IDHUL
FITRI KELUARGA RASULULLAH
PADA saat malam Takbiran, Ali ibn Abi Thalib
terlihat sibuk membagi-bagikan gandum dan kurma. Bersama istrinya, Sayyidah
Fathimah az-Zahra, Ali menyiapkan tiga karung gandum dan dua karung kurma.
Terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum, sementara istrinya Fathimah menuntun
Hasan dan Husein. Mereka sekeluarga mendatangi kaum fakir miskin untuk
disantuni.
Esok harinya tiba salat ‘Idul Fitri. Mereka
sekeluarga khusyuk mengikuti salat jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas
khutbah ‘Id selesai, keluarga Rasulullah Saw. itu pulang ke rumah dengan wajah
berseri-seri.
Sahabat
beliau, Ibnu Rafi’i bermaksud untuk mengucapkan selamat ‘Idul Fitri kepada
keluarga putri Rasulullah Saw. Sampai di depan pintu rumah, alangkah tercengang
Ibnu Rafi’i melihat apa yang dimakan oleh keluarga Rasulullah itu.
Sayyidina Ali,
Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein yang masih balita,
dalam ‘Idul Fitri makanannya adalah gandum tanpa mentega, *gandum basi* yang
baunya tercium oleh sahabat Nabi itu. Seketika Ibnu Rafi’i berucap istighfar,
sambil mengusap-usap dadanya seolah ada yang nyeri di sana. Mata Ibnu Rafi’i
berlinang butiran bening, perlahan butiran itu menetes di pipinya.
Kecamuk dalam dada Ibnu Rafi’i sangat kuat,
setengah lari ia pun bergegas menghadap Rasulullah Saw. Tiba di depan
Rasulullah, “Ya Rasulullah, ya Rasulullah, ya Rasulullah. Putra baginda, putri
baginda dan cucu baginda,” ujar Ibnu Rafi’i. “Ada apa wahai sahabatku?” tanya
Rasulullah.
“Tengoklah ke
rumah putri baginda, ya Rasulullah. Tengoklah cucu baginda Hasan dan Husein.”
“Kenapa
keluargaku?”
“Tengoklah
sendiri oleh baginda, saya tidak kuasa mengatakan semuanya.”
Rasulullah
Saw. pun bergegas menuju rumah Sayyidatuna Fathimah az-Zahra r.a. Tiba di teras
rumah, tawa bahagia mengisi percakapan antara Sayyidina Ali, Sayyidatuna
Fathimah dan kedua anaknya. Mata Rasulullah pun berlinang. Butiran mutiara
bening menghiasi wajah Rasulullah Saw. nan suci.
Air mata
Rasulullah berderai, melihat kebersahajaan putri beliau bersama keluarganya. Di
hari yang Fitri, di saat semua orang berbahagia, di saat semua orang makan yang
enak-enak. Keluarga Rasulullah Saw. penuh tawa bahagia dengan gandum yang
baunya tercium tak sedap, dengan makanan yang sudah basi.
“Ya Allah, Allahumma Isyhad. Ya Allah
saksikanlah, saksikanlah. Di hari ‘Idul Fitri keluargaku makanannya adalah
gandum yang basi. Di hari ‘Idul Fitri keluargaku berbahagia dengan makanan yang
basi. Mereka membela kaum duafa, ya Allah. Mereka mencintai kaum fuqara dan
masakin. Mereka relakan lidah dan perutnya mengecap makanan basi asalkan kaum
fakir-miskin bisa memakan makanan yang lezat. Allahumma Isyhad, saksikanlah ya
Allah, saksikanlah,” bibir Rasulullah berbisik lembut.
Sayyidatuna Fathimah tersadar kalau di luar pintu
rumah, bapaknya sedang berdiri tegak. “Ya Abah, ada apa gerangan Abah
menangis?” Rasulullah tak tahan mendengar pertanyaan itu. Setengah berlari ia
memeluk putri kesayangannya sambil berujar, “Surga untukmu, Nak. Surga
untukmu.”
Demikianlah,
menurut Ibnu Rafi’i, keluarga Rasulullah Saw. pada hari ‘Idul Fitri senantiasa
menyantap makanan yang basi berbau apek. Ibnu Rafi’i berkata, “Aku
diperintahkan oleh Rasulullah Saw. agar tidak menceritakan tradisi keluarganya
setiap ‘Idul Fitri. Aku pun simpan kisah itu dalam hatiku. Namun, selepas Rasulullah
Saw. wafat, aku takut dituduh menyembunyikan hadits, maka aku ceritkan agar
jadi pelajaran bagi segenap kaum Muslimin.” (Musnad Imam Ahmad, jilid 2, hlm.
232).
Ya Rasulullah, begitu mulianya hati baginda
bersama keluarga. Siapa gerangan yang tak malu? Siapa orangnya yang tak kelu?
Kami di hari nan fitri, makanan kami lezat-lezat, makanan kami enak-enak. Harus
kami apakan diri ini, ya Rasul? Kami malu.
Ya Rasulllah, teteskan kemuliaan jiwa baginda
kepada kami, teteskan walau hanya setitik, agar jiwa kami semua tiada tandus
dari kasih. Ya Rasulallah, berikan kedermawanan jiwa baginda dan keluarga
kepada kami dan keluarga kami. Lapangkan dada kami untuk tidak terpukau oleh
kemilau dunia sementara kaum fakir-miskin menderita. Luaskan hati kami untuk
bisa mencintai kaum papa sebagaimana baginda telah memberikan teladan yang
begitu sangat mulia. Allâhumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidinâ Muhammad wa ‘ala
Ali Sayyidina Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar