INDAHNYA
CINTA DAN SILATURAHMI
Seusai Sholat
Shubuh aku dikejutkan oleh Bunda .
“Ari, Nenek kamu masuk Rumah Sakit. Bunda harus datang melihatnya“
Kulihat wajah bunda nampak sedih.
“Ari, Nenek kamu masuk Rumah Sakit. Bunda harus datang melihatnya“
Kulihat wajah bunda nampak sedih.
Tentu aku
harus mendampingi bunda, karena tempat tinggal nenek tidak di Jakarta tapi
Sumatera.
Sementara aku
hampir tidak mungkin meninggalkan kesibukanku di Jakata, Apalagi mitra bisnisku
dari luar negeri sedang ada di Jakarta untuk menjajaki kerjasama pembelian
produksi pabrikku.
kulihat Bunda
sedang sibuk mengemas pakaiannya di kamar.
“Bunda, apa
enggak bisa berangkatnya lusa aja”
kataku dengan lembut.
kataku dengan lembut.
“Bunda enggak
mau ganggu kamu, bunda bisa pergi sendiri kok, antar saja Bunda ke Bandara
ya."
kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper.
kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper.
“Baru minggu
lalu bunda ke Dokter dan sekarang masih harus istirahat.“
Kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi.
“Lusa aja ya, aku temanin.“
Kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi.
“Lusa aja ya, aku temanin.“
“Tidak !!! “
mata Bunda melotot. Kalau sudah begini aku hanya bisa menghela napas panjang.
Sepeti biasanya aku harus mengalah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak Bunda.“
mata Bunda melotot. Kalau sudah begini aku hanya bisa menghela napas panjang.
Sepeti biasanya aku harus mengalah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak Bunda.“
"Baiklah,
kita pergi sama-sama." Seperti biasanya pula Bunda tersenyum cerah, dia
memelukku.
Didalam
pesawat aku menuju kota kelahiran ayahku, lamunanku terbang kemasa kanak
kanaku. ....................
*Dalam usia 5
tahun, aku sudah yatim. Karena ayah meninggal akibat sakit.*
Menurut cerita
Bunda, ketika Ayah meninggal status ayah masih mahasiswa di Yogya. Bunda
bukanlah dari keluarga kaya.
Bunda juga seorang Yatim, beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga Pajabat tinggi di Sumatera.
Bunda juga seorang Yatim, beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga Pajabat tinggi di Sumatera.
Sehingga walau
Ayah berstatus mahasiswa namun kiriman uang dari orang tuanya masih cukup untuk
menanggung hidupnya berkeluarga.
Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. Namun dua tahun setelah ayah meninggal, bunda datang ke keluarga ayah sambil membawaku.
Aku masih ingat ketika itu usiaku 7 tahun.
Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. Namun dua tahun setelah ayah meninggal, bunda datang ke keluarga ayah sambil membawaku.
Aku masih ingat ketika itu usiaku 7 tahun.
Aku tidak
begitu ingat persis bagaimana suasana ketika Bunda memperkenalkan dirinya
sebagai menantu dan aku sebagai cucu kepada kakek dan nenekku.
*Yang aku tahu
setiap tahun bunda selalu membawaku kerumah kakek dan nenek.*
Setiap tahun,
setiap lebaran, Bunda mengajakku pergi kerumah kakek dan nenek. Dengan berlelah
lelah naik bus melewati pulau Jawa dan Sumatera untuk sampai.
*Tak pernah
aku antusias datang ke rumah kekek dan nenek. Sebagai anak kecil aku tahu bahwa
kakek nenek tidak pernah hangat dengan kehadiranku dan Bunda.*
Beda sekali
dengan perlakuannya kepada saudara sepupuku yang lain, seperti Adi, Rini, Bobi,
Anto, Dedi. Setiap lebaran, kulihat para sepupuku datang dari Jakarta, Bandung,
Surabaya dengan pakaian bagus.
*Beda sekali
denganku. Bila semua Istri Om sibuk berdandan di kamar atau bermalasan di taman
belakang rumah kakek yang luas itu, Bunda malah sibuk di dapur memasak, seperti
pembantu.*
Ayahku adalah
anak tertua diantara empat bersaudara. Semua saudara ayah laki laki. Tidak ada
perempuan.
Istri Om semua
memang cantik-cantik. Menurut yang kutahu dari nenek, yang selalu diulang-ulang
dihadapan Bunda, bahwa semua Istri Om dari kalangan keluarga terhormat.
Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat Bunda tak pernah tersinggung.
Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat Bunda tak pernah tersinggung.
*Selama
membesarkan ku, Bunda tak pernah mendapat bantuan satu senpun dari keluarga
Ayah. Juga Bunda tidak pernah memohon bantuan dari mereka.*
Bunda bekerja
keras di perusahaan Swasta sebagai tenaga administrasi. Bundapun tak pernah
terpikir untuk menikah kembali. Ketika aku sudah remaja, aku sudah bisa
beralasan bila Bunda mengajakku lebaran di rumah kakek.
“aku males ke
rumah kakek dan nenek. Mereka enggak sayang sama aku. Kenapa kita harus ke
rumah mereka ?“
Demikian
alasanku. Tapi Bunda dengan segala sifatnya yang keras memaksaku untuk ikut.
akupun tak berdaya.
Ketika aku
tamat SMU, aku tidak kuliah. Aku memilih bekerja di bengkel.
“Saya tak ada
uang untuk mengirim Ari ke universtas, Yah". Demikian kata ibu kepada
kakek ketika menanyakan mengapa aku tidak kuliah.
Kakek dan
nenek nampak tersenyum sinis ketika mengetahui keadaanku.
Tahun-tahun
berikutnya ketika lebaran. Kakek dengan kebanggaannya bercerita tetang sepupuku
yang berangkat ke luar negeri untuk kuliah. Ada juga yang masuk perguruan tinggi
swasta bergengsi di Jakarta.
Aku maklum karena Om ku semua mempunyai posisi sebagai Pejabat dan ada juga yang jadi pengusaha.
Aku maklum karena Om ku semua mempunyai posisi sebagai Pejabat dan ada juga yang jadi pengusaha.
*Aku dan Bunda
hanya diam mendengar cerita itu. Tapi, tak pernah mengurangi niat Bunda untuk
datang ke rumah kakek dan nenek.*
*Dan aku semakin bosan dengan sikap keluarga ayahku.*
*Dan aku semakin bosan dengan sikap keluarga ayahku.*
Yang pasti bi
idznillaah, izin Allaah SWT ditambah kerja kerasku, aku bisa menanggung Bunda
dan Bunda tak perlu lagi berkerja keras.
Berjalannya
waktu, yang tadinya aku sebagai pekerja bengkel, akupun sudah bisa mandiri
dengan membuka usaha bengkel sendiri.
Lambat laun,
aku mendapat mitra untuk membuat komponen bodi kendaraan sebagai pemasok
pabrikan otomotif. Usaha ini ku geluti dengan kerja keras siang malam dan
akhirnya berkembang. Ini semua tidak bisa dilepaskan peran Bunda yang tak henti
mendoa' kan ku.
Akupun dapat
hidup mapan. Namun, kewajiban setiap lebaran datang berkunjung ke rumah kakek
nenek tetap saja dilakukan oleh Bunda dan aku harus ikut.
Tapi
belakangan keluarga yang berkumpul di rumah kakek dan nenek tidak lagi utuh.
Yang lain hanya menelphone mengucapkan selamat lebaran kepada kakek dan nenek.
Sepupuku pun tak semua datang. Mereka bersikap sama dengan orang tuanya,
mengucapkan selamat lebaran via SMS, telpon atau WA. Tapi kakek dan nenek tetap
bangga dengan mereka.
*Aku tak
pernah cerita tentang keadaanku karena kakek dan nenek tak pernah bertanya
tentangku. Walaupun mereka tahu aku dan Bunda tidak lagi datang dengan bus tapi
menggunakan pesawat terbang.*
Tak terasa
roda pesawat sudah menyentuh landasan. Kulihat Bunda tersentak dari tidur
lelapnya. Dia melirik kearahku dan entah kenapa dia menciumku keningku.
”Ada apa Bunda ?“ tanyaku dengan tesenyum
”Ada apa Bunda ?“ tanyaku dengan tesenyum
*“Bunda ingat
akan ayahmu."*
Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya diam “Ayahmu pria yang sangat baik. Sangat baik".
*Dia pria yang Sholeh.* Ayahmu berencana bila dia selesai kuliah dan dapat pekerjaan maka dia akan membawa Bunda dan kamu ke keluarga besarnya.
Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya diam “Ayahmu pria yang sangat baik. Sangat baik".
*Dia pria yang Sholeh.* Ayahmu berencana bila dia selesai kuliah dan dapat pekerjaan maka dia akan membawa Bunda dan kamu ke keluarga besarnya.
Bunda tahu
kok, Ayahmu dalam posisi lemah ketika melamar Bunda. Di samping itu dia sadar
karena pilihannya kepada bunda membuat dia berbeda dengan Ayahnya.
"Ayahmu
mencintai bunda karena dia lebih mencintai Allaah dari apapun” Sambung Bunda.
“Maksud Bunda
apa ?"
“Ayahmu
memilih Bunda karena Agama." Dia tidak melihat Bunda karena kecantikan,
karena keturunan orang kaya, karena apa-apa. Dihadapan Ayahmu, Bunda adalah muslimah yang
baik, yang miskin. *Dan itu pasti akan ditentang habis oleh keluarganya.”*
Air mata Bunda
berlinang dan akhirnya air mata itu jatuh membasahi pipinya.
“kamu adalah
putra ayahmu." Anak yang berbakti, Sholeh dan pekerja keras.
"Benarlah kalau niat baik karena Allah maka yang akan datang juga kebaikan.“
"Benarlah kalau niat baik karena Allah maka yang akan datang juga kebaikan.“
Aku terdiam.
Ada yang mengganjal dalam pikiranku.
Ini momen yang tepat untuk bertanya ...
Ini momen yang tepat untuk bertanya ...
“Kenapa Bunda
selalu menaruh hormat kepada kakek dan nenek.
Padahal mereka sangat acuh dan tidak peduli dengan kita."
Padahal mereka sangat acuh dan tidak peduli dengan kita."
Bunda
menatapku dengan tersenyum
*“Ketika
Ayahmu pulang ke Sumatera dalam keadaan sakit, dia berpesan kepada Bunda , bila
dia meninggal agar Bunda menjalin silahturahim dengan keluarganya dan mendidik
mu untuk dekat kepada kedua orang tuanya.”*
Bunda terdiam
sebentar sambil mengusap airmatanya.
"Kamu tahu, setelah Ayahmu meninggal, butuh dua tahun Bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu.
"Kamu tahu, setelah Ayahmu meninggal, butuh dua tahun Bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu.
*Walau karena
itu tidak ada rasa hormat kepada Bunda, dan Bunda juga menyaksikan betapa kamu
tidak diperlakukan sama seperti cucu yang lain, tapi Bunda ingat kata kata
Ayahmu* .“Cintailah sesuatu karena karena Allah. Tak penting rasa hormat dan
imbalan dari manusia, ya kan, anakku.”
“Ya,
Bunda" Terlontar begitu saja dari mulutku.
Entah kenapa
kedatangan ku bersama Bunda kali ini disambut dengan air mata berlinang oleh
kakek.
*Dia peluk aku
ketika sampai di kamar nenek dirawat.*
*Yang datang menjenguk hanya "aku dan Ibu". Sementara Om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur.*
*Yang datang menjenguk hanya "aku dan Ibu". Sementara Om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur.*
Dari kakek
kutahu bahwa nenek terkena stroke tapi keadaanya cepat tertolong.
Mungkin setelah itu nenek akan lumpuh.
Kakek mengajakku keluar dari ruangan.
Kami bicara di taman Rumah sakit.
Mungkin setelah itu nenek akan lumpuh.
Kakek mengajakku keluar dari ruangan.
Kami bicara di taman Rumah sakit.
*“Dua tahun
lalu, Om mu yang pejabat di Jakarta, terkena kasus Korupsi. Dia dalam
pemeriksaan oleh aparat yang berwajib."*
*Sebelumnya,
Om mu yang di Surabaya, perusahaannya disita oleh Bank karena bankrut.*
*Om kamu yang
di Bandung bercerai dengan istrinya, karena soal perselingkuhan dan akhirnya
terkena PHK sebagai PNS.*
Semua
anak-anak mereka tumbuh menjadi anak yang liar.
Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas.
Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas.
*“aku
terkejut, karena baru kali ini aku tahu."* Mungkin karena hubunganku
dengan keluarga ayahku tidak begitu dekat maka tak banyak kutahu soal mereka.
*“Kakek tahu
bahwa nenekmu punya penyakit darah tinggi dan jantung."*
Makanya kakek
berusaha menyimpan rapat rahasia tentang Om kamu yang tersangkut kasus karupsi.
*"Tapi
kemarin, ada yang memberi tahu bahwa Om kamu sudah di vonis penjara enam tahun
atas tindakan korupsinya. Seketika itu pula nenekmu jatuh pingsan ...”*
Aku hanya diam
untuk menjadi pendengar yang baik.
“Ari, kami
tahu bahwa selama ini perlakuan kami kepada kamu dan ibu mu kurang baik."
Bahkan kami
biarkan ibu mu menderita membesarkan kamu, membesarkan anak dari putra sulung
kami, cucu kami.
*Kami menyesal
karena sikap kami selama ini. Belakangan ini, nenekmu selalu menyebut nama kamu
.... setiap dia menyebut namamu, seketika itu juga dia menangis.*
Kini dimasa
tua kami, kami resah karena tak tahu siapa yang akan mengurus kami.
*"Nenekmu
mungkin setelah ini akan lumpuh. Kakek sudah uzur dan lemah ...”*
Ku genggam
tangan kakek.
*“Aku yang
akan merawat kakek dan nenek."*
*Izinkan aku untuk membawa kakek dan nenek ke Jakarta, tinggal bersamaku.*
*"Beri kesempatan aku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek.“*
*Izinkan aku untuk membawa kakek dan nenek ke Jakarta, tinggal bersamaku.*
*"Beri kesempatan aku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek.“*
Seketika itu
juga kakek memelukku erat.
Terasa
pundakku basah, "aku tahu kakek menangis" Harta yang ada jual
saja lah kek. Untuk bantu Om dan Adik-adiknya.
"Dalam
situasi ini tentu mereka sangat membutuhkannya. Dan sisanya kakek sedekahkan
untuk Panti asuhan agar kakek punya bekal ke akhirat, setuju kan kek."
kataku.
Kakek semakin
erat pelukannya. "Maha suci Allaah SWT, sifatmu tak jauh beda dengan
Ayahmu, yang begitu bijak menyikapi kami."
Bertahun-tahun
aku di didik oleh Bunda untuk memahami makna cinta.
"Bahwa
Cinta adalah tindakan memberi karena Allah", bukan mengharap balasan dari
manusia.*_
akupun harus
memahami hakikat cinta dalam kehidupan ini, termasuk menggantikan posisi ayahku
untuk berbakti kepada kakek dan nenek, orangtua ayahku.
......
......
Bunda nampak
bahagia sekali ketika melihatku mendorong kursi roda Nenek menuju tangga
pesawat dengan di samping kakek yang berjalan sambil memegang lenganku. kami
semua ke Jakarta.
.........
Ya Allah, semoga kami bisa menjaga lisan,
tindakan, agar tidak ada yg tersakiti, saling menghargai, menghormati,
memberi cinta dlm suka dan duka, saling membantu dlm kebaikan ...
meninggal dalam keadaan sebagai insan yang Engkau cintai, Husnul Khootimah dan
mendapat Syafaa'at yang agung dari Baginda Yang Mulia Habiibunaa Rasuulillaah
Muhammad SAW.*
Aamiin... Yaa Robbal Alamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar