja.”
Beliu
menjawab, “Kamu ingin tahu? Saya punya tiga jimat. Jimat yang pertama, saya
tidak pernah lepas dari bersuci. Jadi kalau batal wudhu kamu kan bawa kendi
saya, saya selalu berwudlu. Itu jimat yang pertama. Jimat yang kedua saya tidak
pernah shalat tidak tepat waktu. Selalu bersih, waktunya shalat saya pasti
salat, kamu tahu kan? Dan yang ketiga, jimat saya yang ketiga adalah semua yang
saya lakukan dengan tulus dan ikhlas untuk rakyat dan bangsa Indonesia.”
Wassalamua’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar